Cinta itu manis, sampai kenyataan datang mengetuk.
Bagi Baek Yuan, Reinan adalah rumah. Bagi Kim Reinan, Yuan adalah alasan untuk tetap kuat. Tapi dunia tak pernah memberi mereka jalan lurus. Dari senyuman manis hingga air mata yang tertahan, keduanya terjebak dalam kisah yang tak pernah mereka rencanakan.
Apakah cinta cukup kuat untuk melawan semua takdir yang berusaha memisahkan mereka? Atau justru mereka harus belajar melepaskan?
Jika bertahan, apakah sepadan dengan luka yang harus mereka tanggung?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jemiiima__, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 28
...Eternal Love...
...•...
...•...
...•...
...•...
...•...
...🌻Happy Reading🌻...
Saran playlist :
🎵Jung Seung Hwan - If It Is You🎵
🎵Jonghyun ft Taeyon - Lonely🎵
Sebenarnya tanpa Yuan ketahui tak lama setelah hyeri mengatakan hal tersebut, ia sempat di cegat oleh seorang wanita bertubuh tegap, ber jas hitam saat hendak pulang bekerja.
Ternyata dia adalah asisten ibunya Yuan .
Di kafe dekat kantor. Reinan duduk gugup sambil menggenggam erat cangkir kopi panas yang tak disentuhnya. Sesaat kemudian, seorang wanita masuk dengan langkah mantap , anggun tapi dingin. Tatapannya tajam, bibirnya terlukis senyum tipis yang lebih terasa sebagai sindiran daripada keramahan.
Untuk pertama kalinya, ia bertemu dengan Ibu Yuan.
Aura tak bersahabat nya sangat terasa.
Apa ini akan seperti di drama-drama korea?
Orang tua kekasihnya menyiram kekasih anaknya dengan air lalu melempar segepok uang dan meminta jauhkan anaknya?
"Kamu kekasih Yuan?" pertanyaan to the point yang berhasil membuyarkan lamunan Reinan.
Reinan hanya bisa mengangguk kecil, mencoba tetap sopan meski jantungnya berdegup kencang.
Di meja kafe yang sepi itu, Reinan duduk dengan tangan gemetar di pangkuannya. Di hadapannya, ibu Yuan menatap penuh wibawa, sorot matanya dingin.
“Baek Yuan adalah penerus Baekho Group” ucapnya perlahan, setiap kata terdengar seperti putusan hakim. “Dia sudah bekerja keras membangun posisinya. Apa menurutmu, seorang gadis muda sepertimu bisa benar-benar mendampinginya?”
Reinan menelan ludah, berusaha membuka mulut, tapi suaranya tercekat.
“Latar belakangmu pun kabur. Tidak ada yang tahu keluargamu, posisimu… bagaimana kamu bisa setara dengannya?” Wanita itu merapikan sarung tangannya dengan anggun, seakan kalimatnya hanyalah fakta biasa. “Kalau kamu terus bersamanya, kamu hanya akan menjadi beban.”
Hati Reinan terasa diremas.
Lalu , kalimat terakhir menusuk lebih dalam.
“Kamu tahu Kang Hyeri, kan? Dia satu-satunya perempuan yang pantas untuk Yuan. Mereka sudah lama direncanakan keluarga untuk bersama. Dalam waktu dekat, mereka akan menikah.”
Reinan menoleh kaget. “Me… menikah?” suaranya bergetar.
Ibu Yuan mengangguk tenang. “Itu sebabnya, saya harap kamu cukup bijak untuk mundur. Kamu mungkin mengira hubunganmu cinta… tapi cinta tidak ada artinya jika menghancurkan masa depan Yuan.”
Seolah tidak ada ruang untuk bantahan, ibu Yuan berdiri dengan anggun. “Pertimbangkan baik-baik. Jangan egois.”
Sosoknya berlalu meninggalkan Reinan yang kini terduduk sendiri, dengan perasaan hancur bercampur bingung.
Begitu keluar dari kafe, langkah Reinan terasa berat. Ia bahkan tak sempat menoleh ke arah lain, hanya menunduk sambil menahan tangis yang semakin sulit dibendung.
Di dalam bus menuju apartemen, ia duduk di kursi dekat jendela. Pemandangan lampu kota berkelebat cepat, tapi matanya berkaca-kaca, tak benar-benar melihat apapun. Suara tawa penumpang lain terdengar jauh, seolah hidup orang lain berjalan normal, sementara dunianya runtuh dalam sekejap.
Begitu tiba di apartemen, ia langsung menutup pintu rapat-rapat. Punggungnya bersandar lemah, lalu tubuhnya melorot hingga duduk di lantai. Tangannya menutupi wajah, dan air mata jatuh deras tanpa bisa dihentikan lagi.
“Kenapa aku harus merasakan ini…?” bisiknya lirih, nyaris tak bersuara.
Ia menangis sendirian dalam gelap, dengan dada yang terasa sesak, memeluk lututnya erat-erat. Pikirannya dipenuhi wajah Yuan senyum hangatnya, tatapan lembutnya, genggaman tangan yang selalu membuatnya merasa aman. Semua itu kini bercampur dengan bayangan kata-kata ibu Yuan yang dingin dan Hyeri yang menyeringai puas.
Apa ini kenyataan yang sebenarnya? Apa semua kebahagiaan Reinan bersama Yuan hanyalah mimpi singkat, dan ini saatnya ia bangun dari mimpinya?
Malam itu, Reinan hampir tak tidur sama sekali. Isak tangisnya hanya mereda ketika tubuhnya kelelahan sendiri.
...****************...
Sementara itu, di sisi lain, Yuan yang sudah benar-benar muak dengan tingkah Hyeri akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah ibunya. Mobilnya berhenti di halaman mansion keluarga Baek, langkahnya tegas namun penuh amarah yang ia tahan.
Begitu masuk ke ruang tamu, ia melihat ibunya sedang duduk anggun di sofa sambil membaca majalah. Tanpa basa-basi, Yuan langsung berkata dengan nada dingin,
“Ma, tolong hentikan permainan ini. Aku sudah cukup terganggu dengan Hyeri yang selalu menempeliku.”
Ibunya menutup majalahnya perlahan, menatap Yuan dengan sorot mata tajam namun tetap tenang.
“Dia hanya berusaha dekat denganmu, Yuan. Apa salahnya? Hyeri adalah pilihan terbaik untuk masa depanmu.”
Yuan mengepalkan tangannya, suaranya meninggi di hadapan ibunya.
“Tidak! . Ma, bukankah aku pernah bilang kalian boleh menuntut ku apapun . Tapi tidak dengan soal pasanganku. ”
Wajah ibunya mengeras, tapi Yuan melanjutkan dengan suara penuh ketegasan:
“Kalau Mama benar-benar ingin aku bahagia, hentikan semua ini. Jangan libatkan Hyeri lagi, dan jangan ganggu orang yang kucintai.”
Ruangan itu hening setelah Yuan melontarkan kata-katanya.
Ibunya menatap Yuan dengan tatapan dingin, lalu menghela napas panjang.
“Yuan… seharusnya di usia mu ini, kamu dapat mengerti. Perasaanmu sekarang mungkin terasa kuat, tapi itu hanya sementara. Cinta tidak cukup untuk membangun masa depan. Apa kamu mau mempertaruhkan reputasi keluarga kita hanya demi seorang gadis yang bahkan asal-usulnya tidak jelas?”
Yuan mengepalkan tangannya lebih keras. “Jangan bicara begitu tentang dia, Ma. Reinan tidak pantas dipandang rendah.”
“Fakta tetaplah fakta.” Suara ibunya meninggi, nada elegannya berubah menjadi tegas. “Dia bukan dari keluarga yang sepadan denganmu. Sedangkan Hyeri keluarganya jelas, kedudukannya jelas, dan dia bisa membantumu dalam karier dan masa depan. Itulah alasan Mama memilih Hyeri.”
Yuan menggeleng, rahangnya mengeras. “Aku tidak butuh Hyeri, aku tidak butuh perjodohan, aku hanya butuh Reinan. Kalau Mama terus memaksakan ini…” Ia berhenti sebentar, menatap lurus ke mata ibunya. “…apa Mama ingin aku seperti Yiran Hyung? .”
Untuk pertama kalinya, ibunya tampak terkejut dengan keberanian Yuan. Namun alih-alih melunak, senyum tipis penuh wibawa justru muncul di wajahnya.
“Kamu akan berterima kasih pada Mama suatu hari nanti, Yuan. Karena Mama hanya melakukan ini demi kebaikanmu.”
Yuan berdiri, napasnya berat menahan amarah. “Tidak, Ma. Mama hanya melakukan ini demi gengsi keluarga. Dan itu… bukan kebahagiaanku.”
Tanpa menunggu jawaban, Yuan berbalik pergi, meninggalkan ibunya yang masih duduk tegak dengan wajah dingin.