NovelToon NovelToon
Se Simple Bunga Selamat Pagi

Se Simple Bunga Selamat Pagi

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Cintapertama / Dokter / Romansa
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: happy fit

kinandayu gadis cantik tapi tomboy terlihat semaunya dan jutek..tp ketika sdh kenal dekat dia adalah gadis yang caring sm semua teman2 nya dan sangat menyayangi keluarga nya....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon happy fit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

chapter 30 - day one riweh nya ospek

Hari pertama ospek datang seperti gelombang besar yang menampar Kinan sebelum ia sempat benar-benar siap. Jam enam pagi alarm sudah berbunyi, tapi ia baru bangun jam enam lewat lima belas. Rambutnya masih acak-acakan, matanya masih berat—tapi ia langsung duduk tegak saat ingat sarannya panitia:

“Jangan telat. Panitia tidak pernah bercanda.”

Dengan kecepatan yang mengejutkan dirinya sendiri, Kinan mandi, ganti baju, memasukkan peralatan ospek ke dalam totebag, lalu berdiri di depan kaca. Hoodie putih, celana jeans biru muda, rambut diikat rapi, name tag tergantung di depan dada. Ia menarik napas panjang.

“Bismillah. Hari pertama jadi calon dokter.”

Ia membuka pintu kamar, dan langsung disapa suara ramai dari lorong kos. Anak-anak dari kamar lain sudah siap, beberapa sibuk nenteng galon, beberapa panik mencari name tag, ada yang ribut soal pita seragam yang harus ditempel.

“Kak, pita biru kak! Pita biru!!”

Seorang maba cowok teriak sambil ngibrit dari ujung lorong.

Kinan ketawa kecil.

Ternyata bukan cuma dia yang gugup.

Saat turun tangga, ia ketemu Kak Marsha—senior yang tinggal di kamar bawah—yang langsung senyum melihat Kinan muncul dengan wajah panik manis.

“Tenang aja, Dek. Ospek itu rame tapi seru. Kamu pasti survive.”

Kinan tersenyum lemah.

Semoga Kak Marsha nggak bohong.

Begitu keluar kos, suasana Jogja pagi terasa segar. Jalanan Pogung dipenuhi mahasiswa baru yang berjalan cepat dengan totebag besar, beberapa sambil makan roti, beberapa sambil mengeluh.

“Ini ospek apa piknik ya, barangnya banyak banget.”

“Aku deg-degan sumpaaaah…”

“Udah lah… hidup baru dimulai hari ini.”

Kinan berjalan bareng dua anak kos yang ia kenal kemarin: Tari dan Wulan.

“Kinan, kamu bawa karton biru kan?” tanya Tari gugup.

“Bawa. Kamu?”

“Aku bawa, tapi kepentok pintu jadi penyok,” jawab Tari sambil pasrah.

Wulan malah ngakak. “Karton aja udah penyok, apalagi hati kita nanti.”

Kinan tertawa keras.

Baru jalan lima menit mereka udah panik bercanda, semoga mental tetap aman sampai akhir acara.

---

Gerbang fakultas sudah ramai seperti festival. Panitia berdiri di berbagai titik, pakai seragam rapi dan tatapan tajam penuh wibawa. Mahasiswa baru diarahkan untuk baris sesuai kelompok masing-masing.

Kinan bertemu kelompoknya: Kelompok 7, warna pita biru muda.

Teman satu kelompoknya banyak wajah baru, tapi ada satu cowok yang dari tadi senyum-senyum ramah, tinggi, pakai kacamata bulat. Namanya Rama.

“Eh, kamu Kinan kan?”

“Iya, kok tahu?”

“Kita satu grup WhatsApp. Foto profile kamu sama kayak yang dipakai sekarang.”

“Hah?! Kamu hafal??”

Rama mengangkat bahu santai. “Aku observant.”

Kinan langsung merasa sedikit… waspada.

Tapi yaudahlah, minimal dia ramah dan nggak jutek.

Panitia mulai menghitung barisan. Suaranya tegas tapi nggak galak. Untungnya ospek FK UGM memang terkenal edukatif, bukan yang teriak-teriak intimidasi.

“Selamat datang di keluarga besar Fakultas Kedokteran.”

Kinan berdiri tegap, matanya sedikit bergetar.

Kalimat itu masuk ke dada seperti sesuatu yang berat… tapi membanggakan.

Dari kecil ia ingin memakai jas dokter.

Hari ini langkah pertama benar-benar dimulai.

---

Acara pertama berlangsung di hall besar. Ada sambutan, perkenalan fakultas, pemutaran video inspiratif, dan berbagai sesi motivasi. Kinan mendengarkan dengan fokus—meski kadang matanya mengantuk karena AC hall dingin banget.

Rama yang duduk di sebelahnya sempat nyolek lengan Kinan.

“Kin, kamu bawa jaket nggak? Mukamu udah kayak es batu.”

Kinan langsung merapikan hoodie dan memeluk dirinya sendiri. “Bawa kok. Ini dingin banget ya.”

“Iya, kayak dalam kulkas.”

Kinan ketawa pelan.

Rama ini ternyata agak receh.

Di sela-sela acara, break singkat diberikan. Maba langsung menyerbu kantin fakultas. Kinan berhasil membeli roti dan minum, lalu duduk di meja sambil membuka chat Danu.

Danu:

“Udah sampai kampus belum?” (dikirim 1 jam lalu)

Kinan:

“Udah. Aku lagi break. Capek juga ya.”

Balasan datang secepat kilat.

Danu:

“Kamu makan dulu. Jangan sampe pingsan. Nanti aku diculik orang Jogja.”

Kinan hampir tersedak roti.

Kinan:

“PLIS jangan ngigau.”

Danu:

“Tapi serius. Aku kangen kamu.”

Kinan menggigit bibir, pipi langsung panas.

Saat mau bales, Maya tiba-tiba spam.

Maya:

“KINAN UDAH OSPEK?? GILA AKU DEG2AN PADAHAL AKU GAK IKUT OSPEK KAMU.”

Andi:

“Kin, doakan kami. Maya barusan lupa bawa pita kelompok.”

Maya:

“KALAU AKU DIOMELIN PANITIA, ANDI YANG SALAH.”

Kinan ngakak kencang.

Ospek bestinya jauh lebih chaos daripada hidupnya sendiri.

Setelah break selesai, acara kembali berjalan. Lalu sesi luar ruangan dimulai, di mana kelompok harus bekerja sama dalam permainan-permainan kecil yang melatih kekompakan.

Di sinilah drama kecil terjadi.

Rama, yang sedari tadi lumayan dekat, tiba-tiba memegang karton Kinan.

“Biar aku bawain. Kamu udah bawa banyak.”

Kinan cepat-cepat mengambil ulang kartonnya. “Eh, nggak usah! Aku bisa kok.”

“Serius? Berat loh kalau digenggam terus.”

“Gapapa. Aku pegang sendiri.”

Rama mengangguk, tapi tatapannya kayak bilang: ‘cewek ini keras kepala ya’.

Tapi ya sudahlah.

Kelompok 7 ternyata kompak dan banyak ketawa. Ada satu tugas bikin yel-yel, dan mereka memilih yel-yel absurd yang liriknya nggak ada hubungannya sama kedokteran.

“Kita dokter masa depan—UH HAAA!

Kita anak FK—UH HAAA!

Panas dingin tetep kuat—UH HAAA!”

Panitia sampai tepok jidat.

Tapi minimal kelompok mereka jadi pusat perhatian.

---

Ospek berakhir jam empat sore. Kinan pulang dengan kaki pegal, kepala penuh informasi, dan hati yang campuran antara bangga dan cape.

Saat membuka pintu kamar kos, ia hampir ingin langsung ngelempar tas dan tidur. Tapi ia masih punya satu ritual kecil: mandi air hangat sambil merenungi hidup.

Setelah mandi, ia duduk di kasur dengan rambut masih basah, meminum air dingin sambil melemaskan pundak.

Jogja sore itu sama indahnya dengan pagi—suara motor maba yang baru pulang ospek, suara angkringan buka, dan cahaya matahari yang memantul lembut di jendela kos.

Ponsel bergetar.

Danu:

“Sayang, kamu udah pulang?”

Dada Kinan langsung hangat lagi.

Kinan:

“Udah. Capek banget sumpah.”

Danu:

“Mau aku telepon?”

Kinan tersenyum.

Kinan:

“Iya, tapi jangan lama-lama. Aku mau istirahat.”

Tak sampai semenit, ponsel berbunyi.

Begitu layar menampilkan wajah Danu, rasa capeknya turun 50%.

“Kamu kenapa lesu banget sih,” kata Danu sambil merengut manja.

“Karena ospek isinya berdiri, jalan, dengerin, berdiri lagi, jalan lagi…”

“Kasian pacarku.”

“Jangan begitu dong…”

“Aku boleh liat kamar kamu?”

Kinan memutar kamera.

Danu tersenyum puas.

“Rapih banget. Khas kamu. Kalau aku ke Jogja, aku boleh tidur situ nggak?”

“Danu.”

“Apa?”

“Jangan mancing-mancing.”

“Aku cuma nanya.”

“Jawaban aku: nggak.”

Danu ngakak keras.

“Ah, sayangku pemalu.”

Mereka ngobrol beberapa menit. Danu cerita tentang persiapan kuliah di Bandung, tentang tugas awal di Arsitektur, tentang teman-teman barunya. Kinan mendengarkan sambil menyandarkan kepala di bantal.

Pada titik tertentu, suara Danu terdengar lebih lembut.

“Kin…”

“Hm?”

“Aku bangga banget sama kamu.”

Kinan langsung membuka mata.

“Serius?”

“Serius. Kamu udah berani tinggal jauh dari rumah. Kamu mulai hidup baru sendirian. Aku tau itu nggak gampang. Kamu hebat.”

Kinan menggigit bibir, menahan rasa hangat yang menyebar di dadanya.

“Dan aku,” lanjut Danu, “akan selalu ada buat kamu. Jauh atau dekat.”

Kinan menunduk, menutup wajah dengan tangan.

“Danu… kamu bikin aku nangis.”

“Bagus.”

“BAGUS??”

“Biar kalau aku nggak bisa peluk kamu sekarang, minimal aku yang bikin kamu merasa.”

Kinan menatap layar.

Cowok itu—kekasihnya—tersenyum hangat.

Bukan senyum yang terlalu manis, tapi senyum yang selalu berhasil menenangkan.

“Aku sayang kamu, Danu.”

“Aku lebih sayang kamu, Kin.”

Malam Jogja turun perlahan.

Dan di kamar kos kecil itu, Kinan merasa… bahagia.

Lelah, tapi penuh.

Capek, tapi bangga.

Hari pertama ospek bukan cuma tentang fakultas dan senior.

Tapi tentang menyadari bahwa ia bisa bertahan, bahkan berkembang.

Dan bahwa ada seseorang di Bandung—yang meski jauh—selalu menjadi tempat pulangnya.

Hari baru sudah dimulai.

Dan Kinan tahu: ia akan baik-baik saja.

Malam itu angin semilir dan terasa ringan ketika Kinan turun dari kos dengan hoodie tipis dan sandal, rambutnya masih agak lembap karena habis mandi. Udara malam Jogja sejuk, angin lembut lewat di sela pohon, bikin suasana damai.

Baru beberapa langkah keluar pagar kos, Kinan mendengar suara seseorang memanggil pelan:

“Eh… Kinan?”

Ia menoleh.

Rama berdiri di depan warung indomie paling dekat kos—pakai kaos hitam polos, celana pendek, rambut sedikit acak karena angin. Dia keliatan beda dari tadi siang: lebih santai, lebih real, dan… entah kenapa lebih bikin deg-degan.

“Kamu keluar beli makan juga?” tanya Rama.

“Iya, laper banget. Dari siang belum makan bener,” jawab Kinan.

Rama menepuk kursi kosong.

“Bareng sini. Aku udah mesen, tinggal nunggu.”

Kinan sempat ragu, tapi kursi itu pas banget di bawah lampu kuning hangat, dan warungnya cuma dua meter dari pagar kos. Aman.

“Yaudah, bentar aja.”

Begitu Kinan duduk, Rama menatapnya sebentar.

“Kamu keliatan beda,” katanya tiba-tiba.

“Beda gimana?”

“Lebih… rileks. Mungkin karena bukan jam ospek.”

Kinan terkekeh. “Iya, kalau ospek aku kayak ayam kate dikejar-kejar panitia.”

Rama tertawa keras.

“Bukan gitu maksudku. Kamu keliatan lebih—apa ya—lebih kamu.”

Kinan mendelik pelan. “Kamu tuh suka banget ngomong aneh-aneh ya?”

“Aneh tapi bener,” jawab Rama sambil menyengir.

Pesanan mereka datang, dan mereka makan sambil ngobrol hal-hal kecil:

asalnya, makanan favorit, kesan pertama waktu apel pagi.

Di tengah obrolan, Rama menatap Kinan lama.

“Jogja cocok buat kamu, Kin.”

“Kenapa?”

“Kamu tipe yang… adem. Jogja tuh tempat orang-orang adem.”

Kinan langsung pura-pura sibuk mengaduk mie.

Cowok ini—kalau ngomong suka bikin hati goyang sedikit.

Setelah selesai makan, mereka berjalan pulang bareng menuju kos masing-masing. Kebetulan jalurnya sama sampai simpang.

“Besok ospek lagi ya?” tanya Rama.

“Iya, jam 7 kumpul.”

“Oke. Kalau kamu butuh ditemenin jalan, kabarin.”

“Kabarnya ke siapa?”

“Ke aku lah.”

Kinan menertawakan cara Rama bilangnya.

“Baru kenal sehari udah sok deket banget.”

Rama menyipitkan mata lucu.

“Kamu nggak suka?”

Kinan diam sebentar.

“Bukan nggak suka… cuma kaget.”

Rama menunduk sedikit untuk melihat wajah Kinan lebih jelas di bawah lampu jalan.

“Kaget yang bikin mundur… atau kaget yang bikin deg-degan?”

Kinan spontan memukul bahunya.

“BODO amat, pulang sana!”

Rama tertawa keras, melambaikan tangan.

“Good night, Kinan.”

“Good night, Rama.”

Kinan berjalan masuk pagar kos dengan pipi menghangat aneh.

Dan sebelum Kinan sampai dikamar kinan pun telp Danu dan cerita sedikit mengenai rama

“Tadi aku makan di warung depan, ketemu Rama.”

Danu langsung berhenti.

“Rama lagi?”

“Iya, kebetulan.”

“Dia ngapain?”

“Makan juga lah.”

“Dia… ngomong macam-macam?”

“Kamu kenapa sih?” tanya Kinan sambil ngakak.

Danu cemberut jelas.

“Aku nggak suka caranya ngeliat kamu.”

“Lah kamu belum pernah ketemu dia.”

“Justru itu. Feeling aku jelek.”

Kinan menutup mulut menahan senyum.

“Nu, aku cuma makan mie. Nggak diculik kok.”

“Tetap aja. Kamu hati-hati sama cowok baru ya.”

“Hei…” suara Kinan melembut.

“Aku sayang kamu. Titik.”

Danu langsung kalah.

“Tapi kalau dia nempel kamu besok, bilang ke aku.”

“Siap, pacar protektif.”

Dah best segini dulu yee

1
Endah Sulistyowati
sangat bagus mengena di hati saya sangat, hati kecil saya tersentuh
happy fit: makasih 😍 dukung aku terus ya
total 1 replies
Rachmad Irawan
semangat author.. jangan lupa update yg rutin ya thor 😍😍 love you author
Guillotine
Bravo thor, teruslah berkarya sampai sukses!
Winifred
Gak terasa waktu lewat begitu cepat saat baca cerita ini, terima kasih author!
happy fit: makasih komentar nya best..dukung author trs ya 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!