NovelToon NovelToon
Cinta Dibalik Heroin 2

Cinta Dibalik Heroin 2

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Mafia / Obsesi / Mata-mata/Agen / Agen Wanita
Popularitas:282
Nilai: 5
Nama Author: Sabana01

Feni sangat cemas karena menemukan artikel berita terkait kecelakaan orang tuanya dulu. apakah ia dan kekasihnya akan kembali mendapatkan masalah atau keluarganya, karena Rima sang ipar mencoba menyelidiki kasus yang sudah Andre coba kubur.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sabana01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

TKP yang Dibongkar Ulang

Pita kuning kembali membentang di depan rumah itu.

Rumah yang dulu terasa hidup, kini kembali sunyi. Bahkan lebih sunyi dari sebelumnya. Seolah dinding-dindingnya masih menyimpan gema teriakan, denting pecahan kaca, dan suara tembakan yang memecah pagi.

Andre berdiri di depan pagar, menatap rumahnya sendiri dengan rahang mengeras. Jaket kepolisian yang dikenakannya terasa lebih berat hari itu. Bukan karena lencana di dada, tapi karena beban yang menekan dari dalam.

Ini bukan sekadar TKP.

Ini rumah adiknya. Rumah istrinya.

“Tim forensik sudah siap,” ujar salah satu anggota polisi di belakangnya.

Andre mengangguk pelan. “Mulai.”

Pintu rumah dibuka. Bau khas pembersih dan udara lama bercampur, tapi Andre masih bisa merasakan sesuatu yang lain—bau darah yang seolah sudah meresap ke ingatan, bukan ke lantai.

Ruang tamu sudah dirapikan sejak kejadian itu. Sofa kembali ke tempatnya, vas bunga diganti, karpet dibersihkan. Tapi bagi mata yang terlatih, bekasnya masih ada.

“Gesekan di sini masih kelihatan,” kata Toni, berjongkok di dekat karpet. “Ada bekas seret yang nggak mungkin cuma jatuh.”

Erlang berdiri beberapa langkah dari Andre. Ia tidak banyak bicara, tapi matanya terus bergerak—menyapu sudut-sudut ruangan, jendela, arah pintu masuk.

“Peluru masuk dari sisi kiri,” ujar Erlang akhirnya. “Sudut tembakannya rendah. Pelaku kemungkinan berdiri dekat pintu, bukan dari luar jendela.”

Andre mengangguk. “Itu yang bikin aku yakin… ini personal.”

Ia berjalan ke arah jendela. Tirai ditarik, cahaya siang masuk dengan dingin. “Pelaku tahu jam rumah sepi. Tahu Rima sendirian. Dan tahu ke mana harus mengarah.”

“Artinya,” sambung Toni, “ini bukan perampokan.”

Andre mengepalkan tangan. “Ini pesan.”

Tim forensik mulai bekerja lebih detail. Dinding dipindai ulang. Lantai diperiksa dengan lampu khusus. Setiap sudut yang dulu mungkin terlewat, kini dibuka kembali.

“Kita cari apa pun,” perintah Andre. “Sekecil apa pun.”

Di kamar Feni, suasana terasa berbeda.

Tempat tidur rapi. Lemari tertutup. Meja belajar bersih. Terlalu bersih.

Erlang berdiri di ambang pintu. Ada sesuatu yang mengganggu nalurinya.

“Kamar ini… seperti habis dirapikan buru-buru,” katanya.

Andre masuk, berdiri di sampingnya. “Feni bilang sebelum kejadian, dia nggak sempat beberes. Dia pergi mendadak.”

Toni membuka laci meja. Kosong.

“Biasanya orang panik itu ninggalin jejak,” lanjut Erlang pelan. “Tapi di sini… kayak ada yang sengaja memastikan nggak ada apa-apa.”

Andre menunduk, menatap lantai.

“Pelaku mungkin nggak cuma nyari orang,” katanya lirih. “Tapi nyari sesuatu.”

Kata itu menggantung.

Mereka berpindah ke dapur. Tidak ada tanda kekerasan besar. Tapi di balik tempat sampah, seorang anggota forensik berhenti.

“Pak,” panggilnya. “Ada ini.”

Andre mendekat. Sebuah benda kecil, hampir tak terlihat—pecahan plastik hitam, ukurannya tak lebih besar dari kuku.

“Flash drive casing?” tanya Toni.

Petugas itu mengangguk. “Bagian luarnya. Seperti… ditarik paksa.”

Erlang langsung menegakkan badan. “Jadi memang ada sesuatu di sini.”

Andre menatap benda itu lama. “Atau pernah ada.”

Kepalanya berdenging. Potongan-potongan mulai menyatu.

“Diki bilang ada flash drive,” gumam Andre. “Firman nggak nyimpen di kontrakannya. Dan sekarang… rumah ini berantakan tapi isinya ‘bersih’.”

Erlang menoleh cepat. “Kamu pikir…?”

Andre mengangguk perlahan. “Mereka salah sasaran.”

“Mereka ngira barang itu di Rima,” lanjut Toni. “Atau di rumah ini.”

Dan tidak menemukannya.

Sunyi kembali menyelimuti ruangan.

“CCTV?” tanya Erlang.

Andre menghela napas. “Sudah dicek. Mati tiga puluh menit sebelum kejadian. Bukan rusak—diputus.”

“Profesional,” ujar Erlang pendek.

Andre berjalan ke arah pintu depan. Berdiri di sana, menatap ke luar.

“Pelaku tahu rutinitas kami,” katanya. “Tahu kapan aku nggak ada. Tahu Feni pergi. Dan tahu Rima nggak akan melawan.”

Tangannya bergetar sesaat sebelum ia mengepalkannya kembali.

“Ini bukan orang sembarangan.”

Sore menjelang saat mereka keluar dari rumah itu. Tidak ada temuan besar. Tidak ada wajah. Tidak ada nama.

Hanya kepastian bahwa seseorang sedang bermain di balik layar.

Di tempat lain, Feni duduk di ruang keluarga rumah Bunda Erlang. Ia mencoba membaca, tapi matanya terus melirik ke ponsel.

Erlang belum memberi kabar.

Setiap bunyi notifikasi membuat dadanya mengencang.

“Tenang,” kata Bunda Erlang dari sofa seberang. “Kalau ada apa-apa, kamu akan jadi orang pertama yang tahu.”

Feni mengangguk, meski kecemasan tak sepenuhnya surut.

Ponselnya akhirnya bergetar.

**Erlang:**

*Kami sudah selesai. Aman. Nanti aku ke rumah.*

Feni menutup mata sejenak. Napasnya keluar perlahan.

Namun ia tidak tahu—

bahwa di balik TKP yang tampak kosong itu,

sesuatu telah luput dari perhatian semua orang.

Sesuatu kecil.

Diam.

Dan tersembunyi.

Menunggu waktu yang tepat untuk ditemukan.

...****************...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!