Seorang pemuda berasal dari golongan menengah berharap mendapakan jodoh anak orang kaya. Dengan perjuangan yang keras akhirnya menikah juga. Menjadi menantu orang kaya, dia begitu hidup dalam kesusahan. Setelah memiliki anak, dia diusir dan akhirnya merantau. Jadilah seorang pengusaha sukses.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Artisapic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB IX CINTA ITU MAKNA
Jejakku
Dalam malam saat rembulan
seiring embun yang luruh
Di antara jejak dan makna
terhanyut dalam sebuah cita
Merajut manik dalam untaian
menyatu di atas butiran
Menuai karya yang tergores
dalam cita yang terarah
Mengayuh demi harapan
berlabuh pada tambatan
Merengkuh tujuan
Bersama
Bersatu
Dalam jejakku
Bakrun menorehkan tulisan dalam sebuah harapan, mengasah pikiran untuk mewujudkan cita dan cinta yang bermakna.
" Run.....makan dulu Nak," kata Ibunya.
" Iya Bu, nanti saja Bu, tadi Pak Yudi memberi bakso buat makan sore, soalnya Bi Ijah tidak masuk kerja," jawab Bakrun.
" Oh...ya sudah....nanti kalau ada temanmu ke sini baru kamu ribet," celoteh ibunya.
Akhirnya, Bakrun bergegas untuk mandi lalu mengambil piring untuk siap-siap makan. Sambil menikmati makanan yang saat itu dari balik jendela terlihat Heru dan Lukman sedang menuju ke rumahnya.
" Tuh kan, temanmu datang, dibilangin dari tadi selalu banyak alasan," tutur ibunya.
" Iya Bu, maaf," kata Bakrun.
Kemudian pintu diketuk dan keduanya dipersilahkan masuk, Bakrun langsung membawa bekas makanannya ke dapur. Lalu mereka duduk bersama di ruang tamu.
" Run, kerja di Pak Yudi itu asyik juga ya, nanti kita dapat bayarannya kapan, apa Mingguan , apa Bulanan, soalnya kita kan langsung terima tawaran begitu saja," kata Lukman.
" Iya Run, terus berapa per harinya," sambung Heru.
" Nanti kamu tanyakan ya," lanjut Lukman.
" Iya....iya...nanti saya tanyakan besar kecilnya, terus kapan dibayarnya, cerewet luh," hardik Bakrun.
" Kan biar terang Run," sahut Lukman.
" Kalian itu aneh, kalau kerja itu ya, kita kerja dulu , kita senangi dulu kerjaannya, kita nikmati cara kerjanya, terus kita nyaman lah kalau kerja, nah....nanti kita bisa untuk bekerja dengan baik, jangun dulu kita bahas gaji atau upah, itu nanti bisa kita berharap, kalau sudah begitu nanti kita yang rugi , juga nanti kita nggak bisa kerja dengan baik," tutur Bakrun.
" Kalau begitu kita dong yang rugi ,Run," sahut Lukman.
" Bukan begitu tujuannya, kerja itu ibarat jalan untuk kita nanti memiliki skill atau ketrampilan, kita belajar, tapi dapat upah, kita meraih ilmu tapi tidak bayar, itu keuntungan kita supaya nanti bila kita kerja yang lain, punya pengalaman, jadi cintai dan senangi kerjaan kita , " tutur Bakrun.
" Ya sudah, pokoknya nanti kita tanyakan kapan dibayarnya," kata Heru.
Akhirnya malam itu mereka sepakat untuk menanyakan kerjaan itu secara rinci kepada pak Yudi esok harinya.
Setelah itu mereka kembali ke rumah, sementara itu Bakrun dengan hati yang penuh harapan, kemudian membaringkan dirinya dan lelap dalam tidur.
Suara ayam berkokok telah membangunkan diri Bakrun, dia segera mandi lalu menjalankan sholat Subuh, selesai itu, Bakrun mendengar suara Hadi datang untuk mengantarkan ibunya jualan. Kini sepeda butut itu Hadi lah yang membawa. Sementara Bakrun berboncengan dengan Heru tiap berangkat kerja.
" Lun....angung lung Lun, angung ong Lun, dah iang nih," kata Hadi dengan bahasa yang khas.
" Sudah Had, sini masuk aja," jawab Bakrun sambil menikmati sarapan.
Hadi kemudian membereskan barang dagangan ibu Sukesih , satu per satu perabotan yang akan dibawa ditata dengan rapi supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Setelah semuanya beres, Hadi mengambil sepiring nasi goreng yang sudah disiapkan sebagai sarapan. Sambil menikmati sarapan, Hadi dan Bakrun duduk di kursi yang tersedia di dapur. Mereka menikmati sarapan itu dengan senangnya. Selesai sudah mereka sarapan lalu meletakkan piring di tempat pencucian yang ada di dapur. Sebagai anak yang berbakti, Bakrun mencuci piring-piring itu hingga semuanya bersih, dan diletakkan di rak piring di sebelah kompor.
Setelah itu, beberapa menit kemudian, datanglah Heru dan Lukman, kali ini mereka membawa motor Honda C70 yang sudah butut.
" Tumben bawa motor," kata Bakrun.
" Iya, kebetulan Bapak nggak ke sawah, jadi saya pinjam saja, barang sehari ini," jawab Heru yang pegang kemudi .
" Ayo Run , naik dong di belakangku," kata Lukman yang sudah bonceng.
Mereka bertiga akhirnya berangkat juga ke tempat kerja, yaitu produk sabun cuci milik pak Yudi. Sambil berbonceng tiga, motor juga sudah tua, mereka berjalan dengan hati-hati takut mogok. Beberapa menit kemudian mereka sampai juga di rumah Pak Yudi. Begitu sampai mereka dipanggil pak Yudi.
" Bakrun, sini semuanya," kata pak Yudi.
" Iya pak," jawab Bakrun menuju ke pak Yudi diikuti Heru dan Lukman.
" Ini gaji kalian, kerja yang rajin dan semangat, lumayan lah biar kalau usaha ini maju, kalian juga dapat keuntungan lebih," kata Pak Yudi.
" Iya Pak, semoga bisa maju usahanya," kata Heru.
Kemudian mereka bertiga menuju ruang produksi di belakang rumah. Di situ sudah ada pekerja lain yang sedang sarapan.
" Wah....rajin amat ini para jejaka, sini sarapan dulu," kata seorang perempuan sedang sarapan sambil mengajak Bakrun dan kawan-kawan.
" Iya Bu, makasih, sudah sarapan tadi di rumah," jawab Heru.
" Lain kali sarapan di sini saja, kan sudah ada tuh banyak nasinya, lauknya juga ada tuh," kata ibu Yati istrinya pak Yadi.
Ketiganya mengangguk lalu menuju sebuah sumur untuk mengambil air, ketiganya bekerja dengan penuh semangat. Setelah air sudah cukup, mereka mempersiapkan tempat cetakan, sementara bagian pengolahan bahan dilakukan oleh ibu-ibu tadi.
Pekerjaan di rumah pak Yadi itu memang ringan, hanya beberapa jam saja sudah selesai, namun yang paling jenuh itu menunggu sabun-sabun itu keras di tempat percetakan. Siang itu waktunya istirahat, semua pekerja lalu berkumpul di meja makan untuk menikmati makan siang, Bakrun dan kawan-kawan lalu membersihkan diri dengan mencuci tangan juga badan dengan air lalu mengambil air wudhu.
Setelah selesai sholat, mereka lalu makan di tempat itu. Mereka menikmati makanan yang telah tersaji. Dengan lahapnya ketiga sahabat itu menghabiskan makanan tadi. Setelah selesai makan, mereka mengobrolkan sesuatu sambil menunggu jam masuk kerja.
" Eh....sudah selesai makan nih," kata Ibu Yati mengjampiri mereka sambil membawa kue ringan dan air teh manis.
" Iya Bu, repot amat sih bu, nanti juga kalau mau kami ambil sendiri," kata Bakrun.
Kemudian sambil mengobrolkan sesuatu , tiba-tiba pak Yadi datang.
" Bakrun....sekarang kalian pulang saja dulu, biar kerjaan membungkus sabun cetak nanti ibu-ibu yang kerja, mulai besok kalian nanti yang memproduksi sabun, soalnya saya lihat tadi kalian sudah bisa mengatur takaran, padahal baru beberapa hari kerja, gitu saja ya, biar ibu-ibu saja yang kerja," kata pak Yadi.
Setelah membereskan barang-barang bekas kerjanya, mereka lalu berpamitan dan menuju ke tempat parkir motor di bawah pohon nangka.
" Mari pak, kami pulang dulu," kata Heru sambil jadi sopir lagi.
" Iya, hati-hati dijalan," kata pak Yadi sambil melambaikan tangan.
Setelah menutup pagar rumah, pak Yadi membalikan badan, di situ sudah berdiri ibu Yati, wajahnya sumringah seakan ada sesuatu yang mau dibicarakan, tentu saja soal anaknya yang masih gadis tapi belum ada yang melamar.