Kisah Lyla, seorang make-up artist muda yang menjalin hubungan diam-diam dengan Noah, aktor teater berbakat. Ketika Noah direkrut oleh agensi besar dan menjadi aktor profesional, mereka terpaksa berpisah dengan janji manis untuk bertemu kembali. Namun, penantian Lyla berubah menjadi luka Noah menghilang tanpa kabar. Bertahun-tahun kemudian, takdir mempertemukan mereka lagi. Lyla yang telah meninggalkan mimpinya sebagai make-up artist, justru terseret kembali ke dunia itu dunia tempat Noah berada.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon meongming, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28 : Sentuhan yang mendebarkan
Sudah seminggu sejak hari audisi itu
Lyla hampir nggak sadar waktu berjalan secepat ini. Setiap hari terasa penuh—les, tugas, dan latihan ujian yang makin padat.
Di meja belajar kamarnya, tumpukan buku sudah seperti benteng kecil. Pensil di tangannya berhenti menulis, matanya justru menatap ponsel di pojok meja.
Tidak ada notifikasi baru.
“Noah belum kirim pesan lagi, ya…” gumamnya pelan.
Seminggu ini, mereka hanya sempat bertukar kabar singkat. Noah bilang jadwalnya agak padat, ada beberapa latihan dan pertemuan dengan orang agensi.
Lyla menghela napas, lalu tersenyum tipis.
“Dia pasti sibuk… nggak apa-apa,” bisiknya, mencoba meyakinkan diri sendiri.
Namun saat malam tiba dan ia menatap langit-langit kamar, pikiran itu datang lagi.
Ia rindu cara Noah menatapnya sambil tersenyum—rindu percakapan kecil mereka yang selalu berakhir dengan tawa pelan.
**
Keesokan harinya di kelas, Lyla duduk di bangku dengan dagu bertumpu di tangan.
Guru menjelaskan rumus panjang di papan tulis, tapi yang terlintas di kepalanya cuma satu nama. Saat bel istirahat berbunyi, salah satu temannya menepuk bahunya.
“Lyla, ke kantin nggak?”
Lyla menoleh, tersenyum canggung. “Kalian duluan aja, ya. Aku nyusul nanti.”
Begitu teman-temannya pergi, Lyla menatap keluar jendela kelas. Langit siang tampak cerah, tapi entah kenapa dadanya terasa sedikit berat.
Tiba-tiba ponselnya bergetar.
Nama pengirimnya membuat matanya langsung berbinar.
Noah: Kamu masih di sekolah?
Jantung Lyla berdebar. Ia buru-buru mengetik balasan, senyum kecil muncul di wajahnya.
Iya, baru istirahat.
Balasan datang cepat.
Nanti sore bisa ketemu sebentar? Aku mau kasih tahu sesuatu.
Lyla menatap layar beberapa detik.
"Sesuatu?" Senyumnya makin lebar, tapi di dalam hati, ada sedikit rasa gugup yang ikut tumbuh tanpa alasan.
**
Begitu bel pulang sekolah berbunyi, Lyla langsung berlari kecil keluar dari gerbang. Hari ini… tidak ada les, tidak ada tugas tambahan Hanya ada satu tujuan di pikirannya danau di ujung jalan, Tempat mereka pernah duduk berdua.
Langit cerah, tapi angin sore terasa lembut. Sepatu Lyla menapaki jalan setapak berkerikil sambil sesekali ia menarik napas dalam Sudah seminggu… seminggu tanpa melihat Noah di sekolah.
Begitu sampai di tepi danau, langkahnya melambat Di sana.. duduk menghadap air yang berkilau, dengan rambut sedikit berantakan tertiup angin... Noah.
Lyla terdiam. Ada sesuatu di punggung itu yang terasa hangat dan… menenangkan rasanya ingin berlari, lalu memeluknya begitu saja. Karena selama seminggu ini, ia bahkan tak tahu betapa rindunya ia.
Ia akhirnya berjalan mendekat perlahan “Noah…” panggilnya pelan.
Noah menoleh. Begitu melihat Lyla, bibirnya langsung melengkung kecil “Kamu datang juga.”
Lyla mengangguk cepat, napasnya sedikit tersengal karena terburu-buru “Hehe… iya. Aku takut kamu udah pulang.”
“Mana mungkin,” Noah berdiri, matanya menatap lembut. “Aku bilang kan, aku bakal nunggu.”
Angin sore meniup rambut Lyla pelan. Ia menunduk, senyum malu-malu muncul di wajahnya “Kamu… kelihatan beda. Kayak lebih tenang, ya?”
“Mungkin karena akhirnya bisa lihat kamu lagi.”
Lyla langsung tersipu, menunduk makin dalam “Jangan gitu ah…” katanya lirih.
Noah tertawa kecil. Lalu, setelah hening sesaat, ia berkata pelan, “Lyla… aku lolos audisi tahap pertama.”
Lyla mengangkat kepala cepat.
Matanya membesar, seolah tak percaya dengan apa yang baru ia dengar.
“Beneran?!”
Noah mengangguk pelan, senyumnya tipis tapi jelas bahagia "Baru dapat kabarnya siang ini.”
Lyla spontan menepuk kedua tangannya, hampir melompat kegirangan “Ya ampun.. Noah! Aku tahu kamu pasti lolos!”
Noah terkekeh kecil, menatap Lyla yang kini tak bisa menyembunyikan senyum lebarnya.
“Kamu yakin banget dari awal, ya?”
“Iya lah!” jawab Lyla cepat, matanya berbinar.
“Kamu kan hebat."
Noah menatap Lyla beberapa detik, lalu perlahan menunduk sedikit, suaranya lebih lembut. “Tapi aku sempat ragu, tau…”
Lyla menatapnya bingung.
“Ragu kenapa?”
“Soalnya waktu itu kamu yang aku lihat duluan di ruang tunggu.”
“Entah kenapa, aku ngerasa… kalau kamu ada, aku jadi tenang.”
Lyla terdiam. Pipinya mulai memanas, tapi hatinya justru terasa hangat sekali.
“Kamu tuh ngomongnya… bikin orang salah paham,” bisiknya sambil menunduk.
Noah tersenyum, matanya menatap danau.
“Nggak apa-apa. Kadang salah paham itu… bikin hati lebih tenang juga.”
Lyla melirik Noah sekilas. Hening sesaat, tapi hening yang lembut yang cukup membuat suara angin dan degup jantung sendiri terdengar.
“Selamat ya, Noah,” ucap Lyla pelan, “Aku bangga banget.”
Noah menoleh, menatap Lyla lama.
“Makasih, Lyla. Kamu juga bagian dari alasanku bisa sampai sini.”
Beberapa detik mereka hanya diam, menikmati suara riak air dan daun yang berjatuhan.
Noah akhirnya buka suara.
“Kalau aku mulai trainee nanti… mungkin bakal sibuk banget.”
Lyla menatapnya pelan, matanya menunduk sedikit. “Iya, aku tahu…”
Noah menoleh, senyumnya kecil tapi matanya serius. “Tapi aku janji, aku bakal selalu hubungin kamu. Gimana pun caranya.”
Lyla mendongak, menatapnya dengan tatapan yang nyaris bergetar.
“Beneran?”
“Iya,” Noah mengangguk. “Mau sesibuk apa pun, aku nggak mau kamu ngerasa aku ngilang.”
Lyla tersenyum kecil, matanya sedikit berkaca. “Kamu ngomongnya kayak mau pergi jauh banget.”
“Soalnya emang gitu rasanya,” Noah menjawab, suaranya rendah. “Tapi tenang aja, aku bakal balik ke sini. Ke danau ini. Sama kamu.”
Lyla menunduk, menggenggam ujung rok seragamnya yang tertiup angin. “Kalau gitu… aku bakal nunggu di sini.”
Noah menatap Lyla lama, lalu tersenyum hangat.
“Deal, ya?”
Lyla mengangguk pelan.
“Deal.”
Angin senja bertiup lagi, membawa suara lembut riak air—dan dua hati muda yang diam-diam sedang berjanji. Lyla menatap danau yang memantulkan cahaya sore. Angin lembut berhembus
Tanpa sadar, ia berkata,
“Aktor favoritku, Julian, ternyata juga di agensi yang sama kayak kamu. Kalau kamu nanti ketemu dia… mintain tanda tangan buat aku, ya?”
Noah masih menatap ke air, tapi sudut bibirnya sedikit naik. “Jadi aku bukan aktor favoritmu, ya?” katanya pelan, nada suaranya datar tapi ada senyum tipis di sana.
Lyla terkejut, matanya membulat. “Eh, bukan begitu! Kamu tuh… beda.”
Noah menoleh sebentar, menatapnya dengan ekspresi lembut. “Beda gimana?” tanyanya singkat.
Lyla menunduk, wajahnya memerah sampai ke telinga. “Ya… beda aja.”
Noah memperhatikan Lyla yang terus menunduk, bibirnya membentuk senyum kecil. “Kamu kenapa nunduk terus?”
Lyla mendongak perlahan—dan baru sadar, wajah mereka begitu dekat. Jaraknya cuma beberapa jengkal. Udara di antara mereka terasa hangat, bahkan jantung Lyla pun seolah lupa cara berdetak dengan benar.
Noah diam sesaat, matanya menatap Lyla dalam-dalam, lalu dengan lembut menyentuh ujung rambut Lyla yang tertiup angin.
Waktu seakan berhenti.
Jarak di antara mereka menghilang, menyisakan debar yang tak sempat diucap.
Sesuatu yang hangat dan singkat menyentuh, membuat wajah Lyla memanas seketika.
Sesaat hening setelah kejadian yang mendebarkan itu. Suara angin dan riak air danau jadi satu-satunya yang terdengar.
Lalu Noah tersenyum kecil. “Ini yang kedua kalinya.”
Lyla langsung menoleh cepat, wajahnya merah padam. “Hentikan!” katanya pelan tapi panik.
Noah malah terkekeh pelan, dengan nada jahil. “Aku cuma ngitung,” ujarnya santai, membuat Lyla makin menunduk malu sambil menutup wajahnya.