Lima tahun sudah Gunung Es itu membeku, dan Risa hanya bisa menatap dingin dari kejauhan.
Pernikahan yang didasarkan pada wasiat kakek membuat Damian, suaminya, yakin bahwa Risa hanyalah gadis panti asuhan yang gila harta. Tuduhan itu menjadi mantra harian, bahkan ketika mereka tinggal satu atap—namun pisah kamar—di balik dinding kaku rumah tangga mereka.
Apa yang Damian tidak tahu, Risa bertahan bukan demi kekayaan, melainkan demi balas budi pada kakek yang telah membiayai pendidikannya. Ia diam-diam melindungi perusahaan suaminya, mati-matian memenangkan tender, dan menjaga janjinya dengan segenap jiwa.
Namun, ketahanan Risa diuji saat mantan pacar Damian kembali sebagai klien besar.
Di bawah ancaman perceraian jika proyek itu gagal, Risa harus berhadapan dengan masa lalu Damian sekaligus membuktikan loyalitasnya. Ia berhasil. Proyek dimenangkan, ancaman perceraian ditarik.
Tapi, Risa sudah lelah. Setelah lima tahun berjuang sendirian, menghadapi sikap dingin suami, dan meny
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon blcak areng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
rumah
Damian mengemudikan mobilnya dengan kecepatan yang tidak sabar. Ia tidak membawa Risa kembali ke kantor—ia membawanya kembali ke rumah mewah yang terasa seperti penjara es. Sepanjang perjalanan, keheningan di mobil lebih memekakkan telinga daripada argumen.
Damian sesekali melirik Risa. Istrinya duduk tegak, mencengkeram erat perban coklat di lengan kirinya, wajahnya semakin pucat. Ia melihat Lia mengurus administrasi dan ganti baju, tetapi ia tidak melihat Risa benar-benar bergerak dengan baik.
Dia pasti hanya berakting keras kepala di depan Arya, pikir Damian. Egonya kembali menenangkan kecemasannya. Saat ada di perempatan Risa menyadari Damian salah jalur.
"Bukanya harusnya lurus Damian?," Tanya Risa yang menanyakan jalur ke kantor bukan kerumahnya
"Aku tidak mau membawa kamu ke kantor dengan keadaan wajah kamu yang pucat ini. Sebaiknya kamu di rumah saja." Ucap Damian yang selalu ketus dengan Risa
Risa hanya diam entah dia binggung antara dia harus senang merasakan sedikit kepedulian dari Damian atau saat ini Damian hanya tidak mau di cap tidak baik
Setibanya di rumah, Damian menyerahkan Risa pada kepala pelayan, Bi Darmi, yang langsung terlihat terkejut melihat kondisi Nyonya mudanya.
"Nyonya Risa! Ada apa dengan tangan Nyonya?" tanya Bi Darmi, cemas.
"Saya hanya terkilir sedikit saat di luar kota, Bi. Tidak apa-apa," jawab Risa, suaranya lemah.
"Nyonya serius?, Tapi kenapa kening nona juga memar?," Tanya Bi Darmi lagi yang memang melihat memar di kening Risa.
"Siapkan kamar saya saja bik. Saya butuh istirahat saya nggak apa-apa," kata Risa. Ia menghindari kontak mata dengan Damian.
Damian melihat interaksi itu. Risa berbohong tentang cederanya agar tidak menimbulkan kekhawatiran. Lagi-lagi, ini dilihat Damian sebagai sifat independen yang keras kepala, bukan sebagai bentuk kepedulian Risa untuk tidak mengganggu ketenangan keluarga.
Damian langsung kembali ke ruang kerjanya, mencoba melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda. Namun, fokusnya kacau. Rasa kesal pada Risa dan kecemburuan pada Arya berputar-putar. Ia bahkan tidak menghubungi Karina untuk melanjutkan negosiasi.
Sedangkan Risa duduk di ruang tamu mewah yang ada di rumah mewah suaminya sembari menunggu Bi Darmi mempersiapkan kamar milik Risa. Risa menarik jas yang dia kenakan untuk menutup luka perban yang ada di lengannya nyatanya hal ini malah masih bisa dilihat oleh BI Darmi
Risa melihat kearah kukunya yang tadinya terawat tapi setelah kecelakaan kukunya terpaksa di potong karena itu prosedur di rumah sakit
Risa melihat kearah lengan yang saat ini di perban dan memegang seperti mengelus dengan lembut. "Maaf untuk semua kecerobohan ku." Ucap Risa yang seolah-olah minta maaf dengan tangan yang tidak mampu berbicara
"Nyonya maaf kamar anda sudah selesai anda bisa istirahat." Ucap Bi Darmi yang membuat Risa sedikit kaget
"Hmm terima kasih bik." Jawab Risa dan langsung berjalan meninggalkan ruang tamu dan Bi Darmi
Jujur saat ini Bi Darmi binggung harus berbuat apa tapi Bi Darmi memang tangan kanan dari Mami Asmara jadi Bi Darmi akan melaporkan hal ini. "Saya yakin Nyonya mengalami kecelakaan karena bekas luka-luka itu nyata." Ucap Bi Darmi di dalam hatinya
Damian kembali ke ruang kerjanya. Meskipun ia tahu Risa sudah berada di dalam kamarnya untuk beristirahat, ia tidak bisa berkonsentrasi. Pikiran tentang Risa yang pucat, perban coklat di lengannya, dan tatapan menantang Arya terus menghantuinya.
Ia ingat saat di perempatan tadi, Risa menyadari ia salah jalur. Respon ketusnya, "Aku tidak mau membawa kamu ke kantor dengan keadaan wajah kamu yang pucat ini," adalah bentuk kepedulian yang ia tolak untuk akui. Ia hanya tidak mau terlihat buruk di depan stafnya.
Di ruang tamu, Bi Darmi segera menelepon Ny. Amara Wijaya (Mami Damian).
"Nyonya Besar, Nyonya Risa sudah pulang," bisik Bi Darmi, suaranya dipenuhi kecemasan. "Tapi wajahnya pucat sekali, keningnya memar, dan tangan kirinya diperban tebal. Dia bilang hanya terkilir, tapi saya yakin itu lebih dari itu."
Bi Darmi menjelaskan bagaimana Risa berusaha menutupi lukanya dengan jas dan betapa ringannya Nyonya muda itu berbicara tentang cederanya.