Bagaimana perasaan kamu kalau teman SMAmu melamar di akhir perkuliahan?
Itulah yang dialami Arimbi, selama ini menganggap Sabda hanya teman SMA, teman seperjuangan saat merantau untuk kuliah tiba-tiba Sabda melamarnya.
Dianggap bercanda, namun suatu sore Sabda benar-benar menemui Ibu Arimbi untuk mengutarakan niat baiknya?
Akankah Arimbi menerima Sabda?
Ikuti kisah cinta remaja ini semoga ada pembelajaran untuk kalian dalam menghadapi percintaan yang labil.
Happy Reading
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AZREL
Sabda jelas penasaran siapa dosen yang datang ke rumah Arimbi. Ia meminta video call WA tak dimatikan, feeling Sabda menebak Azrel yang datang. Sekarang siapa coba dosen yang mau ke rumah mahasiswanya, justru mahasiswa dong ya yang ke dosen.
Arimbi sudah memakai pakaian rapi dengan pashmina, sekali lagi Sabda ingin tahu siapa tamu itu. Arimbi mengiyakan, dirinya sudah dipinang Sabda, harus menghormati hati baik di depan maupun di belakang Sabda.
"Kak Azrel?" sapa Arimbi ketika melihat Azrel sudah duduk anteng di ruang tamu. Suara Arimbi terdengar oleh Sabda, lelaki itu hanya memejamkan mata saja. Berharap Azrel hanya bertamu tanpa melakukan hal aneh yang memicu rusaknya acara pernikahan mereka. Ditambah kata Arimbi rumah sudah ramai dengan beberapa tetangga, tentu tak mau ada gosip yang menyudutkan Arimbi juga.
"Ada apa ya Kak?" tanya Arimbi tak suka, bukan seperti dirinya dalam menyambut tamu, ketus. Azrel hanya tersenyum saja. Menyodorkan tangan untuk bersalaman, namun Arimbi tak membalas.
"Cuma mampir, habis dari Kediri."
"Kok tahu rumahku?" tanya Arimbi mengintrogasi, lupa kali kalau Azrel mantan ketua BEM, untuk mencari tahu alamat Arimbi tentu sangat mudah.
"Dari anak-anak," jawab Azrel sembari tersenyum.
"Diminum, Pak dosen!" ucap Ibu yang menyodorkan dua cangkit teh. Azrel dengan sopan menerimanya dan mengucap terimakasih. Ibu sempat main mata pada Arimbi, namun sang putri tak mau menjelaskan sekarang.
"Aku sempat mendengar dari adikku, kalau kamu mau menikah, apa benar?" tanya Azrel to the point. Melihat ekspresi tak suka Arimbi, sebaiknya tak perlu basa-basi.
"Iya, ini sedang persiapan," ucap Arimbi masih ketus. Azrel saja yang sok ramah, senyam-senyum gak jelas.
"Sama siapa?"
"Teman SMAku."
"Apakah Sabda?" tanya Azrel lagi, memang dia dulu sempat mengira Sabda dan Arimbi pacaran, karena beberapa kali mereka berboncengan. Apalagi saat Arimbi butuh sesuatu pasti yang ditelepon pertama kali adalah Sabda.
"Iya!"
"Sudah yakin?"
Arimbi tertawa sinis, "Tujuan Kak Azrel ke rumah tuh mau ngapain sih? Wawancara? Buat apa?"
"Mbi, kamu tahu kan kalau aku suka sama kamu."
"Lupa kah sudah punya pacar. Lagian kita sudah lost kontak lebih dari satu tahun kali, Kak. Gak ada keharusan buat tahu kehidupan masing-masing."
"Aku bisa putuskan dia, Mbi."
Arimbi melongo. "Terus aku, kamu suruh membatalkan pernikahan dengan Sabda, begitu? Licik amat sih jadi orang."
"Aku lebih baik dari Sabda, Mbi!" sebuah pernyataan yang amat menjijikkan terdengar di telinga Arimbi. Kok ada mantan pemimpin menganggap rendah orang lain, sedangkan dirinya saja belum tentu baik. "Dilihat dari pekerjaan saja, aku lebih terhormat. Dia hanya freelance biasa saja, kamu mau makan apa dari freelance, Mbi. Coba pikirkan baik-baik untuk masa depanmu."
Sabda yang masih mendengar hanya bisa mengeratkan rahang dan mengepalkan tangan, kalau saja otaknya terbalut emosi, mungkin ia langsung ke rumah Arimbi sekarang.
"Kak Azrel yang terhormat, semudah itu kamu menilai Sabda di depan calon istrinya?" Arimbi menantang, menunjukkan kalau ia tidak terpengaruh dengan pekerjaan Sabda sama sekali. "Kamu bisa jadi dosen dan setelah ini jadi dosen tetap saja karena kamu punya orang dalam. Gak malu membandingkan diri kamu dengan Sabda di depan aku?"
"Mbi, maksud aku!"
"Kamu tahu kan Kak Azrel, aku paling tidak suka berdekatan dengan orang yang bermuka dua dan penjilat, kenapa Kak Azrel menunjukkan di depanku secara jelas, sedangkan kamu mengaku menyukaiku?"
Azrel menunduk seketika, terlalu kelihatan ingin menjatuhkan Sabda, sampai lupa dia sedang berbicara dengan siapa. "Dengarkan sekali lagi ya, Kak Azrel, mungkin aku masih menghormati kamu. Yang pertama, aku dan Sabda sudah kenal sejak lama. Kita mengenal tanpa ada pencitraan apapun, karena kita kenal sejak remaja. Dan kalau membandingkan kedekatan kita dulu, kok aku merasa terlalu banyak pencitraan yang dibuat olehmu Kak. Kak Azrel benar-benar membangun branding seolah kamu adalah cowok sempurna yang bisa menaklukkan semua perempuan, di mana-mana kamu terus menunjukkan kehebatan kamu, tapi kamu lupa mengaca bahwa dirimu bisa di level ini karena pengaruh orang dalam, bukan atas kerja kerasmu sendiri."
Azrel diam seribu bahasa. Tak menyangka Arimbi akan seberani ini memojokkan dirinya. "Kedua, Kak Azrel mungkin lupa, kalau sebenarnya sudah tidak menghargai aku sebagai perempuan."
Spontan saja Azrel mendongak, tak paham dengan ucapan Arimbi. "Lupa kan? Karena kamu menganggap aku gak pernah penting."
"Kapan, Mbi?"
Arimbi tertawa sinis, "Setelah pemotretan banner, tugas terkahirku sebagai putri kampus. Kamu sempat chat agar aku menunggumu dulu di depan rektorat, tapi ternyata kamu naik mobil bersama pacarmu, dan melewatiku begitu saja sembari menutup jendela mobil. Sumpah aku merasa bodoh sekali saat itu. PHP kamu kebangetan, dan sekarang kamu mengaku kamu lebih baik dari Sabda?"
"Aku minta maaf soal itu, aku gak tau kalau dia mau jemput."
"Iya udah aku maafin kok, santai saja."
"Mbi, tapi aku sayang sama kamu."
"Udahlah Kak Azrel, aku udah mau jadi istri orang. Please hormati aku ya. Aku sudah memilih Sabda. Lahir batin aku memilih dia tanpa paksaan apapun. Jadi tolong, ungkapan rasa suka atau apalah itu, aku minta ini yang terkahir."
"Gak ada kesempatan?" tanya Azrel seolah memelas. Arimbi menggeleng.
"Maaf, Sabda sudah menutup kesempatan itu," ucap Arimbi tegas.
Azrel pun mengangguk pasrah. Inilah alasan Arimbi menjadi putri kampus dulu. Karena dia punya prinsip, gadis tegas dan sangat bisa memainkan emosi lawan bicaranya. Azrel yang sejak tadi merasa jumawa, akan bisa mempengaruhi Arimbi ternyata salah, justru dia yang tak berdaya. Gadis itu sangat tangguh untuk mempertahankan pilihannya.
Tak lama setelah adu argumen, Azrel pamit. Bisa dipastikan ibu dan tantenya menguping sejak tadi. "Mbak, dia juga ganteng. Kok pintar banget sih kamu dekat cowok ganteng seperti Sabda dan dia?"
"Gantengan Sabda lah, Te. Jauh," ucap Arimbi tak sadar kalau panggilan video masih berlangsung.
"Kamu pernah pacaran sama dia, Mbak?" giliran ibu yang salah menyimpulkan. Arimbi hanya menghela nafas pendek.
"Enggak, aku hanya di PHP sama dia."
"PHP itu apa?"
"Diberi harapan palsu doang, sok-sok an pendekatan tapi dia memilih perempuan lain."
"Masa' sejahat itu, Mbak?"
"Bu, Te. Dia anak orang kaya, pastilah bersikap sombong, bakal mikir semua perempuan pasti mau sama dia meski dijadikan kedua sampai keseratus."
"Masa' sih?"
"Iyalah, Arimbi yang tahu kok. Sekarang kalau dia orang baik, tentu gak menjelekkan Sabda kan."
Ibu dan tante diam. Terdengar kalau Arimbi tak suka dengan lelaki tadi. "Jangan terlalu benci, nanti suka loh!"
"Amit-amit deh. Aku udah suka sama Sabda kok," ucapnya sembari mengambil ponsel berniat ke kamar. Namun saat memegang ponsel, wajah sumringah Sabda terpampang nyata. Arimbi lupa mematikannya sejak tadi.
"Aku juga suka sama kamu, Mbek!" ucap Sabda dengan tersenyum manis.
lanjut kak
semangat terusss ya /Heart/
lanjut ya kak
semangat