Sera, harus kehilangan calon anak dan suaminya karena satu kecelakaan yang merenggut keluarganya. Niat ingin berlibur malah menjadi petaka.
Sera bersedih karena kehilangan bayinya, tapi tidak dengan suaminya. Ungkapannya itu membuat sang mertua murka--menganggap jika Sera, telah merencanakan kecelakaan itu yang membuat suaminya meninggal hingga akhirnya ia diusir oleh mertua, dan kembali ke keluarganya yang miskin.
Sera, tidak menyesal jatuh miskin, demi menyambung hidup ia rela bekerja di salah satu rumah sakit menjadi OB, selain itu Sera selalu menyumbangkan ASI nya untuk bayi-bayi di sana. Namun, tanpa ia tahu perbuatannya itu mengubah hidupnya.
Siapakah yang telah mengubah hidupnya?
Hidup seperti apa yang Sera jalani setelahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dini ratna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perasaan Yang Berkecamuk
"Kenapa kamu tidak menghubungi Ibu? Biar Ibu yang hadepin itu nenek lampir."
Setelah kejadian tadi Sera langsung menghubungi Ane, tentu saja Ane sangat marah mendengar putrinya difitnah membunuh. Dan ia ingin sekali menghajar besannya itu.
"Menyesal Ibu, besanan dengan mereka. Seharusnya kamu bilang pada Ibu jika suamimu dulu selingkuh. Akan Ibu arak dia ke rumah si nenek lampir itu."
"Ibu, sudah. Lagipula masalahnya sudah selesai sekarang, ada Tuan Darren yang bantuin Sera. Sudah dulu, ya Ibu." Sera menutup sambungan telepon, ketika Darren datang membawa pesanan makan siang mereka.
Setelah berbelanja, mereka mampir ke sebuah kedai siap saji yang ada di dalam mall. Sera, segera menyimpan ponsel genggamnya lalu meraih nampan yang hendak Darren letakkan.
Lio, tertidur pulas dalam stroller setelah di beri susu.
"Ini pesanan kamu."
"Terima kasih Tuan."
Sikap Sera dan Darren sudah lebih baik dari sebelumnya. Mereka semakin akrab, dan Darren tidak terlalu angkuh, apa mungkin karena ia tahu jika Sera adalah teman sekolahnya dulu.
"Tuan, tahu saja aku suka sayap." Sera ceria melihat sayap ayam di piringnya. "Jus ini juga kesukaanku," tambah Sera menyeruput jus jambu.
"Ah seger!" katanya demikian. "Tuan, apa Tuan menyelidikiku? Kenapa bisa kebetulan, memesan makanan dan minuman yang aku suka?" tanya Sera, menatap Darren curiga.
Darren terpaku bibirnya terasa kelu. Dia harus menahan ucapannya sampai menemukan alasan yang tepat.
"Kau lupa aku pernah datang ke rumahmu? Tentu saja, orangtuamu yang memberitahuku semua hal tentang kamu."
"Ouh ... begitu," ucap Sera dengan malu. Sera pikir Darren tertarik padanya sampai dia mengetahui apa kesukaannya.
Tiba-tiba ponsel Darren berdering, ada sebuah panggilan dari Clara. Darren menghentikan makannya sejenak, melap mulut dengan tisu. Lalu, menjawab panggilan itu.
...Telepon...
"Ada apa Clara?"
"Darren, aku ada di rumahmu, aku kesal menunggumu sejak tadi, kapan kamu pulang?"
"Aku sedang makan dulu. Memangnya kenapa?"
"Apa kamu tidak mau bertemu denganku? Aku ini seorang dokter, rela-rela aku cuti untuk datang ke rumahmu tapi kamu malah nggak ada."
"Iya, sebentar lagi."
"Aku tunggu 10 menit."
Darren, melihat jarum arlojinya yang sudah menunjukkan pukul 15.00, sudah sore dan ia sudah seharusnya pulang. Darren, langsung mematikan sambungan telepon, membuat Clara kesal yang sedang berada di rumahnya.
"Habiskan makananmu, kita harus pulang, ini sudah sore, kasihan Lio."
"Hmm ... tapi sedikit lagi, sayapku masih ada setengah."
"Sudah, simpan saja." Darren langsung bangkit dari kursi, membawa Lio dalam gendongannya lalu pergi meninggalkan Sera.
"Eh, tunggu!" Mulut Sera penuh, ia tidak mau meninggalkan sayap goreng kesukaannya sehingga melahapnya semua. Sambil tergesa-gesa ia membawa barang belanjaan dengan stroller yang Darren tinggalkan.
Untung saja, mall itu menyediakan lift hingga Sera tidak begitu kesulitan saat mendorong kereta bayi. Sera, bernafas lelah, setelah masuk ke lift yang Darren naiki.
Lift melaju turun hingga tiba di lantai dasar, Darren dan Sera segera menuju basemen. Darren, sama sekali tidak melirik atau menoleh kepada wanita di belakangnya, ia terus melangkah yang tidak peduli dengan Sera yang kesulitan membawa barang-barang itu.
"Tuan, jalanmu seperti Beny. Cepat sekali, tunggu akulah Tuan." Sera, ngos-ngosan.
Darren, langsung membuka bagasi mobilnya, menunggu Sera untuk memasukkan langsung barang belanjanya.
"Makanya jalan jangan lelet," katanya lalu memberikan Lio kepada Sera. Darren, mengambil alih barang-barang tadi yang langsung ia rapikan ke dalam bagasi. Setelah selesai mereka berdua pun masuk ke dalam mobil.
"Kamu tadi bilang aku apa? Beny?" tanya Darren ketika hendak melajukan mobil.
"Itu si Beny 4njing tetanggaku," jawab Sera santai, tapi tidak dengan Darren, matanya membola menatap Sera dengan kesal.
"Kamu, samakan aku dengan 4njing tetanggamu?"
"Oh ... itu ... jalannya saja Tuan, abis jalan mu sangat cepat sama seperti Beny."
Darren, memalingkan muka menghadap fokus ke arah jalan di depan. Giginya menggertak, dengan sorot mata penuh kejengkelan. Dengan, marah kakinya menginjak pedal gas cepat, membuat Sera terkejut yang tubuhnya hendak terhuyung ke depan. Namun, tangannya berpegangan erat.
"Tuan, ingat ... ada Lio. Pelan-pelan saja, aku masih mau hidup Tuan."
Darren tidak peduli, melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Sera, mempererat pegangannya, dengan satu tangan yang terus memeluk Lio. Matanya melebar di saat mobil Darren berada di tengah jalur, tapi Darren tetap ngegas.
"Tuan! Tuan di sini ada Lio, nggak kasihan apa? Bagaimana jika terjadi sesuatu sama kita? Aduh ... Tuan jangan marah dong hanya karena disamakan sama Beny. Kalau Tuan terus ngebut, berarti Tuan lebih buruk dari Beny."
Ckiit!
Dugh,
"Ah!" Sera, meringis ketika pundaknya terbentur kaca sampingnya. Darren, menginjak rem tiba-tiba, beruntung Sera selalu melindungi Lio.
"Tuan, kamu itu kenapa? Tadi ngebut sekarang ngerem mendadak. Kalau mau bundir jangan ajak-ajak orang!" Sera menggerutu sambil mengusap pundak kirinya .
Darren, bukannya cemas dan meminta maaf ia malah mempertanyakan ucapan Sera tari.
"Apa maksudmu, aku lebih buruk dari Beny? Aku ini manusia sudah pasti lebih baik."
"Beny, tidak pernah membuat orang celaka. Dia selalu menuntun majikannya dengan lembut. Bahkan, membuat siapapun nyaman berada di dekatnya." Sera, mendelik tajam.
Darren, berdecak lalu melajukan lagi mobilnya dengan kecepatan sedang. Tidak berselang lama, mereka pun tiba di rumah. Para penjaga siap menghampiri Darren, mereka akan selalu bertanya apa ada barang yang harus di bawa.
"Tolong bawa semua barang dalam bagasi ke dalam," ucapnya berbicara saat menurunkan kaca mobil.
"Baik Tuan." Semua penjaga langsung menuju bagasi, dua penjaga lain membukakan pintu untuk Darren dan Sera.
"Akh!" Darren, yang hendak turun langsung menoleh ke arah Sera. "Kenapa?" tanyanya demikian.
"Pake tanya kenapa, sakit nih, gara-gara tadi ngerem mendadak," balas Sera, lalu turun dengan ekspresi kesal. Darren ikut turun, yang berjalan ke arah Sera, untuk melihat pundaknya.
"Apaan, sih."
"Sebentar, aku lihat lukanya parah tidak."
Darren menyentuh pundak Sera, bagaimana pun dia pernah menjadi tim basket dan dia bisa memperbaiki tulang yang patah akibat cedera.
"Ini hanya memar saja, langsung ke kamar saja nanti aku obati."
"Yaiyalah, harus tanggungjawab," ucap Sera kamu melangkah ke dalam.
"Tunggu dulu!" tahan Darren menghentikan langkah Sera.
"Apalagi?" tanya Sera kesal.
"Lio, biar aku yang bawa," ucap Darren yang mengambil Lio dari Sera. Darren, tahu luka dipundak Sera lumayan sakit, dia tidak ingin menambah kesakitan Sera.
Tanpa mereka sadari, ada Clara yang memperhatikannya dari atas balkon. Clara, menunggu Darren di atas, ia juga penasaran dengan wajah ibu susu Lio.
Darren, terlalu lama pergi dengan ibu susu Lio, tidak mungkin sebatas majikan dan pegawai bisa sedekat itu.
"Apa aku salah lihat? Aku merasa, Darren memberi perhatian kepada wanita itu," ucap Clara demikian.
...----------------...
Maaf kesorean tapi tetap double up dong
di tunggu ya part selanjutnya. Jangan lupa, kasih like, vote, hadiah, rating dan komentar kalian. Tak apa hanya sekata, yang penting karya ini gak sepi seperti kuburan ... hehe ....