“Aku akan membuatmu hamil, tapi kau harus melakukannya dengan caraku dan hanya aku yang akan menentukannya. Setelah kau hamil, kontrak kita selesai dan pergi dari hidupku.”
Itulah syarat Alexander Ace—bosku, pria dingin yang katanya imp0ten—saat aku memohon satu hal yang tak bisa kubeli di tempat lain: seorang anak.
Mereka bilang dia tak bisa bereaksi pada perempuan. Tapi hanya dengan tatapannya, aku bisa merasa tel4njang.
Dia gila. Mendominasi. Tidak berperasaan. Dan terlalu tahu cara membuatku tunduk.
Kupikir aku datang hanya untuk rahim yang bisa berguna. Tapi kini, aku jatuh—bukan hanya ke tempat tidurnya, tapi juga ke dalam permainan berbahaya yang hanya dia yang tahu cara mengakhirinya.
Karena untuk pria seperti Alexander Ace, cinta bukan bagian dari kesepakatan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ferdi Yasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9 Kau Menyesal?
“Sejak perceraianku dengan suamimu.” Eve mengatakannya dengan gamblang. Dia ingin menunjukkan pada Noah jika dia tidak punya penyesalan sedikit pun atau menangisi pria itu.
“Bukankah itu waktu yang singkat sekali? Bagaimana bisa kalian memutuskan untuk menikah secepat ini?”
“Singkat tidaknya suatu hubungan, sama sekali tidak menjamin kesetian. Bahkan ada yang menjalin hubungan selama bertahun-tahun, tapi malah berakhir dengan pengkhianatan. Jadi, apa salahnya jika aku menerima dia? Alex sangat mencintaiku meskipun kami baru mengenal. Dia bisa menerima bagaimanapun keadaanku. Alasan apalagi yang bisa aku gunakan untuk menolaknya?”
“Ya, ya, kau benar.” Jenny langsung mengiyakan perkataan Eve, padahal selama ini dia adalah orang yang tidak mau mendengar ucapan Eve sama sekali. “Sudahlah, tidak peduli kau mengenalnya berapa lama, yang penting kau akan segera menikah dengan keturunan Ace. Eve, kau pasti akan menjadi ratu di kota ini. Kalau begitu, aku akan menyiarkan dan mengadakan pesta untukmu.”
Eve hanya tersenyum tipis lalu bangkit dari duduknya. “Aku ke sini hanya untuk itu, dan aku akan pulang sekarang. Oh ya, Ibu. Kau memang benar. Aku akan menjadi ratu di kota ini. Karena setiap wanita akan menjadi ratu di tangan pria yang tepat. Aku permisi.”
Sebetulnya perkataan itu dia gunakan untuk menyinggung Noah. Dia juga sengaja membesar-besarkan perasaan Alex padanya, padahal pernikahan itu hanya sandiwara, sementara, dan tanpa rasa.
Setelah Eve pergi, Noah tiba-tiba bangkit dari duduknya. “Celline, aku lupa membawa diapers untuk anak kita. Aku akan keluar untuk membelinya sebentar.”
Noah sengaja keluar untuk menyusul Eve. Keperluan anaknya hanya sebagai alasan saja. Mobil sedan hitam itu melaju kencang, mencari mobil Eve yang belum jauh dari sana. Tepat di jalan sedikit sepi, Noah menambah kecepatan dan memotong jalan Eve tiba-tiba.
Beruntungnya Eve melaju dengan kecepatan sedang. Meskipun begitu, tetap saja keningnya menatap setir mobir. “Ah, shit! Siapa, sih?”
Noah keluar lebih dulu, dia mengetuk jendelanya dan menunggu dia keluar.
“Kenapa lagi? Masih belum puas menggangguku?”
“Jadi dia, alasanmu tidak pulang malam itu?”
Eve tersenyum miring dan melipat kedua tangannya. “Apakah jawaban itu masih penting sekarang?”
“Eve, sepertinya aku tidak salah telah menceraikanmu. Kau tahu, aku hampir menyesal dengan keputusanku. Tapi sekarang tidak. Dengan keadaanmu yang mandul, kau malah bertindak sesuka hati dengan mengencani pria begitu cepat.”
PLAKK
Eve tidak lagi menahannya. Dia sudah banyak menelan perkataan pahit dari pria itu, dan sekarang dia tidak akan terima jika Noah juga merendahkannya.
“Asal kau tahu, jika aku memang seperti itu, aku tidak akan sudi menikah denganmu. Lebih baik aku mengencani lusinan pria di luar sana daripada terikat pernikahan yang menyakitkan!”
“Memangnya aku akan percaya dengan apa yang kau katakan?”
“Percaya atau tidak, itu sama sekali tidak berpengaruh bagiku. Apa kau lupa, kita sudah selesai dan apa pun urusanku, itu sama sekali tidak ada hubungannya denganmu.”
Noah bungkam mendengarnya.
Sebenarnya dia sendiri pun tidak tahu kenapa dia sampai seperti ini.
Setiap kali dia mendengar berita mengenai Eve dengan Alex, hatinya terasa memanas seperti terbakar api hingga itu membuat dia mengeluarkan kata-kata menyakitkan seperti tadi.
Eve pulang dengan linangan air mata. Jika Noah mengatakan dirinya pembohong atau apa pun, dia masih bisa terima, tapi kali ini Noah benar-benar menyakiti hatinya sekali lagi.
Tidak terasa air matanya berlinang.
“Argh ..! Aku akan membuatmu menyesal telah menceraikan aku, Noah! Lihat saja, aku pasti akan lebih bahagia daripada dirimu. Suatu saat, kau akan kembali dan berlutut memintaku untuk kembali padamu.”
Dia berteriak seolah-olah melihat Noah di depan mata kepalanya.
Imajinasi liarnya berfungsi.
Saking kesalnya dengan Noah, dia melihat mobil sedan hitam di depannya itu seperti mobil Noah. Dan dengan kesal dia menginjak gas hingga menghantam bagian belakang mobil tersebut.
Tabrakan itu memang tidak begitu keras, tapi itu sudah membuat kedua mobil penyok. Eve terjungkal ke depan, sedangkan penumpang di dalam mobil yang dia tabrak tadi segera keluar untuk memeriksa.
Rupanya itu adalah Rayyan, dan Alex menyusul keluar setelahnya.
Alex keluar dengan langkah tenang, tapi dari rahangnya yang mengeras dan pandangan tajamnya, Eve tahu bahwa ... dia dalam masalah besar!
“Mereka? Ah, sial sekali, sih!” Eve menggigit bibirnya dengan ketakutan. Kedua tangannya mencengkeram kemudi, sementara tubuhnya sudah berkeringat dingin.
Ragu-ragu dia keluar, memasang wajah tak berdosa sambil nyengir.
Rayyan menghela napas kasar dan melipat kedua tangannya. Jika saja status Eve saat ini bukan calon istri Alex, mungkin dia sudah menggantung wanita itu di alun-alun.
“Itu … maaf. Saya, saya tidak sengaja tadi.”
Jelas-jelas dia sengaja, tapi karena melihat tatapan Rayyan yang ingin mengunyahnya hidup-hidup, tidak mungkin juga dia mengatakan yang sebenarnya.
“Jika kau sengaja, aku akan mengatakan jika kau sedang mencoba bunuh diri.” Alex berkata dengan datar, seolah itu bukanlah kesalahan sama sekali.
“Rayyan, bawa mobilnya ke bengkel. Dan kau, masuklah ke dalam.” Alex menunjuk mobilnya dengan dagu.
“Tapi … tapi saya yang menabrak mobil Anda. Kenapa Anda yang membawa mobil saya ke bengkel?”
“Kau sanggup membawa mobilku ke bengkel?”
Eve melihat kerusakan yang ia akibatkan. Matanya melebar. Selain itu, jelas bahwa mobil Alex jauh lebih mahal berkali-kali lipat dari miliknya. Membawa mobil Alex ke bengkel, sama dengan menyerahkan nyawa!
Buru-buru dia mengambil tasnya di mobil, lalu masuk ke mobil Alex. Lagipula ini bukan pertama kalinya mereka dalam satu mobil.
Tidak ada pembicaraan apa pun hingga mereka tiba di depan apartemen. Eve juga tidak tahu dari mana pria itu tahu alamatnya. Tapi dia tahu, untuk pria seperti Alex, dia bisa mendapat informasi apa pun yang dia inginkan.
“Terima kasih sudah mengantar saya pulang.” Eve menunduk sedikit, lalu keluar dengan napas lega.
Dia pikir setelah itu Alex akan pergi. Tapi ternyata, pria itu ikut keluar juga.
“Anda … tidak—“
“Biasakan dirimu untuk tidak memanggilku terlalu formal. Kita akan segera menikah. Tidak masuk akal jika aku tidak tahu di lantai mana kau tinggal.”
Ah, iya. Mereka akan menikah.
Entah kenapa membawa Alex ke kamar apartemennya menjadi begitu menakutkan. Padahal saat dia ada di kamar bersama Darren, rasanya tidak semenakutkan ini.
Ketika pria itu masuk dan pintu ia tutup, tiba-tiba suhu ruangan seperti turun drastis. Setiap ruangan seperti dilapisi es. Dingin dan menusuk.
Dia imp0ten! Imp0ten! Tidak akan terjadi apa pun, Eve!
Eve membenamkan kalimat itu di kepalanya.
“Saya- maksudnya, aku akan membuatkan minum untukmu. Duduklah!” ucapnya canggung.
Sementara Alex seperti tidak peduli. Dia bergerak ke beberapa sisi, melihat-lihat.
Selain foto dirinya sendiri dengan Manda, tidak ada apa pun yang bisa dilihat Alex. Hanya beberapa vas bunga kecil di beberapa sudut yang tidak luas.
“Kau tidak memasang foto orangtuamu?”
“Orangtua?” Eve menertawakan dirinya sendiri dengan senyum samar. “Apa itu penting?”
“Meski ini pernikahan sandiwara, tetap saja harus terlihat nyata.”
“Aku tidak memilikinya. Aku bahkan tidak tahu apakah aku masih dianggap anak atau tidak.”
Alex tidak berkomentar. Dia duduk di meja bar, menunggu kopinya.
Setelah itu disajikan, Eve menarik kursi di depannya, duduk di sana. Daripada kemarin, kali ini wajah Eve terlihat lebih lunak. Tapi ekspresi itu datar. Tidak terlihat marah, melainkan lebih ke wajah orang yang putus asa.
“Apa kau menyesal akan menikah denganku?”
Eve menatapnya, dia diam beberapa saat.
***