Ketika hati mencoba berpaling.. namun takdir mempertemukan kita di waktu yang berbeda. Bahkan status kita pun berubah..
Akankah takdir mempermainkan kita kembali? ataukah justru takdir menunjukkan kuasanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SUNFLOWSIST, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28. KUNJUNGAN KE RUMAH IBU WIRA
Matahari mulai terbangun dari peraduannya, memancarkan sinarnya dengan begitu hangatnya dan menghapus titik-titik embun di dedaunan. Seolah menghangatkan tubuh dari udara dingin, dan membakar semangat pagi di hari yang baru.
Dengan berbalut kaos polo dan celana jeansnya, Wira sudah bersiap menunggu kedatangan Naya di taman rumah sakit. Hari ini adalah hari libur Wira, bertepatan dengan hari ini juga ia akan memperkenalkan Naya kepada ibunya.
Namun jauh dari kesiapan Wira. Naya masih berkutat di kamarnya. Mengemasi beberapa bajunya ke dalam koper. Karena hari ini bertepatan juga dengan kepulangan Naya dari rumah sakit. Ia sudah diperbolehkan pulang namun masih wajib kontrol setiap minggunya. Sementara bayinya masih harus tetap tinggal di rumah sakit sementara waktu.
Berbalutkan dress selutut berwarna silver dan rambutnya yang dipotong menjadi sebahu menambah kesan fresh untuk penampilannya kali ini.
Langkahnya gontai keluar dari kamar itu. Ia tidak mengira akan tiba hari ini dalam hidupnya. Hari dimana kebebasannya dari tempat yang dipenuhi dengan mimpi buruk.
Perlahan langkah kakinya berjalan menuju ke ruang inkubator. Hingga sampailah ia tepat di depan ruangan itu. Sosok kecil dan mungil yang menjadi penyemangat hidupnya kini tertidur dengan begitu pulas.
"Zayn... Maafkan ibu.. Ibu belum bisa memberikan keluarga yang utuh. Namun satu hal yang pasti, ibu akan berusaha menjadi yang terbaik untukmu. Ibu hanya bisa berharap semoga kehidupanmu kelak dikelilingi orang - orang yang sangat menyayangimu. Selalu dilimpahkan kebahagiaan. Apapun yang terjadi ibu akan selalu ada untukmu sayang.." Tetesan air mata Naya akhirnya luruh juga.
"Ehmmm... Oh. Akhirnya keluar juga kamu dari rumah sakit ini. Maafkan aku Nay... Aku sangat menyesal dengan tindakanku tempo hari. Aku sangat menyesal kenapa aku membiarkanmu hidup, harusnya aku membunuhmu saat itu juga. Kau menjadi penghalang kebahagiaanku bersama Wira."
"Cukup !! Hentikan dokter Laras. Kemarin aku masih cukup sabar menghadapimu. Tapi sekarang... Aku tidak akan membiarkanmu menginjak - injak harga diriku lagi. Dokter Laras sudah sangat keterlaluan." ucap Naya dengan emosinya yang meledak - ledak.
Dihempaskannya tubuh Naya hingga membentur tembok. Tangan Laras mencengkeram kuat perut Naya.
"Aww..." pekik Naya menahan kesakitannya.
"Jangan pernah sekalipun kau membentakku. Kau bukanlah tandinganku. Bagiku kau hanyalah wanita rendahan yang beruntung mendapatkan perhatian dari Wira. Tunggu saja saatnya Wira akan bosan denganmu wanita jalang.. Kau akan dibuang begitu saja olehnya.. Kita lihat saja siapa yang akan menang.. Aku atau Kau.."
Laras menyeringai licik penuh kemenangan. Ia pun berjalan dengan begitu angkuhnya meninggalkan Naya yang sedang kesakitan.
Dengan sisa tenaga yang ada, Naya berjalan meninggalkan ruangan itu. Langkah kakinya berjalan perlahan menuju ke taman, tempat Wira yang sudah menunggunya.
Wira yang dari kejauhan melihat kedatangan Naya bergegas berlari mendatanginya.
Dengan penuh kelembutan Wira menggandeng tangan Naya. "Kamu sudah siap?"
Naya hanya mengangguk kecil. Menahan perih di bagian perutnya, namun sebisa mungkin ia mencoba tetap terlihat tenang di hadapan Wira. Ia tidak mau merusak momen kecil Wira bersamanya. Hingga akhirnya kedua pasangan itu meninggalkan rumah sakit.
Suasana pagi yang begitu hangat. Begitu juga suasana di dalam mobil Wira. Di tengah aktivitasnya mengemudi, tampak Wira yang sesekali mencuri pandang kepada Naya. Menatap penuh kekaguman akan kepolosan dan kecantikan alami Naya.
"Kita sarapan dulu ya.. Kamu juga sudah waktunya minum obat pagi kan?" senyum hangat tercetak jelas di wajah Wira.
"Kamu mau sarapan apa? Nasi apa bubur? Atau kamu mengingikan menu yang lain?"
Naya merasa tidak nyaman dengan semua perhatian Wira. Ia takut akan terbuai dengan semua perhatian itu dan kembali tersakiti lagi.
"Dokter perlakukan aku seperti biasa saja. Jangan terlalu berlebihan. Aku tidak pantas menerima semua perhatian itu."
Wira mengernyitkan keningnya, mencoba memahami maksud dari ucapan Naya. Ia hanya bisa menghembuskan nafasnya dengan perlahan. Ia lupa bahwa Naya bukanlah wanita biasa pada umumnya. Kejadian buruk yang bertubi - tubi menimpanya menjadikannya pribadi yang tertutup dan membatasi dirinya dari orang lain.
"Apa aku membuatmu tidak nyaman? Maafkan aku.. Aku hanya terlalu bersemangat hari ini." ucapnya Wira dengan nada penuh penyesalan.
Suasana kembali menjadi sunyi. Hanya suara alunan musik yang memecah keheningan diantara mereka. Hingga akhirnya mobil Wira berjalan perlahan menuju kerumah ibunya.
Sebuah rumah yang sangat sederhana terletak di pinggiran kota Bandung. Sebuah rumah kayu yang begitu tenang. Rumah yang berdiri dengan begitu kokoh. Hamparan taman dengan bunga mawar yang tampak begitu indah.
Sejuk dan penuh ketenangan..
Itulah yang Naya rasakan saat pertama kali menginjakkan kakinya di rumah Wira.
"Sangat indah .. "
Wira tersenyum lembut. Ia tidak menyangka Naya akan suka dengan tempat ini. "Ayo masuk.." ucapnya seraya menggandeng tangan Naya.
"Apa tidak apa - apa dok, aku ikut masuk?" tanya Naya dengan penuh keraguan.
"Tenanglah ada aku bersamamu. Semuanya akan baik - baik saja. Percayalah."
Akhirnya Wira berjalan beriringan dengan Naya memasuki teras. Disana sudah ada Ibu Wira mengenakan gamis panjang dengan hijabnya yang sedang asyik berkebun.
"Assalamualaikum.. " ucap Wira dengan senyum hangatnya.
"Waalaikumsalam.. Akhirnya kamu pulang juga nak... Ibu sudah me.. "ucap Ibu Wira terhenti saat matanya bertabrakan dengan tatapan Naya.
"Assalamualaikum.. " ucap Naya sembari menyodorkan tangannya kepada ibu Wira.
"Waalaikumsalam..."
Perlahan Naya menunduk dengan sopan dan mencium tangan Ibu Wira dengan takzim.
Ibu Wira menatap Naya dengan sorot matanya yang sulit diartikan. Hingga akhirnya ia menatap ke perut Naya.
"Astaga... Apa yang terjadi? Kenapa ada noda darah di bajumu?" ucap Ibu Wira dengan wajah paniknya.
"Darah? Apa maksud ibu?"
Dengan cepat Wira membawa Naya untuk duduk di kursi teras itu. Dilihatnya bercak darah yang menempel pada baju Naya.
"Apa yang terjadi? Kenapa bisa ada darah di bajumu Nay? Apa kamu tadi terjatuh? Kita ke rumah sakit saja kalau begitu. Aku khawatir lukamu infeksi."
"Nak... Satu - satu pertanyaanmu. Jangan membuatnya panik."
Wira mencebik kesal. "Terus aku harus bagaimana bu? Naya berdarah.. Aku takut.. " ucapan Wira menggantung diudara, tatkala jemari tangan Naya menyentuh tangan Wira dengan penuh kelembutan.
"Dokter aku baik - baik saja. Jangan khawatirkan aku."
Ibu Wira menatap cara Naya menenangkan Wira. Hanya dengan sentuhan lembut dati tangannya sudah mampu membuat Wira tenang. Suatu kelebihan tersendiri bagi Naya yang mampu menarik simpati ibu Wira.
"Apa kau melupakan ibu nak? Ibu dulu juga seorang perawat sebelum menikah dengan ayahmu."
Sebuah ucapan dari ibu Wira yang mampu membuat kedua orang itu menjadi kikuk..
kerahkan para intelejen buat nyari Naya sampai ke lobang tikus sekalipun....ah nggak ada usaha banget sih 😬😬😬