Buat yang gak suka gerah, harap melipir!
Bukan bacaan untuk anak yang belum cukup umur.
Ketika Aishe didorong ke laut oleh Farhan tunangan tercintanya, semua rasa cinta berubah menjadi tekad untuk membunuhnya.
Aishe tidak pernah berpikir bahwa Farhan hanya mencintai uangnya, dan tega berselingkuh bahkan mendorongnya ke laut.
Ketika ombak menelan tubuh Aishe, dirinya berpikir akan mati, namun keberuntungan berpihak padanya. Aishe terdampar di sebuah pulau kosong selama 59 hari hingga suatu hari dia diselamatkan oleh Diego, seorang pengusaha yang tampan namun lumpuh.
Dengan kekuatan dan kekayaan Diego, Aishe memiliki identitas baru dan wajah baru, dia bahkan menjadi sekretaris pribadi Diego. Diego, pria yang kaya dan berkuasalah yang dapat membantunya membalas dendam pada Farhan.
Setelah balas dendam selesai, senyuman menyeramkan muncul di wajah Diego, yang membuat jantung Aishe berdegup kencang menunggu kalimat selanjutnya.
"Sekarang giliranmu untuk membalas budi padaku."
Aishe menatap pria yang mendekat di depannya, dalam hati dia berkata, "Lolos dari mulut buaya, malah masuk ke mulut singa."
Ini bukan novel garis lurus yang bisa diambil banyak pelajarannya. Jadi kalian bisa berhenti jika alir terasa berputar-putar, membosankan, jelek dan yang lain.
Silakan kembali tanpa meninggalkan kesan buru di komentar.
Selamat membaca.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KAY_21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Mentari terlihat cukup bersemangat hari ini. Meski semalam kota diguyur hujan lebat, ia tidak membiarkan kabut terlalu lama bersemayam. Dia sudah harus bekerja ekstra saat muncul di ufuk timur, menguatkan cahayanya agar suhu kembali menghangat.
Suasana pagi yang cerah, seakan membawa mood baik bagi Aishe. Walau semalam ia sempat bermimpi buruk, bahkan terbangun di tengah malam, tetapi semua itu tidak membuat hari esoknya suram.
Jam di dinding masih menunjukkan pukul 8 pagi. Namun Aishe sudah terlihat rapi dengan kulot jeans yang dipadukan dengan hoodie berwarna cream.
"Anda ingin pergi ke mana, Nona." Ashan berjalan mendekati Aishe yang sedang menyiapkan sarapan di meja makan.
"Saya bekerja sekarang, Anda lupa?" jawabnya.
Ashan berpikir, bahwa dirinya bangun terlalu siang. Namun saat ia melihat arloji, dia menyadari bahwa ini masih terlalu pagi untuk bersiap berangkat ke kantor.
"Anda tidak merasa ini terlalu pagi?"
"Saya seorang office girls, Tuan Ashan. Jam kerja kami berbeda dengan Anda." Aishe seakan enggan memandang Ashan dan sibuk menyiapkan sarapan.
"Saya sudah hampir terlambat, tolong temani Tuan Diego sarapan. Permisi."
Aishe mengambil tas kecil yang tadi berada di atas meja, kemudian melangkah pergi meninggalkan Ahsan sendirian. Namun sebelum Aishe melangkah lebih jauh, dia menyela dengan pertanyaan kecil.
"Tu-tunggu, Nona," teriaknya. "Anda pergi ke kantor dengan … penampilan seperti itu?" Ashan menunjuk wajahnya, seolah memberi tahu Aishe bahwa wajahnya belum dipoles.
"Apa ada masalah? Aku hanya office girls." Aishe mencoba menekankan jabatannya berulang kali.
"Ah? Ti-tidak ada."
Siapa yang tidak mengenal BIN bank di Istanbul? Bukan hanya perbankan dengan profit yang luar biasa. Bangunan kantor pusat yang megah dengan segala peraturan ketat. Namun juga kesenjangan dari staf dan penampilannya. Tidak hanya mereka yang duduk di depan komputer atau menyambut tamu saja yang berpenampilan rapi, tetapi petugas keamanan, juga cleaning service nya pun rapi.
Seorang wanita dengan rambut yang digelung rapi ke belakang, memberikan tiga buah stel seragam kerja kepada Aishe. Dia juga menjelaskan, beberapa hal yang harus dia lakukan sebelum jam kantor di mulai, hingga jam pulang kerja.
"Kamu sudah paham?" tanya seorang wanita yang kerap disapa Hansel, kepala kebersihan di kantor pusat.
"Iya, Nona Hansel."
Pekerjaan berat pun mulai dijalani Aishe. Mulai dari menyiapkan air mineral di setiap meja, menyeduh teh atau kopi untuk beberapa manager, membersihkan koridor, bahkan membelikan beberapa staf makan siang.
Pada hari pertama, dia tidak mengeluh sedikit pun. Namun seminggu kemudian, ia sudah mulai lelah. Tujuannya kembali dan meminta tolong Diego adalah membalas dendam, bukan kembali menjadi sampah yang diinjak-injak seenaknya.
Aishe pun akhirnya protes pada Diego saat kembali dari kantor. Dengan ekspresi marah, ia membuang tasnya begitu saja ke lantai.
"Saya pikir, kita sudah sepakat sebelumnya, Tuan?" Aishe memandang Diego yang sedang santai menikmati secangkir teh.
"Apa yang membuatmu tidak puas?"
"Saya ingin membalas dendam. Membawa pria itu ke dasar neraka, tapi kenapa Anda menempatkan saya pada posisi demikian?" Aishe perlahan kehabisan kesabarannya.
Diego menghela napas panjang, kemudian menegakkan punggungnya dan menatap Aishe. Tatapan dingin, bagai sebilah jarum kecil yang dilempar begitu kuat, menusuk ke dalam, menggetarkan sendi.
Bulu kuduk Aishe tiba-tiba berdiri, tangannya gemetar tanpa kendali. Hingga akhirnya dia menjatuhkan dirinya dan berlutut di hadapan Diego.
"Ma-maaf, saya tidak seharusnya mengeluh."
Diego kembali menarik napas panjang dan perlahan menaikkan dua sudut bibirnya. Tepat pada saat dia tersenyum, Ashan datang membawa sebuah kotak.
"Berikan itu padanya!" titah Diego memberi perintah pada Ahsan. Ashan dengan patuh memberikan kotak berwarna hitam doff kepada Aishe.
"Pakai itu dan persiapkan dirimu dalam satu jam!" ucapnya singkat, lalu pergi masuk ke dalam kamar.
Aishe tidak bereaksi apapun, ia hanya memandangi kotak hitam itu sambil mengepalkan tangannya kuat-kuat. Ingin marah, tapi tidak mampu. Ingin protes, tapi tidak sanggup. Dirinya seakan berada di ujung pisau bermata dua, bergerak kemana pun, ia tetap menderita.