Aleia punya kesempatan untuk menyelamatkan Diora ketika kecelakaan menimpa mereka berdua. Namun Aleia pilih membiarkan sahabatnya itu mati.
Keesokan harinya setelah pemakaman Diora, dia meminta sang ayah untuk menikahkannya dengan Arkan-suami Diora dan menjadi ibu sambung Bryan-bayi yang masih berusia beberapa minggu.
Masuk ke dalam pernikahan yang seperti di neraka, tapi Aleia bukanlah wanita yang lemah. Bersama baby Bryan dia hadapi suaminya yang kejam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
FM Bab 29 - Keputusan Aleia
"Apa kata mu?" tanya Arkan penuh intimidasi, bertanya seperti itu ketika dia sudah berhasil berdiri di hadapan Aleia, setelah melewati beling-beling pecahan gelas di atas lantai.
"Pulang bersama Jerry?" tanya Arkan lagi, sebelum Aleia menjawab pertanyaan yang pertama.
Arkan maju satu langkah hingga membuat Aleia mundur, pinggangnya menyentuh meja nakas, tempat Aleia membuat teh hangat di ruangannya sendiri.
"Sepertinya kamu melupakan sesuatu Aleia, kamu lupa jika di rumah masih ada keluarga ku," timpal Arkan lagi, terus menyudutkan Aleia, bahkan tidak memberikan kesempatan wanita itu untuk bicara.
Dan mendengar ucapan Arkan yang terakhir Aleia baru sadar, jika saat ini mereka diharuskan untuk bersandiwara jadi sepasang suami istri yang hidup bahagia, saling menyayangi layaknya pasangan pengantin yang lain.
Aleia membuang nafasnya perlahan, memutus tatapan di antara mereka berdua dan pilih menatap ke arah lain.
"Ya sudah minggir! aku akan menelpon Jerry dan mengatakan padanya untuk tidak datang ke sini," ucap Aleia, ketus.
Dia bahkan hendak mendorong Arkan agar tidak menghalangi jalannya.
Namun seketika niatnya urung dan ganti memeluk ketika tiba-tiba ada suara petir yang menggelegar.
JEDARR!!
"Akh!" pekik Aleia, dia memeluk Arkan erat, reflek begitu saja.
Arkan yang sedikit terkejut pun ikut memeluk Aleia juga.
Petir barusan memang sangat keras.
Hening, di dalam pelukan itu mereka berdua hanya bisa merasakan detak jantung satu sama lain.
Sampai akhirnya Aleia coba melerai pelukan itu lebih dulu ...
"Aku tidak mau pulang, aku mau menginap disini saja," ucap Aleia, kini dia benar-benar mendorong Arkan dan dia segera berlalu ke meja kerjanya.
Ingin menghubungi mama Elma dan mengatakan jika malam ini dia akan menginap di kantor. Terlalu mengerikan untuk menembus hujan malam ini.
"Kamu mau telepon siapa?" tanya Arkan, apapun yang dilakukan oleh wanita itu selalu salah di matanya, membuatnya tidak tenang.
Tadi Jerry, entah kini siapa lagi yang akan dihubungi oleh wanita ceroboh itu.
"Telepon mama Elma."
"Mau apa?"
"Ya bilang, malam inu aku tidak akan pulang."
"Apa maksudmu_"
"Halo Ma," ucap Aleia, belum selesai Arkan bicara, panggilan Aleia dengan mama Elma sudah terhubung.
Di ujung sana mama Elma menjawab panggilan telepon itu dengan cemas ...
"Ya Tuhan sayang, kenapa belum pulang, apa Arkan sudah menjemput mu?"
"Iya Ma sudah, tapi aku tidak mau pulang, hujannya deras sekali, aku takut, bagaimana nanti kalau tiba-tiba ada banjir? bagaimana kalau ada pohon tumbang di jalanan? aku tidak mau pulang, aku akan menginap di kantor." Jelas Aleia menggebu, tidak masalah baginya tidur sendirian disini, setelah ini Arkan akan pulang sendiri.
"Baiklah sayang, tidak apa-apa, kamu dan Arkan menginap saja di kantor."
"Ha?" balas Aleia cengo.
"Tidak usah pulang, kalian disana saja," timpal mama Elma lagi, membuat Aleia kehilangan semua kata-katanya, melirik Arkan yang sudah menatapnya tajam.
"I-iya Ma, dadah," jawab Aleia kikuk, panggilan itu terputus.
Kembali melihat ke arah Arkan dan mendapati pria itu masih setia menatapnya tajam.
Aleia menelan ludah.
"Mama Elma tidak akan tahu apa yang kita lakukan di luar rumah, jadi pergilah, malam ini aku akan tidur disini, kamu terserah dimana yang penting jangan pulang, besok pagi kita pulang bersama-sama," jelas Aleia panjang lebar, tidak ingin terlihat salah di mata pria itu.
Tapi bukan yang menjawab, melainkan suara petir yang kembali menggelegar ...
JEDARR!
"Astaga, astaga, astaga," kaget Aleia, dia memegangi jantungnya sendiri yang bergemuruh.
Arkan juga terkejut, tapi dia lebih bisa menahan keterkejutanya sendiri.
"Tidak, saat aku pergi kamu pasti akan meminta orang lain untuk masuk ke ruangan ini." balas Arkan.
"Apa maksudmu?!"
Arkan tidak menjawab, dia putuskan untuk duduk di sofa.
"Kenapa malah duduk? pergi sana!"
"Dimana malam ini kita tidur."
Aleia mendekati, lengkap dengan wajahnya yang ketus.
"Pergilah, terserah mu mau tidur dimana?"
"Di sofa ini? apa tidak ada kamar disini?"
"Pergi."
"Oh, kantor gaya lama, kampungan, lain kali renovasi lah dan beri kamar."
"Pergi!"
JEDARR! Dan saat itu juga, Aleia jatuh di atas pangkuan Arkan.
"Kamu menggoda ku?" tanya Arkan, disaat jantung Aleia masih sangat kaget, bahkan nafasnya belum teratur.
"Apa kamu akan tergoda dengan wanita jalaang seperti ku?"
Arkan terdiam. Dia tahu jika tentang hal itu dia salah, tapi sulit sekali untuk mengucapkan kata maaf.
"Besok, hasil tes DNA ku dan baby Bryan akan keluar," ucap Arkan.
"Bagus lah, aku sangat menantikan hari itu. Mungkin ... setelahnya kita akan bercerai." balas Aleia.
Arkan diam. Dia diam saja saat Aleia mulai bangkit dari atas pangkuannya.
Aleia mengambil syal miliknya di dalam laci meja kerja dan tidur di salah satu sofa menggunakan syal sebagai selimut. Meringkuk memunggungi Arkan.
Aleia kira dia bisa terus bertahan di samping pria itu apapun yang terjadi, tapi ternyata tidak, ternyata sangat sakit. Tiap malam dalam kesendirian seperti ini, selalu terbesit dalam benaknya, apakah lebih baik berpisah?
Karena nyatanya, begitu sulit mendapatkan cinta pria itu.
Ya, setelah hasil itu keluar, aku akan pergi bersama baby Bryan. Batin Aleia, dia menutup matanya erat.
Saat kembali ada petir, Aleia memeluk tubuhnya sendiri.
Sementara Arkan hanya terpaku.
karena cinta Aleia jadi lemah walaupun dia tangguh,, tapi dihadapan arkan selalu lemah dan karena keiinginan aleia untuk merawat bryan,, arkan memanfaatkan keleman lea,, untungnya keluarga carter liat jadi enaklah langsung kena bogemm😅