Istri Kontrak CEO Duda

Dimas menatap ke arah meja makan tempat keluarganya berkumpul. Betapa terkejutnya ia ketika melihat sosok wanita yang selama ini mengisi hatinya justru duduk di sana, dekat dengan ponakannya. Jantungnya berdetak kencang, antara bahagia sekaligus bingung. Yang ia tahu, hari ini Agra akan memperkenalkan calon istrinya. Apakah mungkin wanita itu adalah Nayla?

Flashback – 5 tahun lalu

Pagi itu, di sebuah rumah sakit di Bandung, tempat Dimas pertama kali bertugas sebelum pindah ke Jakarta. Seorang gadis berhijab dengan wajah cantik berpipi chubby datang tergesa-gesa sambil menggendong seorang anak kecil yang wajahnya memerah karena demam tinggi. Dengan cemas, ia berbicara pada perawat, memohon agar adiknya segera diperiksa.

Dimas yang mendengar langsung menghampiri. Ia membawa anak itu ke ruang periksa, lalu menenangkan sang gadis.

“Tenang saja, adik kamu hanya demam biasa. Nanti saya resepkan obatnya,” ucap Dimas lembut.

“Alhamdulillah makasih, Dok,” jawab gadis itu dengan senyum tulus yang membuat dada Dimas seketika bergetar.

Untuk menghilangkan debaran jantungnya, Dimas bertanya, penasaran. “Kamu tinggal berdua saja sama adik kamu? Orang tua kamu di mana?”

Gadis itu menggeleng pelan. “Nggak, Dok. Saya tinggal di panti asuhan bersama adik-adik lain.”

“Oh, maaf saya tidak tahu. Kalau begitu, boleh tahu nama kamu siapa, dan adik kamu siapa?” Dimas menatap penuh rasa ingin tahu.

“Saya Nayla, Dok. Dan adik saya ini namanya Sri.”

Sejak hari itu, Dimas dan Nayla semakin akrab. Kadang Dimas menyempatkan diri datang ke panti untuk sekadar melihat keadaan atau membantu jika ada anak panti yang sakit. Namun kebersamaan itu terputus ketika Dimas harus pindah ke rumah sakit milik keluarganya di Jakarta, sementara Nayla mendapat beasiswa kuliah di kota yang sama. Dimas sempat mencari Nayla, tapi tidak pernah berhasil menemukannya. Nomor telepon Nayla pun sudah tak bisa dihubungi.

Bagi Nayla, hubungan mereka biasa saja ia hanya menganggap Dimas sebagai seorang kakak yang baik. Namun berbeda dengan Dimas. Hatinya sudah lama terpaut pada gadis itu.

Kembali ke masa kini

Dimas melangkah menuju meja makan, lalu duduk di samping Dean, adik bungsunya. Tatapannya langsung bertemu dengan Nayla, dan gadis itu tersenyum seolah merasa pernah mengenalnya.

Tak ingin menahan rasa penasaran, Dimas membuka suara.

“Maaf, kalau boleh tahu nama kamu Nayla, kan? Yang dulu tinggal di Bandung yang tinggal sama ibu asih pemilik panti asuhan?”

Nayla menatap heran. “Iya, Kak. Saya Nayla. Maaf, kok Kakak bisa tahu ya? Apa sebelumnya kita pernah ketemu, Kak?”

“Nayla kamu lupa sama aku? Aku Dimas, dokter yang dulu sering periksa adik-adik panti. Kadang juga main ke panti kalian.”

Mata Nayla langsung berbinar. “Ya Allah… Kak Dimas! Apa kabar? Sehat, Kak? Maaf Nayla lupa, Kak. Wajah Kakak banyak berubah.” Nayla tersenyum, sedikit salah tingkah karena rasa bersalah karena tidak mengenali Dimas orang yang selama ini sama dirinya dan asin adik panti.

“Alhamdulillah sehat. Kamu sendiri gimana? Ibu panti sama adik-adik juga sehat?”

“Alhamdulillah mereka semua sehat, Kak,” jawab Nayla tulus.

Dalam hati Nayla berucap ibu panti dan adik adik baik kak Dimas, cuman panti kami aja sekarang bermasalah ucap Nayla

Dimas tersenyum lembut. Ia masih sulit percaya, gadis yang selama ini ia cari kini duduk di hadapannya. Wajah baby face-nya tidak berubah, justru makin cantik.

Agra yang sejak tadi memperhatikan, mulai merasa tidak nyaman. Kedekatan Nayla dan Dimas begitu jelas, membuatnya waspada. Ia khawatir rencananya untuk menjadikan Nayla istri kontrak sekaligus ibu bagi Nabilla akan gagal.

Dimas kembali bertanya, “Tapi, kok kamu bisa ada di sini, Nay?”

Belum sempat Nayla menjawab, Agra langsung menyela cepat.

“Nayla ini calon istri gue, Bang. Hari ini memang sengaja mau gue kenalin sama semuanya.”

Sejenak suasana meja makan menjadi hening. Dimas terdiam, hatinya bagai diremas. Wanita yang selama ini ia cari… ternyata justru akan dinikahi oleh adiknya sendiri. Lebih menyakitkan lagi, ia tahu betul sifat Agra yang suka berganti pasangan. Padahal, ia sendiri sebenarnya berencana melamar Nayla kalau saja bisa lebih dulu menemukannya.

“Kak Dimas abang dari Mas Agra?” tanya Nayla kaget.

Panggilan Mas yang keluar dari bibir Nayla membuat dada Dimas semakin perih.

“Iya,” jawab Agra cepat. “Dimas ini abang saya. Dean itu adik saya.”

Dimas menatap Nayla dalam-dalam, lalu bertanya hati-hati. “Nay, kamu benar calon istrinya Agra?”

“Iya, Kak. InsyaAllah Nayla akan nikah sama Mas Agra,” jawab Nayla dengan senyum tipis.

“Kamu gimana bisa kenal sama Agra, Nay? Dan bisa sampai mau nikah sama dia?” tanya Dimas, masih sulit percaya.

Nayla menjawab tenang, “Nayla sekretarisnya Mas Agra, Kak. Kalau soal jodoh mungkin sudah jalannya begini.”

Namun dalam hati, Nayla berkata,

“Ya Allah… kalau bisa milih, aku mah ogah nikah sama pria satu ini. Hobi gonta-ganti cewek kayak gonta-ganti kaos kaki, nggak ada bosennya. Kalau Kak Dimas tau alasan aku nikah sama ni cowok pasti shock aku tuh terpaksa banget nikah sama adiknya. Kalau bukan karna butuh uang untuk panti gue ogah nikah sama adiknya si kolektor hati perempuan. Hidup tuh suka bercanda emang, kadang keterlaluan bercandanya.” 🤦🏻‍♀️😂

“Kamu nggak dipaksa Agra kan, Nay? Kalau kamu dipaksa, kamu bilang sama aku. Aku akan bantu kamu, Nay,” ucap Dimas penuh ketulusan.

Nayla tersenyum kecil. “Nggak, Kak. Aku ikhlas mungkin mas Agra udah jodoh nay kak.”

Padahal dalam hatinya, ia kembali berucap lirih, “Aslinya sih nggak ikhlas sama sekali”

Dimas hanya menghela napas, memilih diam meski wajahnya jelas menyimpan kecewa.

Agra yang mendengar ucapan Dimas langsung merasa kesal bukan cemburu, melainkan takut Nayla berubah pikiran dan membatalkan kontrak nikah mereka.

Dean yang duduk di samping Dimas bisa membaca jelas ekspresi kakaknya. Ia tahu, Dimas menyimpan rasa pada Nayla. Kekecewaan itu tak bisa disembunyikan apalagi kini gadis yang dicintainya justru akan menikah dengan Agra.

Orang tua mereka yang duduk di ujung meja juga menyadari hal itu. Tatapan Dimas pada Nayla tidak bisa bohong. Mereka akhirnya mengerti alasan anak sulung mereka tak pernah menikah, selalu berkata bahwa ia masih menunggu wanita yang tepat. Rupanya wanita itu adalah Nayla calon istri Agra.

Namun di hati kecil mereka, terselip rasa khawatir. Mereka tahu, sifat Agra yang playboy bisa menyakiti hati Nayla. Dan mereka takut, jika suatu saat Nayla kecewa ia akan meninggalkan Agra.

Karena itu, mereka hanya bisa berharap semoga Nayla mampu mengubah Agra menjadi laki-laki yang baik, suami yang setia, dan ayah yang penuh tanggung jawab. Dari apa yang mereka lihat, Nayla memang punya sifat keibuan. Cocok menjadi ibu bagi Nabilla, sekaligus istri untuk Agra.

Akhirnya sang ayah membuka suara. “Ayo kita makan dulu. Nanti urusan cerita bisa dilanjutkan setelah ini.”