Demi menjauhi pernikahan yang diinginkan oleh papanya, Adilla Atmadja, biasa dipanggil dengan sebutan Dilla pun memilih jalan pintas, yakni dengan melakukan hubungan satu malam bersama pria yang tidak dia kenal sebelumnya, hanya demi bisa mendapatkan bibit yang paling unggul untuk menjadi penerus keluarga Atmadja nantinya dari orang tersebut. Di mana ternyata pria itu merupakan seorang CEO perusahaan ternama yang tengah menyamar menjadi orang biasa.
Bagaimana nasib Dilla nantinya? Baca terus kisahnya hanya di karyaku yang ke-11 ini. Terkmakasih^^
Fb : Lee Yuta
IG : lee_yuta9
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lee_yuta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch. 29. Meyakinkan Papa
Dilla memicingkan matanya ketika mendengar jika papanya ingin berbicara serius dengannya. Ada hal yang sepertinya akan sangat tidak menguntungkan dirinya.
“Bicara saja,” sahut Dilla biasa. Wanita itu bahkan melepas outher yang dia pakai tadi lalu mengangkat kaki dan ia luruskan di atas sofa. Rasa-rasanya pegal sekali seharian ini berkeliling dari tempat satu ke tempat lain.
Lagi dan lagi papa Atmadja menghela napas. Berusaha untuk sabar menghadapi sikap putrinya.
“Papa serius tentang kamu menikah,” ujar papa Atmadja yang memulai membuka obrolannya.
Tatapan Dilla langsung berubah. Yang semula santai pun kini berubah begitu kesal. Topic yang selalu ia hindari dan sudah ia tekankan kepada papanya kalau ia tidak akan mau menikah.
“Untuk apa Dilla harus menikah, Pa??” tanya Dilla dengan suara yang gemetar.
Ada sesuatu yang sedang wanita itu tekan, agar tidak meluap begitu saja. sudah cukup lelah baginya beerdebat terus menerus dengan papanya. Akan tetapi, kenapa papanya ini tidak bisa mengerti dirinya sama sekali. Melihat dari segi posisinya yang sekarang.
Pun sama dengan apa yang di lakukan oleh papa Atmadja. Pria paruh baya tersebut bahkan sampai melepas kacamata bacanya lalu menatap lekat ke arah putrinya.
“Tidak selamanya Papa akan berada di sisimu, Dilla. Itu alasan pertama Papa,” sahut papa Atmadja. Memberi penjelasan kepada Dilla yang memang sangat susah untuk di ajak bicara santai jika membahas perihal yang satu ini. “Alasan kedua, Papa mau keturunan dari kamu. Kamu tahu sendiri bukan, bagaimana sikap pamanmu yang satu itu? jika kamu tidak segera menikah dan memberi keturunan kepada keluarga kita, kamu jelas tahu akhirnya bakalan seperti apa. Ini usaha Papa yang rintis dari awal. Papa tidak mau kalau sampai jatuh ke tangan orang lain, meskipun itu adik Papa sendiri. Sedangkan Papa punya kamu. Cuma persyaratan pengalihan perusahaan, kamu juga sudah jelas tahu bagaimana prosedurnya, bukan? Tolong mulai sekarang jangaan hidup hanya di buat main-main. Pikirin lagi apa yang menguntungkan buatmu sendiri. Kalau memang mau melepas apa yang selama ini berada di genggaman kamu, Papa terserah apa katamu. Papa bakalan turuti. Tapi kalau nggak mau, Papa harap kamu pikirin saran dari Papa tadi.”
Ucapan papa Atmadja begitu panjang serta terdengar begitu ngeri. Terkadang Dilla berpikir kenapa dirinya lahir dari keluarga seperti ini. semua serba ada, tetapi sama sekali tidak mendahulukan perasaan. Hanya mementingkan apa yang ada di depan mereka.
Dilla sebenarnya tidak ingin mengatakan ini lebih awal. Hanya saja keadaan yang memaksa dirinya.
Dengan satu tarikan napas panjang, Dilla membenarkan posisi duduknya dan menatap santai ke arah papanya. Padahal yang terjadi sebenarnya ia sangat takut kehilangan semuanya.
“Kalau untuk keturunan, Dilla bisa melakukannya, Pa,” ujar Dilla dengan nada yang lebih santai dari sebelumnya. Tidak sedang menggebu.
Papa Atmadja mengernyit. Apa lagi yang sebenarnya putrinya itu rencanakan di belakang dirinya.
“Dengan cara?” tanya papa Atmadja seraya menaikkan alisnya.
Dilla menghela napas. Bukan karena susah untuk menjelaskan kepada papanya. Hanya saja dia sedikit enggan untuk mengatakan hal yang tak sepatutnya di bahas.
“Masa Papa gitu aja nggak tahu prosesnya, sih,” protes Dilla yang semakin membuat papa Atmadja tidak mengerti dan bingung. “Memangnya dulu Papa pas buat Dilla gimana prosesnya? Pasti melakukan ritual penyatuan jiwa dan raga, bukan? Ya sudah, ini Dilla sudah lakuin dan tinggal menunggu hasilnya. Papa tenang saja, bibitnya dari orang yang sangat tampan dan postur tubuhnya baguuuusss … banget!”
Dilla meyakinkan papanya untuk tidak khawatir mengenai cucunya nanti akan seperti apa. Memberitahu papanya dengan begitu santai dan tanpa beban.
“Dengan siapa kamu melakukannya?” tanya papa Atmadja yang berusaha mengatur napasnya dan emosinya.
Dia cukup terkejut dengan apa yang barusan Dilla ungkapkan. Beruntung, ia tidak punya riwayat penyakit jantung. Mungkin kalau punya pun sudah dilarikan ke IGD sekarang ini.
orang lain menjaga keperawanan.
ini malah ngasih gratis