ADRIAN PRATAMA. Itu nama guru di sekolah gue yang paling gue benci. Karena apa? Karena dia udah membuka aib yang hampir tiga tahun ini gue tutup mati-matian.
“Dewi Mantili. Mulai sekarang kamu saya panggil Tili.”
Nyebelin banget kan tuh orang😠 Aaarrrrggghhh.. Rasanya pengen gue sumpel mulutnya pake popok bekas. Dan yang lebih nyebelin lagi, ternyata sekarang dia dosen di kampus gue😭
ADITYA BRAMASTA. Cowok ganteng, tetangga depan rumah gue yang bikin gue klepek-klepek lewat wajah ganteng plus suara merdunya.
“Wi.. kita nikah yuk.”
Akhirnya kebahagiaan mampir juga di kehidupan gue. Tapi lagi-lagi gue mendapati kenyataan yang membagongkan. Ternyata guru plus dosen nyebelin itu calon kakak ipar gue😱
Gue mesti gimana gaaeeesss???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Para Pemuja Adrian
“Ad..”
“Bang..”
Dua orang memanggil Adrian secara bersamaan membuat pria itu menghentikan langkahnya. Dari arah depan muncul Yulita dan dari arah belakang datang Aditya. Dengan senyum di wajahnya Yulita mendekati Adrian. Matanya langsung tertuju pada Ara yang berdiri di samping Adrian.
“Kamu.. Ara kan?” tanya Yulita ragu.
“Iya. Apa kabar Yul?” Ara mengulurkan tangannya pada Yulita. Dulu Ara sering memanggil teman kuliahnya itu dengan panggilan Yul atau Uyul. Tapi Yulita tak pernah mempedulikannya.
“Baik. Kok kalian bisa bersama?” tanya Yulita bingung. Jujur saja, wanita itu takut kalau sampai Adrian kembali terpincut pada Ara. Karena diam-diam Yulita memendam perasaan pada Adrian sejak lama.
“Kebetulan kita ketemu. Mungkin ini yang dinamakan jodoh,” jawab Ara dengan percaya dirinya.
“Jodoh dari Hongkong. Minggir!”
Aditya yang datang dari arah belakang langsung menyambung percakapan seraya mendorong tubuh Ara. Dia sengaja menempatkan diri di antara wanita itu dan sang kakak. Yulita berusaha menahan tawanya melihat reaksi Aditya pada Ara.
“Bisa kita mulai kan, Ta?” tanya Adrian seraya menatap Yulita.
“Bisa. Ayo kita ngobrol di resto aja.”
Yulita melangkahkan kakinya menuju restoran hotel yang ada di lantai dua. Adrian pun segera menyusulnya tanpa menoleh sedikit pun pada Ara. Aditya sengaja berdiam sejenak, tak langsung menyusul. Dia menoleh pada Ara.
“Kaga usah kepedean deketin abang gue lagi. Nama lo udah ngga ada lagi di hidup abang gue.”
“Oh ya? Tapi sepertinya dia masih cinta tuh sama aku.”
“Pede gila lo, Markonah. Emang lo siapa sampe abang gue masih harus cinta sama elo. Ngaca sono, dandanan udah kaya ondel-ondel aja sok kecakepan. Banci di lampu merah lebih bagus bentukannya dari pada elo. Awas lo berani deketin abang gue lagi.”
Setelah menebarkan ribuan cabe dalam ucapannya, Aditya berlalu meninggalkan Ara. Mata Ara terus menatap punggung Aditya. Sejak dulu dia memang tidak menyukai Aditya. Adik dari Adrian itu kerap mengeluarkan kalimat yang menyakitkan telinga setelah pemuda itu tahu kalau dirinya hanya mempermainkan perasaan Adrian.
“Dasar rese! Lihat aja, gue bakal bikin abang lo bertekuk lutut lagi sama gue.”
Ara membalikkan tubuhnya kemudian bergegas meninggalkan lobi hotel. Di area parkir, pengawal sekaligus manajernya sudah menunggu untuk mengantarnya menemui klien yang membutuhkan jasanya sebagai wanita pemuas ranjang.
🌸🌸🌸
Seorang pelayan menaruh pesanan minuman di atas meja, kemudian langsung beranjak pergi. Yulita, Adrian dan Aditya sudah duduk bersama di satu meja. Yulita adalah teman kuliah Adrian yang diminta mencarikan posisi untuk Aditya di hotel tempatnya bekerja.
“Jadi gimana, Ta? Ada posisi buat Adit?” Adrian membuka percakapan.
“Ada, Ad. Tenang aja. Tapi maaf ya Dit, aku ngga bisa dapet kerjaan di bagian manajerial. Paling bagian operasional aja.”
“Ngga apa-apa kak. Lagian lulusan SMA kaya aku mana bisa masuk bagian manajerial. Dapet di bagian operasional aja udah Alhamdulillah.”
“Kamu masuk di departemen F&B, bagian kitchen.”
“Wah aku mana bisa masak kak. Paling juga bikin mie instan,” Aditya terkekeh.
“Bukan masak. Kamu di bagian steward.”
“Apaan tuh?”
“Kerjanya bantu pekerjaan di dapur. Tugas utamanya bantu clear up dan set up dan menjaga kebersihan dapur, kaya cuci piring dan peralatan masak lainnya. Nyapu, ngepel, urus sampah. Ya kaya gitu deh. Ngga apa-apa kan?”
“Santuy aja kak. Aku sih kerjaan apa aja kujalanin yang penting halal dan ada cuannya hahaha..”
Yulita cukup lega mendengar jawaban Aditya. Awalnya dia sempat khawatir kalau Aditya akan menolaknya. Wanita itu juga malu menawarkan pekerjaan yang mungkin bukan harapan dari Adrian.
“Tapi untuk sementara kamu jadi DW kontrak dulu ya. Kontraknya enam bulan, kamu cuma dapet upah harian aja, ngga ada gapok sama service.”
“Ngga apa-apa, kak. BTW berapa kak honor DW nya?”
“150 ribu per hari. Honor keluar per dua minggu. Siap kerja shift-shift an kan?”
“Siap kak.”
Adrian hanya menjadi pendengar saja ketika Yulita menerangkan dengan jelas tentang pekerjaan yang ditawarkan untuk sang adik. Walau hatinya sempat miris mendengar deskripsi pekerjaan yang harus dilakukan oleh Aditya, tapi setidaknya penghasilan di sana lebih baik dibanding pekerjaannya saat ini.
“Besok pagi kamu ke hotel ya, tanda tangan kontrak kerja dan besoknya langsung masuk. Nanti yang atur jadwal kamu sous chefnya, namanya Elang.”
“Siap kak. Eh tapi bulan depan kan aku udah mulai jadi home band di café tiap malam sabtu sama malam minggu. Terus kalau aku ada jadwal kerja gimana dong?”
“Ya kamu bicarain aja sama chef Elang. Orangnya baik kok, nanti dia biar atur waktu kamu masuk apa bagusnya.”
“Oh ok, sip. Makasih ya kak.”
“Ad.. ngga apa-apa kan kalau kerjaan Adit kaya gitu?” Yulita menolehkan kepalanya pada Adrian yang sedari tadi hanya menyimak saja.
“Kalau Adit ngga keberatan, aku ngga masalah. Oh iya, kalau soal muridku gimana?”
“Ck.. kamu tuh terlalu banyak meminta. Emang kamu berani bayar berapa?” goda Yulita.
“Tenang aja kak. Bayarannya dibayar tunai di depan penghulu.”
Wajah Yulita merona mendengar jawaban frontal Aditya. Wanita itu menundukkan kepalanya seraya mencuri lihat pada Adrian. Namun pria itu terlihat santai dan wajahnya pun nampak tenang, tak ada ekspresi yang bisa ditangkap, senang, marah atau kesal, sama sekali tak bisa terbaca.
“Nanti aku usahakan secepatnya, Ad. Masih lama juga kan? Nunggu dia lulus.”
“Iya, sekitar sebulan lagi lah. Tapi kalau bisa dia ditempatin di bagian dalam, kaya Adit. Pokoknya jangan berhadapan dengan tamu langsung.”
“Kenapa?”
“Dia ngga bisa speaking English.”
“Hahaha… siapa sih bang? Jangan-jangan Roxas,” terka Aditya.
“Iya.”
“Serius? Hahaha.. tapi asiklah kalo satu kerjaan bareng sama dia. Ganteng kak anaknya, muka bule tapi ngomong Sunda, jadi SuLe, Sunda bule hahaha…”
Yulita dan Adrian ikut tertawa mendengarnya. Jantung Yulita berdebar kencang ketika melihat tawa Adrian. Wajah pria itu terlihat lebih tampan jika sedang tertawa atau tersenyum. Sayang dirinya jarang sekali melihat pria itu tersenyum. Adrian lebih sering memperlihatkan raut wajah tenang tanpa ekspresi.
“Dia diterima jadi bassis band-mu?”
“Jadi, bang. Jago juga dia. Musik kita juga sealiran, jadi makin klop deh.”
“Syukurlah.”
Perbincangan kakak beradik itu terputus ketika ponsel Aditya berdenting. Sebuah pesan masuk ke ponselnya. Sebuah senyuman tercetak di wajahnya melihat nama sang pengirim pesan.
From Calon Makmum :
Boleh, tapi jangan lama-lama ya. Aku mau belajar buat ujian.
“Lihat dari wajahnya, curiga nih,” goda Yulita.
“Calon makmum kak.”
“Uhuk..”
“Sebentar ya, kak.”
Alih-alih membalas pesan Dewi, Aditya malah memilih untuk menghubunginya. Pemuda itu beranjak dari tempatnya, berjalan menuju pojokan resto yang sepi seraya mendial nomor gadis pujaannya. Mata Yulita terus mengikuti pergerakan Aditya.
“Adit itu anaknya ekspresif banget ya. kalau dia menyukai seseorang pasti akan langsung dikejar dan diungkapkan. Ngga seperti kakaknya yang lebih senang memendam sampai bertahun-tahun,” sindir Yulita.
Yulita melihat pada Adrian, namun tak ada reaksi dari pria itu. Adrian nampak santai menyeruput kopinya. Cukup lama Yulita terpaku melihat pria yang sudah disukainya sejak kuliah, namun sayang saat itu di hati Adrian hanya ada Ara seorang.
Usai berbicara dengan Dewi, Aditya kembali ke tempatnya. Melihat raut wajah sang adik, Adrian sudah bisa menebak kalau calon makmum yang dibilangnya tadi adalah gadis spesial untuknya. Seperti yang Yulita katakan, tidak sulit menebak apa yang dirasakan pemuda itu, semua tergambar jelas melalui ekspresi wajahnya.
“Senang banget,” Yulita kembali menggoda.
“Iya dong, kak. Nanti deh kapan-kapan aku kenalin kalau auranya udah pink kemerahan.”
“Emang kalau sekarang auranya gimana?” Yulita semakin senang menggoda Aditya.
“Abu monyet hahaha…”
Hampir saja Adrian tersedak saat menyeruput kopinya. Sang adik memang sering mengeluarkan kosa kata ajaib yang mengundang tawa. Sepertinya jika disatukan dengan para murid badungnya cocok sekali. Pantas saja jika Aditya dengan cepat merasa klop dengan Roxas. Bukan hanya satu aliran musik, tapi satu aliran kesomplakan juga.
“Ad.. Dit.. aku balik ke ruangan ya. Ada laporan yang harus aku beresin.”
“Ok.. makasih ya, Ta,” sahut Adrian.
“Makasih kak. Malam minggu ini kosongin waktu, ya.”
“Emang ada apa?” Yulita melihat bingung pada Aditya.
“Ya kali aja mau diajak candle light dinner sama bang Ad.”
BLUSH
Walau tak yakin hal tersebut akan terjadi, namun tak ayal ucapan Aditya sukses membuat wajah Yulita merona. Diam-diam dalam hati, wanita itu mengaminkan perkataan pemuda yang diharapkan bisa menjadi adik iparnya.
“Aku duluan, bye.”
Yulita segera meninggalkan meja yang ditempatinya untuk kembali ke ruangannya. Kini tinggalah kakak beradik yang masih menghabiskan minuman mereka.
“Kamu sudah cari kost atau kontrakan?” Adrian memecah kebisuan.
“Udah, bang. Kemarin aku lihat-lihat sama udah kasih DP. Udah bilang sih sama yang punya kontrakan aku lunasinnya kalau udah gajian.”
“Di daerah mana?”
“Pungkur. Rumah petak gitu, bang. Ada ruang depan, kamar, kamar mandi sama dapur kecil. Cukuplah.”
“Berapa biaya sewanya? Ada isinya apa kosong?”
“Tujuh ratus ribu. Kosong sih, bang. Tapi lokasinya enak, pak Haji yang punya kontrakan juga baik. Dia malah nyuruh aku masuk aja dulu. Tapi ngga enak kalau belum bayar.”
“Bayar aja, abang yang kasih uangnya.”
“Ngga ah. Kapan aku mandirinya kalau abang bantu terus.”
“Ngga usah nolak. Anggap aja ini modal buat kamu, jadi gaji kamu nanti bisa kamu tabung untuk hal lain.”
“Ya udah. Tapi ini yang terakhir.”
“Iya, yang terakhir abang tawarin. Besok-besok kamu harus bilang kalau butuh uang.”
“Yee sama aja bohong.”
Adrian hanya terkekeh. Pria itu mengambil ponsel dari saku celananya kemudian membuka aplikasi mobile banking. Setelah mengetikkan sejumlah nominal, pria itu langsung mengirimkannya ke rekening sang adik. Mendengar ada bunyi notofikasi di ponselnya, Aditya segera membuka benda pipih persegi miliknya. Matanya membulat melihat nominal yang dikirimkan sang kakak.
“Bang, banyak banget. Ngga salah kirim nih?” Aditya memperlihatkan nominal yang diterima sebesar lima juta rupiah pada Adrian.
“Bayar kontrakan buat tiga bulan, terus sisanya kamu pake buat beli perlengkapan. Kasur, lemari, kompor portable, dispenser atau magic com. Pokoknya beli yang penting buat isi kontrakan kamu, terutama kasur. Kalau kurang bilang sama abang.”
“Cukup, bang. Makasih, loh.”
“Sama satu lagi.”
Kembali Adrian merogoh saku celananya. Kali ini dia mengeluarkan kunci motor miliknya lalu menaruh di atas meja. Kemudian pria itu membuka dompet dan mengeluarkan STNK dari dalamnya. Aditya hanya melongo saja melihatnya.
“Ini apaan bang?”
“Pake motor abang. Itu motor abang hibahin buat kamu.”
“Serius? Ngga usah, bang. Aku udah biasa kok pulang pergi naik angkot atau ojeg online.”
“Itu modal buat kamu juga. Kan bisa ngirit pengeluaran kalau ada motor.”
“Terus abang gimana?”
“Alhamdulillah proyekan terakhir udah keluar honornya. Abang langsung pake buat DP mobil.”
“Widih keren lah. Ok deh, bang. Makasih ya buat modalnya. Aku juga mau kerja keras biar bisa mandiri kaya abang.”
“Aamiin.. kamu ambil motornya ke rumah. Sekalian tengok mama. Mama udah kangen banget sama kamu.”
“Siap, bang. Tapi besok aja deh aku ke rumahnya abis tanda tangan kontrak. Kalau sekarang aku ada janji.”
“Sama siapa?”
“Calon adik ipar abang.”
“Ya udah abang antar.”
Adrian berdiri dari duduknya kemudian berjalan menuju meja kasir untuk membayar pesanan. Namun ternyata Yulita telah membayarnya. Bersama dengan Aditya, pria itu berjalan meninggalkan restoran.
“Mau diantar kemana?”
“Ke counter aja, bang. Aku mau pamitan sama bang Ilham.”
Keduanya kemudian berjalan keluar dari lobi hotel dan langsung menuju parkiran. Adrian mengarahkan remote ke salah satu mobil yang berjajar rapih di sana. Mereka kemudian menaiki Avanza hitam yang terparkir di sana.
🌸🌸🌸
Malamnya, Aditya menemui Dewi dan mengajaknya keluar. Mereka berjalan menyusuri trotoar yang ada di jalan Pungkur. Dia ingin mengajak Dewi makan malam bersama. Mata mereka memperhatikan deretan warung tenda yang ada di sana. Ada pedangan pecel lele dan ayam goreng, nasi kuning, roti bakar, seafood, martabak telor, susu murni dan nasi goreng.
“Kamu mau makan apa?” tanya Aditya.
“Apa aja deh.”
“Bentar deh. Kayanya ngga ada yang jualan apa aja deh, coba kamu lihat tulisan di tenda. Ngga ada kan?”
“Ish nyebelin.”
“Hahaha… makanya jangan bilang apa aja. Kalau aku kasih makan batu koral emang kamu mau?”
“Emang tega ngasih aku makan batu koral?”
“Ngga. Makanya aku nanya mau makan apa.”
“Ehmm.. apa ya. Pecel lele aja gimana?”
“Ayo.”
Aditya menarik tangan Dewi memasuki warung tenda yang menjual pecel lele, ayam dan bebek goreng. Mereka mendudukkan diri di kursi panjang yang baru ditempati dua orang. Sang pedagang langsung mendekati mereka.
“Pesan apa a?”
“Pecel lele dua, tambah tempe sama tahu goreng.”
“Nasinya mau biasa apa nasi uduk?”
“De, mau nasi apa?”
“Nasi putih aja.”
“Nasi putih satu, nasi uduknya satu.”
Pedagang tersebut segera menyiapkan pesanan Aditya. Sambil menunggu makanan mereka siap, keduanya berbincang santai. Aditya menceritakan kalau dirinya baru saja mendapatkan pekerjaan di hotel Amarta.
“Enak ya kayanya kerja di hotel. Tetanggaku juga ada yang kerja di hotel. Katanya gajiannya dua kali ya.”
“Kalau udah jadi staf, iya. Dapet gapok sama service.”
“Service apaan?”
“Service itu gaji yang diterima dari hasil occupancy hotel, katanya sih gitu. Semakin tinggi tingkat hunian hotel semakin besar service yang kita terima. Bahkan bisa lebih dari gapok.”
“Wah enak ya. kamu juga gajiannya dua kali dong.”
“Belum. Aku kan masih DW kontrak.”
“DW apalagi?”
“Daily Worker. Jadi dapetnya upah harian doang.”
“Oh gitu ya.”
“Sekarang aku traktir pecel lele dulu. Nanti kalau aku udah dapet gaji pertama di hotel, aku traktir kamu di café, ok?”
“Ngga usah, mending uangnya untuk kebutuhan sehari-hari dan ditabung.”
“Aku udah terbiasa atur keungan sejak setahun lalu. Jatah buat sehari-hari dan tabungan. Tapi sekarang tambah satu kebutuhan lagi.”
“Apa tuh?”
“Dana untuk kencan sama kamu.”
“Ish.. apa sih.”
Dewi menepuk lengan Aditya pelan. Untung saja lampu di warung tenda ini tidak terlalu terang, hingga rona merah yang kembali menghiasi pipinya dapat tersamarkan. Tak lama pesanan mereka siap. Dua porsi pecel lele lengkap dengan tempe dan tahu goreng serta dua piring nasi telah tersaji di depan mereka. Tak lupa teh tawar hangat ikut disuguhkan untuk keduanya. Aditya mengambil piring berisi nasi uduk kemudian mulai memakannya.
“Ehm.. nasi uduknya lebih enak yang waktu itu kamu kasih. Kamu beli di mana?” bisik Aditya pelan karena tak enak kalau sampai terdengar oleh sang penjual.
“Itu buatan ibuku. Kalau pagi, ibu jualan nasi uduk sama nasi kuning.”
“Oh gitu. Nanti aku bakal jadi pelanggan ibu kamu deh.”
“Boleh, tapi bayar ya, ngga gratis.”
“Ya bayar dong. Tapi harus dapet bonus.”
“Bonus apa?”
“Senyum kamu.”
Dewi hanya mengulum senyum saja. Gombalan Aditya walau receh, tetap saja bisa membuat hatinya senang dan berbunga-bunga. Perasaan sukanya pada pria berlesung pipi itu semakin subur saja, bahkan mungkin sudah mulai tumbuh benih-benih cinta.
🌸🌸🌸
**Eaaa.. Aa Adit ngegombal mulu nih kalo dekat Dewi😎
Ternyata yang naksir Adrian banyak juga ya. Kalau sama Yulita pada setuju ngga?
Nih penampakan Yulita**
kanebo nya masih gak thor.. aku mau 1 aja...😞
kanebo nya masih gak thor.. aku mau 1 aja...😞
dari bab awal dak comed...
krn mengulang baca dan gak ada bosen nya yang ada malah bikin kangen😍😍
lagu "bring me to life" teringat karya mu thor🙈