Update setiap hari!
Shasa seorang Mafia Queen mempunyai sifat kejam, dingin dan cuek
Sedangkan..
Raihan seorang Ustadz alim dengan sifat penyayang dan kesabaran tingkat tinggi.
Bagaikan minyak yang dicampur dengan air, dua orang berbeda kepribadian itu harus tinggal disatu atap rumah yang sama. Sikap Shasa yang seenaknya dan sikap Raihan yang misterius menjadi bumbu dalam rumah tangga mereka.
Namun seiring berjalannya waktu, satu persatu kejanggalan dari sikap misterius Raihan menuntun Shasa pada rahasia besar dibalik terjadinya pernikahan mereka.
Akankah Shasa mengetahui rahasia besar dan menemukan dalang dibalik pembunuhan orangtuanya?
NB: Cerita ini murni hasil dari pemikiran Author sendiri. Mohon untuk menghargai karya orang lain.
DILARANG UNTUK PLAGIAT!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vinaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tak Ingin Jatuh Sendirian
"Sudah sampai" ucap Raihan ketika mobilnya sudah terparkir sempurna di halaman rumah.
Shasa melepaskan sealtbelt nya kemudian membuka pintu mobil dan turun sendiri tanpa menunggu Raihan yang masih ada di dalam mobil.
Ternyata ada mobil lain yang terparkir tak jauh dari pagar rumah, hal itu yang membuat Shasa menjadi penasaran dan cepat-cepat untuk masuk ke dalam untuk melihat siapa yang sedang bertamu.
"Assalamualaikum" salam Shasa kemudian dijawab oleh nenek dan seorang pria yang sedang duduk membelakanginya.
Salam yang barusan diucapkannya itu spontan saja keluar, biasanya kan ia tak pernah mengucap salam.
"Eh, cucu Nenek udah pulang ya, sini!" Nenek menepuk sofa disampingnya berarti menyuruhnya untuk ikut bergabung.
"Eh, Evan?"
Tuh kan! tebakan Shasa tidak salah, mobil didepan itu mirip sekali dengan mobil Evan dan ternyata memang benar jika Evan yang sedang bertamu.
Saat Shasa duduk, Raihan masuk sembari mengucapkan salam. Awalnya ekspresi Raihan terlihat senang tetapi setelah melihat ada Evan duduk di ruang tamu ekspresinya menjadi berubah, tatapannya sedikit lebih dingin.
"Oh iya Sha, nih tas Lo" Evan memberikan tas selempang Shasa yang berisi hp serta dompet didalamnya.
"Terimakasih"
"Kalau gitu Gue balik duluan"
"Eh, eh, Lo kok buru-buru, Gue kan baru datang" Cegah Shasa membuat Evan yang tadinya hampir berdiri kembali lagi duduk.
Sementara itu Raihan duduk di sofa tunggal sembari mendengus kesal, wajahnya ditekuk, ada aura permusuhan yang kentara diantara mereka berdua.
"Astaugfirulah, Nenek lupa belum membuatkan minum untuk tamu Nenek " ucap Nenek kemudian meninggalkan tiga orang yang berada di dalam situasi tak baik-baik saja.
"Van, tadi Lo abis kemana?"
"Emmh, t-tadi gue abis ke Kantor bentar" jawab Evan sedikit tergagap.
Alasan yang klasik!
"Kenapa nggak ngajak Gue sekalian?" tanya Shasa sekali lagi membuat Evan menggeram marah. Ah! kenapa Shasa terlihat sangat penasaran dengan pertemuannya Donna tadi.
Raihan tersenyum mengejek melihat Evan yang tergagap karena satu pertanyaan dari Shasa.
Sungguh hal ini sangat menggelikan, Evan bahkan tidak sadar jika Shasa mengikutinya, padahal biasanya Evan itu selalu waspada dan berhati-hati.
Mungkin karena menyangkut tentang keselamatan Shasa, Evan menjadi tidak fokus sampai akhirnya dibuntuti oleh Shasa dan tentunya dibuntuti oleh Raihan yang memang hanya kebetulan alias tidak sengaja.
Percuma membuat Evan untuk berbicara sejujurnya, Shasa memutar bola matanya jengah. Lain kali saja kalau mereka hanya berdua, Shasa pasti akan meminta penjelasan yang sejujur jujurnya dari Evan.
"Gue ke belakang dulu ya" ucap Shasa sembari berdiri tetapi matanya masih menatap Evan, pria itu nampak gelisah. Tentu saja gelisah Evan pasti sedang berpikir keras untuk membohonginya tentang pertemuannya dengan wanita asing tadi siang.
Sepeninggal Shasa dari ruang tamu kini hanya menyisakan Evan dan Raihan yang masih sama-sama terdiam. Tak lama kemudian muncul Nenek yang baru saja kembali dari dapur membawa cangkir berisi teh hangat untuk tamu istimewanya.
Nenek meletakan cangkir itu tepat di depan Evan lalu kembali duduk di tempatnya tadi. Jika dilihat-lihat lagi wajah nenek saat ini nampak bahagia, seperti ada kilatan rindu ketika menatap Evan dan Raihan secara bergantian.
"Nenek senang sekali kita bisa seperti ini lagi, jarang lho kita berkumpul" ucap Nenek dengan senyuman yang tulus, sedangkan Evan tersenyum kecut mendengar ucapan dari Nenek Raihan.
"Dua orang yang sama-sama memuakkan!"
Evan membatin ketika Raihan juga ikut tersenyum, dirinya lelah jika harus dihadapkan dengan Nenek yang selalu memaksanya untuk berdamai dengan Raihan. Sementara sikap Raihan semakin hari semakin membuatnya menjadi membenci pria itu.
"Yah sudah lama kita tidak saling bertemu seperti ini"
Persetan dengan semua yang direncanakan oleh Raihan dan Nenek tua itu, Evan semakin merasa frustasi jika mendengar ocehan dua orang di depannya saat ini.
Belum lagi otaknya harus memikirkan berjuta rencana untuk membawa pulang Shasa dari kandang singa ini. Evan cukup kenal dengan Raihan maka dari itu dirinya terus menerus dihantui oleh berbagai spekulasi buruk.
Sungguh Evan merasa bersalah karena tidak becus menjaga Shasa, hingga entah bagaimana bisa Nenek tua itu menjebak Shasa menjadi istri dari Raihan.
Ingin sekali rasanya membunuh Raihan dan Nenek tua bangka itu, tetapi ada suatu hal yang benar-benar membuatnya menjadi tidak bisa bergerak bebas.
Saat Shasa sudah kembali dan duduk ditempatnya tadi, wajah Nenek kembali menjadi datar dan biasa-biasa saja tidak ada senyum sedikitpun.
Dasar licik
Jemari Evan sudah terkepal kuat samping tubuhnya, matanya menatap tajam kearah Nenek dan Raihan.
Andai Shasa tau semua wajah dibalik topeng-topeng busuk ini
Tak ingin berlama-lama lagi dengan Nenek dan Raihan, Evan segera bangkit dari duduknya kemudian tersenyum sekilas kepada Shasa sembari menatap iba kepada sahabatnya itu.
"Gue balik dulu ya"
Shasa mengangguk pelan lalu memandang punggung Evan yang semakin menjauh, ada rasa sakit ketika melihat Evan seperti itu
Entahlah, seperti ada ikatan yang selalu membuat sepasang sahabat itu saling mengerti dan merasakan apa yang satu sama lain rasakan.
"Shasa ke kamar dulu Nek" ucap Shasa mengambil tas nya diatas meja kemudian meninggalkan Raihan dan Nenek yang masih duduk di ruang tamu.
Saat pintu kamar tertutup, disaat itu juga wajah Shasa menjadi datar dan menakutkan. Tangan kanannya mengepal kuat hingga ruas jarinya terlihat putih, napasnya memburu, wajahnya nampak merah menahan amarah.
Semua orang mungkin berpikir dirinya tak tau saat kedua tangan Evan terkepal kuat ketika menatap Raihan dan Nenek.
Lucu sekali, diantara empat orang yang paling memperhatikan Evan adalah Shasa. Mulai dari ekspresi sampai gerak-gerik Evan, dan sejak Shasa masuk kedalam rumah sampai Shasa ijin kebelakang, Shasa tau semuanya.
Entahlah melihat ada kilatan amarah di mata Evan saat menatap Nenek dan Raihan, Shasa semakin curiga dengan semua yang terjadi diantara mereka bertiga.
Baiklah anggap saja seperti sedang ujian semester, Shasa diberi kisi-kisi oleh gerak-gerik mereka bertiga dan nanti saat kertas soal dibagikan, Shasa pasti akan sangat mudah untuk menyelesaikannya.
Tunggu tanggal mainnya!
"Apakah Shasa mendengar apa yang nenek ucapkan tadi?" tanya Raihan kepada Nenek yang sedang meminum teh yang tadi tidak sempat disentuh oleh Evan.
"Biarkan semuanya berjalan seperti air sungai yang mengalir"
Senyum Nenek kembali muncul tetapi bukan senyum ikhlas melainkan senyuman licik yang biasa dilihat oleh Raihan.
"Terserah Nenek saja" timpal Raihan tertawa pelan, dirinya hanya bertugas untuk menumbuhkan rasa cinta dihati istrinya.
Biarkan semua tugas dilakukan oleh Nenek kesayangannya. Lagipula menumbuhkan rasa cinta di hati Shasa itu sangatlah sulit, lebih sulit daripada meyakinkan Evan untuk akur dan berdamai dengan dirinya.
Raihan tak ingin jika dirinya jatuh cinta sendirian, pokoknya Shasa juga harus mencintai dirinya seperti dirinya mencintai Shasa sepenuh hati dan segenap jiwa.