Setelah sepuluh tahun berumah tangga, akhirnya Sri Lestari, atau biasa di panggil Tari, bisa pisah juga dari rumah orang tuanya.
Sekarang, dia memilih membangun rumah sendiri, yang tak jauh dari rumah kedua orang tuanya
Namun, siapa sangka, keputusan Tari pisah rumah, malah membuat masalah lain. Dia menjadi bahan olok-olokan dari tetangganya.
Tetangga yang dulunya dikenal baik, ternyata malah menjadikannya samsak untuk bahan gosip.
Yuk, ikuti kisah Khalisa serta tetangganya ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tak Pernah Jera
Daffa membuktikan ucapannya. Warung yang di kelolanya, menghasilkan lebih dari target yang di beri syarat oleh Azhar.
Daffa menutup warungnya ketika hampir subuh, akan tetapi, dia hanya menjaga warung sampai jam dua belas malam. Sisanya, dia menyuruh temannya untuk menggantikannya.
Penghuni warung kebanyakan para lelaki, Daffa juga menggunakan wifi sebagai penglaris. Yang mana, memudahkan para pemuda untuk memaikan game kesukaannya.
Karena itulah, warung yang di kelola Daffa begitu ramai. Apalagi, sesekali dia mengadakan mabar bareng.
...****************...
Butuh waktu berbulan-bulan agar kebun sawit milik Rohani terjual.
Dan pada akhirnya, Rohani menyerahkan semua uang dari hasil menjual kebun sawit, untuk Amar kembali membuka usaha.
"Terima kasih mak, doakan anakmu, semoga bisa cepat menggantikan apa yang telah emak korbankan," kata Amar terharu.
Andin pun ikut berterimakasih pada mertuanya, karena telah berkorban begitu banyak untuk kehidupan rumah tangganya.
Amar mulai mencari-cari tempat yang akan di jadikan bengkel las.
Dan ternyata, apa yang dicarinya membutuhkan waktu yang agak lama. Amar tidak menemukan tempat yang pas dalam satu hari, bahkan satu minggu.
Amar mencari tempat, yang bukan di kawasan ramai orang. Akan tetapi, bukan juga di tempat yang sepi.
Amar tahu, mendirikan bengkel las, bisa saja membuat orang-orang terganggu dengan suaranya.
Apalagi, jika di dekat-dekat sana, ada bayi ataupun lansia yang membutuhkan waktu istirahat ekstra.
Hingga akhirnya, Amar mendapatkan tempat yang cocok, setelah hampir satu bulan berkelana.
Amar memilih kebun kosong, yang ada di pinggir jalan, yang di lalui oleh banyak orang. Akan tetapi, pemilik tanah hanya menyewakannya. Tidak menjual tanah itu.
Alhasil, Amar mendirikan sebuah bangunan dari kayu, untuk dijadikan bengkel lasnya.
Hari ini, Rohani kebagian tugas menjaga Nisa. Sedangkan Andin, dia lagi masak untuk di antarkan ke Amar dan juga tiga tukang lainnya.
Rohani yang bosan berada di rumah, memilih mengajak Nisa untuk jalan-jalan.
Hingga, akhirnya, dia berakhir di rumah Tari.
"Semakin hari, kamu semakin senang foya-foya ya Tari," ujar Rohani, kala melihat mainan kuda-kudaan milik Marsha.
"Oo ,,, mainan ini murah kok bu, hanya sekitar tujuh puluh lima aja," sahut Tari, mengerti apa yang dimaksud oleh Rohani.
"Memang, sejak ekonomi kalian membaik, aku lihat kamu sering menghambur-hamburkan uang, apa gak kasihan sama suami mu, siang malam kerja," cerocos Rohani geram.
"Ya, kan uang memang untuk dihabisi bu, lagipula kami punya tabungan kok, gak serta merta menghabiskan semuanya tanpa persiapan ataupun tabungan untuk keadaan darurat," balas Tari lagi. "Lagian, bu Rohani gak capek apa? Setiap hari ada aja hidup orang yang fi komentari ... Seharusnya ibu mengatur hidup ibu sendiri, biar lebih baik, bukan malah komplen dengan kehidupan orang lain, karena tidak semua orang menyukainya," papar Tari membuat Rohani terperangah.
"Aku hanya mengingatkanmu, tapi gak nyangka balasanmu begini ya," ujar Rohani tak terima.
"Aku terima nasehat kok bu, tapi dengan orang yang hidupnya gak hancur lebur seperti ibu, coba ibu ingat-ingat lagi ... Hidup siapa yang lepas dari pantauan mu? Bukan hanya aku, bahkan hidup anak bu Suryani juga penuh dengan komentar pedas dari mu," balas Tari lagi.
"Aku hanya menasehatinya kalian ya ... Dulu, aku, kala di nasehati orang lebih tua, tak pernah tuh, membantah seperti mu, malah aku hanya diam, tak berani membantah, walaupun itu salah," papar Rohani.
"Itu anda, dan aku udah cukup sabar dengan sikap anda selama ini ... Bahkan, tuduhan yang dimana aku mengguna-guna masih membekas di hatiku," terang Tari, menunjuk-nunjuk hatinya sendiri.
"Gak ku sangka, ternyata kamu manusia pendendam Tari, aku kira kamu manusia baik-baik, ternyata ..." Rohani tak melanjutkan ucapannya. Dia menarik paksa Nisa yang sedang naik kuda-kudaan milik Marsha.
Walaupun cucunya menangis, Rohani tak peduli. Hatinya terlalu sakit, mendengar kata-kata menyakitkan dari mulut Tari.
Dengan menggerutu, Rohani menyerahkan Nisa pada Andin, yang sedang membungkus makanan untuk Amar.
"Emak kenapa?" tanya Andin heran.
"Itu, temanmu si Tari, emak hanya memberinya nasehat, eh dia mengatakan jika emak terlalu ikut campur urusan hidupnya," ungkap Rohani dengan berapi-api. "Terus, dia malah mengungkit kesalahan emak tempo dulu, padahal emak udah minta maaf loh, udah minta ampun padanya ... Tapi dia," beber Rohani.
Bahkan dadanya naik turun, karena saking emosinya.
Andin hanya menyimak, tidak mengomentari apapun. Karena sekarang mertuanya sedang emosi. Jadi, percuma saja, nasehat yang dikatakan, tidak akan mempan.
"Sesekali, kamu ingatkan lah, teman mu itu," cerocos Rohani meninggalkan Andin, yang menggeleng-gelengkan kepalanya.
Andin mengantar makan siang, menggunakan sepeda motor. Dia juga mengendong Nisa, menggunakan kain jarik.
Begitu tiba, Amar mendekati istrinya dan mengambil rantang dari tangan Andin.
"Terima kasih ya, maaf sudah merepotkan ... Emak mana?" tanya Amar, karena melihat Nisa di gendongan Andin.
Karena biasanya, Nisa tidak pernah ikut. Rohani melarang Andin membawa Nisa, di bawah teriknya sinar matahari.
Begitu melihat ayahnya, Nisa langsung mengulurkan kedua tangannya. Ia ingin di gendong oleh cinta pertamanya.
"Kamu jangan ikut campur ya, karena disini pasti emak yang salah, nanti biar kita datang sama-sama, dan minta maaf sama Tari," ujar Amar.
Andin mengangguk, kemudian mengambil kembali Nisa dari gendongan Amar. Sebab ia berniat pulang, sedangkan rantang, biasanya di bawa pulang oleh Amar nantinya.
Amar menatap punggung istrinya yang semakin menjauh. Dia menghela napas berat, heran dengan sifat emaknya yang tidak pernah berubah.
"Ya Allah, Engkau sang membolak-balik hati, tolong ubah lah, sifat emak ..." harap Amar tulus.
Kemudian Amar memanggil teman-temannya untuk istirahat, sembari makan siang.
Di perjalanan pulang, Andin berniat membeli sabun cuci piring, serta deterjen. Karena stok di rumah sudah habis.
Tak di sangka-sangka, Tari juga ada di sana. Ada perasaan tak enak, kala melihat wajah Tari.
Ya, walaupun Tari bersikap seperti biasa, akan tetapi rasa sungkan itu tetap ada.
"Beli sabun cuci piring, sama deterjen mbak," pinta Andin pada Tari yang ada disana.
Sedangkan Azhar, sedang bersenda-gurau dengan Marsha.
"Totalnya, dua puluh ribu ... Dari mana Ndin?" tanya Tari basa-basi.
Sambil mengambil uang untuk kembalian.
"Antar makan siang mbak," jawab Andin.
"Oo, belum siap?"
"Tinggal, semen aja mbak ... Lainnya udah, mungkin minggu depan, bang Amar mulai belanja bahan-bahannya," ungkap Andin.
"Semoga berhasil dalam usahanya ya Ndin," ucap Tari tulus.
"Aamiin, doakan ya mbak ... Biar sama kayak mbak, laris manis ..." balas Andin.
Andin yang sudah membalikan badannya, kembali berjalan mendekati Tari.
"Mbak, maaf atas nama emak ya," pinta Andin.
Tari tersenyum, dan menyentuh bahu Andin, seraya mengelusnya pelan.
"Kamu yang sabar ya," balas Tari, setelah sebelumnya mengangguk-anggukan kepalanya.
Semoga masalahnya lekas membaik thor