Chelsea And The Ghosts

"Rumahnya disini, Fie ?" tanya Yudho yang bagian menyetir sekarang sementara Alfie bagian GPS. Mereka tiba di sebuah perumahan bercampur kampung yang kelasnya menengah dan banyak penduduk disana yang membuka usaha rumahan seperti warung Tegal, teh kekinian, warung kelontong Madura dan juga mini market.

"Menurut alamat yang aku dapat dari papa sih disini ..." Alfie menunjukkan tempat parkir umum yang berupa lapangan serbaguna. "Parkir situ saja Do..."

"Oke." Yudho memarkirkan mobil BMW Alfie dan tak lama keduanya pun turun.

Dua pria muda itu berjalan-jalan sekitar situ sambil mencari-cari rumah Suyono dan Zubaidah. Akhirnya mereka mendapatkan lokasi tepatnya dan memencet bel. Rumah itu tampak mewah untuk kelas sekitarnya dan kedua sahabat itu memiliki pemikiran yang sama.

Kalau pekerjaan Suyono cuma serabutan, dari mana dia dapat uang buat punya rumah seperti ini?

"Ya ? Cari siapa ?" Tak lama dari dalam rumah keluar seorang wanita dengan hijab dan gamis.

"Maaf, apakah ini rumah pak Suyono dan ibu Zubaidah?" tanya Alfie. "Saya dengar rumahnya dijual ..."

Yudho melirik Alfie. Bisa aja elu cari alasan.

"Wah, masnya terlambat. Saya sudah membelinya enam bulan lalu ... Ini baru saja kami renovasi..." senyum ibu itu.

"Ooohhh... Maaf ya Bu ... Kami kurang update informasi. Lalu mereka semua pindah kemana ?" tanya Alfie sopan.

"Dengar-dengar sih pindah ke daerah Palmerah atau Slipi... Saya kurang tahu mas."

Alfie dan Yudho mengangguk lalu keduanya berpamitan kepada pemilik rumah yang baru.

"Kalau pindah, kenapa KTP nya masih di rumah lama?" gumam Alfie.

"Belum sempat update mungkin ..." jawab Yudho.

"Masnya berdua mau beli rumah sebelah?"

Alfie dan Yudho menoleh ke arah rumah yang ada di sebelah persis rumah Suyono dan tampak ibu-ibu mengenakan daster berdiri di depan pagar rumahnya sedang memegang sapu.

"Tadinya Bu. Cuma informasinya terlambat enam bulan ..." jawab Alfie sopan.

"Untung masnya tidak jadi beli ..."

"Eh bukan buat saya Bu. Kami hanya perantara saja ..." jawab Alfie.

Ibu itu menengok ke kiri dan ke kanan membuat Alfie dan Yudho jadi ikutan celingukan.

"Ayo, masnya masuk. Ada storynya tuh rumah ..." ajak ibu itu yang tampaknya memang demen ghibah.

Alfie dan Yudho saling berpandangan tapi demi informasi, mereka pun masuk.

***

"Masnya itu bukan potongan broker properti deh ..." ucap ibu itu yang memperkenalkan dirinya sebagai Bu Ita, sambil menyajikan teh panas dan pisang goreng yang masih hangat.

"Kok bisa kami dibilang tidak ada potongan agen properti?" tanya Yudho bingung. Memang agen properti itu yang potongannya macam gimana ?

"Karena kalian terlalu ganteng ..."

Alfie hampir tersedak tehnya. "Lho bukannya agen properti juga banyak yang ganteng-ganteng dan cantik-cantik.." ucap putra Irjen Dean Thomas itu.

"Tetap saja ... Kalian tidak pantas jadi broker..." eyel Bu Ita.

"Memang rumah sebelah, apa story nya, Bu ?" tanya Yudho kembali ke topik utama.

"Apakah kalian mengenal pasangan Suyono dan Zubaidah?" tanya Bu Ita yang dijawab gelengan Alfie dan Yudho.

"Kami mengenal mas Zaki saja ..." jawab Yudho.

"Oh, Zaki adiknya Zubaidah? Kasihan tuh anak ..." ucap Bu Ita sendu. "Dikadali kakaknya manut saja. Nggak heran sih, soalnya Zubaidah hobinya main dukun ..."

Alfie dan Yudho melongo. "Maksud ibu ..."

"Zaki itu macam dicocok hidungnya sama kakaknya. Asal mas tahu, itu rumah sebenarnya milik orang tua Zubaidah dan Zaki dan sudah ada wasiatnya kalau itu dibagi dua tapi Zubaidah menguasainya. Dia cuma dagang dan Suyono tidak memiliki pekerjaan tetap. Kadang Suyono jadi sopir pocokan sementara Zubaidah berjualan macam-macam di pasar Senen. Mereka biasa memakai dukun buat penglaris..." jawab Bu Ita.

"Dukun?" beo Alfie dan Yudho.

"Iya mas ! Saya tahu, wong kapan itu pas saya lagi jemur baju malam hari, saya lihat di Suyono sedang menyembelih ayam hitam...." bisik Bu Ita seolah takut ada yang mendengar.

Alfie dan Yudho melongo. Ayam cemani itu kan biasanya untuk obat tapi sering disalahgunakan untuk hal-hal mistis.

"Hari gini masih main dukun?" bisik Yudho dengan gaya ikutan ghibah.

"Oh masnya tidak tahu saja. Saya juga tahu kemana istrinya Zaki ..."

Mata Alfie dan Yudho membulat sempurna.

***

Taman Polda Metro Jaya

Untuk pertama dalam hidupnya, kali ini Shea tidak bisa berkata apa-apa. Sungguh dirinya tidak menyangka jika Iptu Steven Sasono ada rasa pada dirinya. Selama ini Shea selalu menganggap semua pria yang dekat dengannya ( yang muda-muda ) sebagai sahabatnya tapi jika bang Steven naksir ya memang ada larangan gitu?

"Bang ... Ehem. Bang Steven nggak lagi ngelindur atau kesambet celuritnya pak Sakera ?" Shea menatap Iptu Steven Sasono serius.

"Heeeeiiii, kok bawa-bawa clurit aku mbak ..." protes Pak Sakera sambil tertawa.

"Nggak mbak Shea ..." jawab Steven lembut. Setelah mengeluarkan semua yang terpendam selama ini, Iptu Steven mulai relaks.

"Tunggu ... Sejak kapan ?"

"Setahun lalu ..." jawab Iptu Steven. "Kan aku baru gabung dengan timnya pak Dean setahun lalu dan melihat mbak Shea tapi ya tidak berani maju karena aku masih anak baru. Sekarang sudah setahun memecahkan kasus barengan jadi aku memberanikan diri..."

Shea kembali jalan mondar mandir dengan diikuti pak Sakera di belakangnya yang geli karena nonanya bingung.

"Pak Sakera ! Ojo Melu muder munyer tho ( jangan ikutan mondar mandir )!" ucap Shea yang kalau gugup keluar bahasa Jawa nya. "Begini bang Steven ... Ini kan mendadak macam tetiba kamu pengen bertapa akibat mulas... Jadi bagaimana jika Shea tampung dulu rasa taksiran emas bang Steven ?"

"Hah?" Iptu Steven Sasono melongo mendengar ucapan random Shea.

"Maksud Shea, terimakasih sudah mengungkapkan perasaan bang Steven tapi Shea tampung dulu karena fokus Shea saat ini kasusnya Zaki dan skripsi dulu... " jawab Shea pelan-pelan.

"Oh ... Iya sih tapi ... Kalau aku ajak mbak Shea jalan-jalan malam Minggu ?"

Shea menggaruk kepalanya. Duh, biasanya malam Minggu ke Dojo sama anak-anak buat nembak dan bela diri. Malam Minggu itu berarti kencan kan?

"Bagaimana kalau Minggu pagi? Sambil CFD ?" tawar Shea.

"Aku ke gereja pagi, mbak. Apa sorenya aja aku ke gereja, paginya kita CFD ?" tawar Iptu Steven.

"Gitu juga boleh ... Soalnya malam Minggu biasanya aku sama anak-anak ke Dojo buat latihan..." jawab Shea.

"Oke mbak. Besok Minggu kita jalan-jalan ke CFD !" senyum Iptu Steven senang.

"Tapi belum berarti aku menerima bang Steven lho ... Masih aku tampung ya ..." jawab Shea.

"Oke mbak Shea..."

"Kalau misalnya Shea tidak bisa membalas perasaan bang Steven?"

"Kita jalani dulu saja mbak Shea ... Namanya juga penjajakan kan?"

Shea mengangguk. Duh kok aku kebayang Dodo ya?

***

Yuhuuuu Up Pagi Yaaaaaaaa

Thank you for reading and support author

Don't forget to like vote and gift

Tararengkyu ❤️🙂❤️