Entah wanita dari mana yang di ambil kakak ku sebagai calon istrinya, aroma tubuh dan mulutnya sungguh sangat berbeda dari manusia normal. Bahkan, yang lebih gongnya hanya aku satu-satunya yang bisa mencium aroma itu. Lama-lama bisa mati berdiri kalau seperti ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rika komalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membujuk
Aku masih tertegun melihat ibu dan anak yang lari tersebut, bahkan mas Rama juga seperti nya ingin menghindar juga.
"mau kemana mas?" ucapku saat tau pergerakan nya.
" mas ada urusan sebentar."
"sholat dulu mas, sebentar lagi waktu habis." ucapku.
Mas Rama terdiam, tampak bingung di wajahnya. Kemudian beberapa saat setelah nya dia mengangguk.
Aku mengikutinya berjalan, saat hendak mengambil wudhu aku berpapasan dengan Bowo, entah mau kemana anak itu terburu-buru sekali.
"tunggu!" teriakku.
Seketika dia menolah, "kak Laras belum pulang?" ucapnya bingung.
" Nanti setelah sholat magrib, kau mau kemana?"
" ada urusan sebentar kak."
Urusan apa sih? Sok sibuk kali anak satu ini.
"nanti saja urusanmu, sekarang cepat kau berwudhu ikut sholat dengan ku."
" sholat?" ucapnya sembari melihat kanan dan kiri.
"iya Bowo, sholat. Udah cepetan gak usah cerewet, mas Rama juga sudah menunggu kita di rumah tengah. Ayo cepat, gak usah pakai acara ngelamun." ucapku menarik tangannya.
Dengan sedikit ragu, Bowo mulai membasahi tangannya. Dan tentunya aku tetap mengawasinya. Takut-takut salah ya kan.
Setelah dia selesai, aku pun mulai berwudhu dan tak butuh waktu lama kami bertiga sudah berada di rumah tengah.
"ayo mas,"
Dengan gerakan kaku mas Rama mulai menunaikan sholat magrib dengan posisi nya sebagai imam.
Agak lain ku dengar pelafalan nya, berulang kali salah bahkan sangat terbata-bata.
Tapi tidak mengapa setidaknya kakak ku ini masih mau melakukan perintah tuah. Ku pertajam telinga ini, untuk menyimak bacaan sholat mas Rama, namun selentingan terdengar suara teriakan dari dalam sana.
"panas....panas! Hentikan!" teriaknya.
Antara fokus dan tidak tapi telinga ini masih terus menangkap suara teriakan dari dalam sana.
"tolong...hentikan!!"
Aku yakin mas Rama juga mendengar nya, tapi sepertinya Tuhan masih menjaga kakakku ini terbukti dia masih tetap melaksanakan sholat.
Yang seharusnya selesai dalam waktu lima menit ini menjadi empat kali lipatnya.
"assalamu'alaikum warahmatullahi" ucapnya sembari melihat ke kanan begitu juga sebaliknya.
"berdoa dulu mas," ucapku. Karena dia terburu-buru ingin beranjak.
Mas Rama, kemudian menengadahkan tangan entah apa yang di mintanya hanya beberapa detik dia lantas pergi meninggalkan ku dan Bowo di ruang tengah ini.
"mas Rama kenapa?" ucapku.
Bowo hanya menggelengkan kepala, kemudian aku bergegas melipat mukenah dan kembali ke rumah tamu.
"kakak sudah melanggar aturan rumah ini." ucap Bowo dengan tatapan datarnya."
"melanggar apa?"
" pertama kakak sudah membunuh lele yang ada di kolam, kedua kakak melakukan sholat di rumah ini."
Keningku sampai mengerut mendengar ucapan bodoh si Bowo ini. Jika memang begitu, berarti mas Rama harus segera tau jika keluarga sang istri adalah pemuja setan.
"kau kira aku perduli dengan semua itu, sholat itu kewajiban Bowo, apa kau mau Allah murka dan memasukkan mu ke dalam neraka?"
Dia terdiam, jika yang di katakan Bowo barusan adalah benar itu artinya kelurga tidak pernah sama sekali sholat. Astaga, sepertinya mas Rama udah salah memilih istri.
Sekian menit berlalu, namun mereka bertiga tak muncul juga. Sebaiknya aku pulang, karena malam sudah hampir menyapa.
Namun baru akan beranjak mereka tiba-tiba muncul dari dalam dengan ekspresi datarnya.
"kau belum pulang?" ucap Sinta dengan nada tak suka. Dia kira aku perduli, jawabannya tidak.
"sebentar lagi,"
"ini sudah terlalu malam, apa kau tak takut jika pulang sendiri?" ucap nya lagi. Takut, hey Markonah aku sudah pernah melawan mertua one by one, masih takut katanya lagi. Preeeet.
" aku berencana pulang bersama mas Rama, apa boleh?"
" tidak!" jawab buk Surti cepat. Dih, si lampir ini pasti takut kalau mas Rama bercerita di rumah dengan ibu kalau seandainya dia ikut pulang.
" kenapa? lagian mas Rama juga udah sebulan tidak berkunjung ke rumah, apa salahnya malam ini dia kesana" ucapku tak mau kalah. Kali ini aku harus bisa membujuk mas Rama untuk ikut bersama ku, setidaknya aku bisa mempengaruhi nya barang sedikitpun.
Keduanya terdiam, tapi sejurus kemudian Sinta langsung menghampiri sang suami menatap matanya seolah mengatakan jangan.
"mas Rama pulang ke rumah ibu nya, bukan mau kabur. Lagian pak Karto kan ada, masa satu malam saja ke rumah ibu gak boleh." ucapku seraya melihat Bowo yang hanya bengong.
Buk Surti terperanjat, menatapku dengan intens. Aku di sini sengaja bermain sedikit dengan mereka, padahal aku sudah tau semuanya.
"bolehkan?" ucapku.
Mereka terdiam, dan akhirnya kata boleh keluar juga dari mulut mertua mas Rama.
"silahkan, tapi ingat pagi Rama harus kembali ke sini."
" buk...! " ucap Sinta tak rela.
" biarkan dia satu malam menginap di rumah ibu nya, lagian besok juga dia akan kembali."
Tampak Sinta tak berdaya, tentu saja ini kesempatanku untuk berbicara dengan mas Rama jika sudah tiba di rumah nanti.
"Bowo ikut ya kak," ucap anak itu tiba-tiba.
" ngapain kau kesana, di rumah saja!" bentak buk Surti.
"sekali-kali buk, lagian Bowo juga belum pernah ke rumah kak Laras, boleh ya buk!"
" biarkan saja dia ikut buk, lagian di rumah kan masih ada pak karto. Tidak masalah bukan." ucapku.
Sekali lagi, buk Surti tampak kesal, tapi kali ini dia tidak berkutik.
"pergilah!"
Kami bertiga segera beranjak, mas Rama berboncengan dengan Bowo sementara aku sendiri.
Menyusuri jalanan sepi tak membuatku takut, dan tak butuh waktu lama akhirnya kami tiba di rumah.
"assalamu'alaikum!" ucapku.
Ternyata ibu sudah menunggu kami, " Rama!" ucap ibuku yang langsung memeluk nya dengan erat.
Namun seketika pelukan tersebut langsung di lepaskan oleh ibu, melihat intens anak lelaki satu-satunya itu.
"kamu bau bangkai Rama, campur bau amis."
Mas Rama hanya diam, tapi sepertinya kemudian memindai penampilan nya. Sementara Bowo hanya diam, tampak raut gugup di wajahnya.
"kamu mandi ya, bau banget Rama." ucap ibu.
Namun mas Rama hanya diam, seperti orang linglung, tak merespon ucapan ibu.
"sebaiknya kita mandikan saja buk," ucapku.
"dia kenapa Laras?" ucap ibu khawatir.
" nanti Laras ceritain buk,"
Aku dan ibu membawa mas Rama ke kamar mandi, tak lupa aku membaca serangakaian doa untuk membersihkan tubuh kakak ku ini dari pengaruh jahat pengabdi setan itu.
"bismillah!" ucapku seraya mengguyurkan air di atas kepala mas Rama.
Namun seketika keanehan terjadi, air bekas guyurannya tiba-tiba berwarna merah kehitaman. Aku dan ibu saja sampai kaget.
"airnya Laras," ucap ibu takut.
"tenang saja buk, kita bersihkan mas Rama dari pengaruh iblis itu"
Air terus ku guyurkan ke atas kepala mas Rama, aroma bangkai amis menjadi satu, cukup banyak air yang ku gunakan lambat laun air guyuran itu berubah menjadi putih seperti orang pada umumnya.
Lekas ibu menyabuni mas Rama, hingga tak tercium lagi aroma bangkai di air bekas guyurannya.
Setelah bersih, mas Rama langsung di bawa menuju kamar untuk berganti pakaian. Sementara itu Bowo masih setia duduk manis di ruang tengah.
"kau sudah makan?"
"sudah kak," jawabnya polos.
Aku mengangguk, kemudian tak lama mas Rama sudah datang bersama ibu. aura mas Rama tidak sesuram yang tadi, sekarang terlihat sudah fresh.
"Rama!" panggil ibu.
Mas Rama hanya menoleh, tatapan nya masih kosong. Entah apa yang sudah mereka perbuat, hingga kakak ku jadi seperti ini.
"sepertinya mas Rama, masih dalam pengaruh iblis itu buk,"
" benar, sebaiknya besok Rama bawa ke rumah Kiyai Mustofa, agar terbebas dari pengaruh mereka."
Aku setuju dengan ibu, dan perkara Bowo tau rencana kami aku tidak perduli sama sekali. Mau dia melapor atau tidak bukan urusanku.
"apa kau keberatan jika mas Rama di bawa ke rumah kiyai Mustofa, Wo?"
" tidak kak, kak Rama orang baik. Dia tidak boleh bernasib sama seperti bapak. Tolong jauhkan kak Rama dari keluarga ku."
" memangnya apa yang terjadi dengan pak Karto?" tanya ibuku spontan.
Ku lirik Bowo, tampak adik dari iparku itu sudah legowo jika aku menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.
"ceritakan saja kak, tidak perlu di tutupi lagi."
Aku mengangguk, lalu mengalir lah cerita demi cerita sesuai yang dengan apa yang ku lihat. Apa kalian tau bagaimana ekspresi ibuku, ya dia sangat terkejut, bahkan saat ku katakan tubuh pak Karto di lemparkan ke dalam kolam dan habis seketika oleh para siluman di sana membuat ibuku seketika menangis.
"ibu tidak menyangka mereka sejahat itu."
" kenyataannya memang seperti itu buk, bersyukur mas Rama masih bisa ku ajak pulang."
" iya, ibu juga tidak akan membiarkan Rama kembali ke rumah itu lagi, ibu tidak sanggup jika Rama bernasib sama seperti pak Karto." ucap ibuku sembari menggenggam tangan kakakku tersebut.
"aku juga tidak mau kembali ke rumah itu kak," u ayo Bowo tiba-tiba.
" kenapa?" tanyaku heran.
" aku tidak mau bernasib sama seperti bapak kak, aku ingin lepas dari mereka. Tolong bawa aku ke rumah kiyai Mustofa kak. Aku juga ingin sembuh."
Aku terdiam, ku lihat ibu perlahan ibu mengangguk pertanda mengizinkan.
"kau jangan main-main ya Bowo. Jangan-jangan kau mau memata-matai ku lagi." ucapku penuh menyelidik
" aku tidak main-main kak, aku berani bersumpah demi Allah"
" baguslah nak, jangan sampai Allah murka dengan kita" ucap ibuku.
Lama kami bercerita akhirnya sudah di putuskan kami semua tidur di ruang tengah, sekalian menjaga mas Rama. Takutnya dia malah kabur lagi ke rumah Sinta.
"tidurlah!" ucapku pada Bowo.
"tidak kak, aku akan tetap berjaga karena feeling ku tidak enak."
Keningku seketika mengerut, jangan bilang apa yang ku rasakan saat ini sama yang dirasakan Bowo.
"makhluk itu kak, sepertinya akan datang malam ini." ucapnya seraya melihat mas Rama dan ibu yang sudah lebih dulu tertidur.
Ku telan saliva ini, apa sebaiknya ku panggil saja Galuh dan Bima saja untuk menamani kami di rumah, setidaknya ada teman untuk berjaga.