Amara adalah seorang polisi wanita yang bergabung di Satuan Reserse Narkoba. Hidupnya seketika berubah, sejak ia melakukan operasi hitam penggrebekan sindikat Narkoba yang selama ini dianggap mustahil disentuh hukum. Dia menjadi hewan buruan oleh para sindikat Mafia yang menginginkan nyawanya.
Ditengah - tengah pelariannya dia bertemu dengan seorang pria yang menyelamatkan berulang kali seperti sebuah takdir yang sudah ditentukan. Perlahan Amara menumbuhkan kepercayaan pada pria itu.
Dan saat Amara berusaha bebas dari cengkraman para Mafia, kebenaran baru justru terungkap. Pria yang selama ini menyelamatkan nyawanya dan yang sudah ia percayai, muncul dalam berkas operasi hitam sebagai Target Prioritas. Dia adalah salah satu Kepala geng Mafia paling kejam yang selama ini tidak terdeteksi.
Amara mulai ragu pada kenyataan, apakah pria ini memang dewa penyelamatnya atau semua ini hanyalah perangkap untuknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Radieen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tertangkap Basah
Haris menyipitkan matanya, memperhatikan pengemudi di dalam mobil itu dengan seksama. "Aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas, karena kacanya gelap. Tapi posturnya… aku rasa, aku mengenalnya."
Haris terdiam sejenak, menarik napas panjang.
"Aku yakin itu Raditya."
Amara terbelalak. "Raditya? Untuk apa dia membuntuti kita? Aku sudah bilang padanya aku butuh waktu sendiri."
"Pikirkan, Amara. Kau menghilang berjam-jam, lalu kau menelepon dengan ponsel aneh, memberinya alasan sakit yang klise, dan tiba-tiba Komandan memintamu menyelidiki dia. Raditya mungkin emosional, tapi dia bukan orang bodoh. Dia pasti menyimpulkan kita menyembunyikan sesuatu. Dia membuntuti kita, mencoba mencari tahu apa yang kita lakukan."
Haris memutar kunci motor. "Dia sudah lewat. Kita harus cepat. Kita tidak bisa biarkan dia melihat kita bertemu Juliet. Itu akan melibatkan lebih banyak orang."
Mereka bergegas keluar dari terowongan gelap itu. Motor melaju kencang menuju klinik milik Juliet. Sepanjang perjalanan, Amara merasa bersalah pada Raditya. Mereka tidak bisa melibatkan Raditya ke dalam lingkaran setan ini.
Saat mereka tiba di sana, Juliet sudah menunggu di teras luar. Ia terlihat lelah, tetapi matanya bersinar lega saat melihat motornya kembali.
"Syukurlah, kau baik-baik saja," kata Juliet, suaranya sedikit gemetar. Ia tidak memperhatikan motornya yang rusak. Fokusnya hanya pada keselamatan Haris.
"Terima kasih sudah meminjamkan motor ini," kata Amara, menyerahkan kunci motor itu. "Kami berjanji, kami tidak akan melibatkanmu lagi."
Juliet melihat goresan di fairing motornya. Wajahnya tidak menunjukkan kekesalan, hanya sedikit cemas.
"Motor ini... apakah kalian baik-baik saja?"
"Kami baik-baik saja," potong Haris cepat, sebelum Amara sempat meminta maaf. Haris menatap Juliet dengan senyum meyakinkan. "Motor ini hanya tergores sedikit karena jatuh di lumpur. Anggap saja ini oleh-oleh dari hutan. Kau tidak perlu khawatir, ini mudah diperbaiki."
Juliet mengangguk. "Aku tidak peduli. Kalian berdua harus hati-hati."
Haris mendekat, suaranya merendah. "Juliet, motor itu, jangan sampai ada yang menyentuhnya kecuali kamu. Terutama jika ada orang yang bernama Raditya datang! Dia adalah rekan kerja kami, tapi kami tidak bisa melibatkannya."
Juliet menatap Haris, lalu Amara. "Aku mengerti. Kalian hati-hati. Dan sampaikan salamku pada... pasienku yang sudah sadar itu. Aku harap dia baik-baik saja."
Amara mengangguk, ia tahu Juliet merujuk pada Fai.
"Ayo, Amara," bisik Haris. "Kita pergi. Raditya mungkin masih di sekitar sini."
Mereka berdua berbalik, siap berjalan cepat menjauh dari klinik. Namun, suara yang familiar menghentikan langkah mereka.
"Jadi, ini 'urusan pribadi' yang membuat kalian menghilang selama dua hari?"
Amara dan Haris menegang. Mereka berbalik perlahan.
Hanya dua puluh meter dari mereka, di sudut parkiran, berdiri Raditya. Ia bersandar di samping mobil sedan hitamnya, wajahnya tidak lagi dipenuhi amarah, melainkan kekecewaan dingin yang jauh lebih menakutkan. Matanya menatap tajam ke arah Juliet, lalu beralih ke goresan di motor, dan akhirnya, kembali menusuk Amara dan Haris. Ia telah memergoki mereka.
Raditya meluruskan tubuhnya, melangkah maju. "Kau bilang padaku kau sakit, Amara. Kau menyuruhku berlibur. Dan kalian ada di sini, tengah malam, mengembalikan motor curian dari klinik ini?"
Ia berhenti, menatap Juliet dengan tatapan tajam dan mengancam. "Siapa dia? Kenapa kalian berbohong padaku? Apakah ini ada hubungannya dengan buronan itu?"
Amara merasakan darahnya mendidih, tercampur antara rasa bersalah dan kebutuhan untuk melindungi. Haris segera maju selangkah, menempatkan dirinya di antara Amara dan Raditya.
"Ini tidak ada hubungannya denganmu, Radit," ujar Haris, suaranya serendah dan sedatar mungkin. "Kami hanya meminjam motor Juliet untuk misi penyamaran. Ini adalah urusan internal kami. Sebaiknya kau pulang."
Raditya tertawa sinis, tawa yang tidak ada lucunya. "Misi penyamaran? Urusan internal ya..Kalian pikir aku bodoh, Haris? Atau aku memang sudah tidak kalian anggap lagi sebagai tim kalian?!"
Amara dan Haris tertegun. Mereka menyimpan perasaan bersalah yang tidak bisa mereka tutupi.
"Aku tahu kalian menyembunyikan sesuatu," desak Raditya, suaranya meninggi. "Dan aku tidak akan membiarkan kalian berdua menjalani hal berbahaya sendirian. Katakan padaku, apa yang sedang kalian lakukan?"
Amara tidak bisa lagi bersembunyi di belakang Haris. Ia maju, menghadapi Raditya secara langsung.
"Radit, dengarkan aku," kata Amara, nadanya kini tegas dan memohon. "Kami melakukan ini untuk negara. Kami tidak bisa memberitahumu, karena itu akan membahayakanmu. Pulanglah. Itu perintahku."
Raditya menggeleng, matanya berkaca-kaca. "Perintah? Kau bukan lagi atasan yang bisa kupercaya, Amara. Aku akan mencari tahu sendiri."
Ia menoleh, kembali ke mobil yang dia sewa khusus untuk mengikuti Amara. Namun, sebelum masuk, ia membanting pintu mobil dengan keras.
"Aku bersumpah," kata Raditya, menatap mereka berdua untuk terakhir kalinya, "jika kalian dalam bahaya, aku akan menarik kalian keluar. Tapi jika kalian mengkhianati Divisi dan negara, aku yang akan menangkap kalian sendiri."
Mobil sedan hitam itu lalu melaju kencang, menghilang di tikungan jalan, meninggalkan Amara dan Haris dalam keheningan yang menyesakkan di depan klinik Juliet. Mereka telah terekspos.
Haris menarik napas panjang. "Sial. Dia sudah tahu semuanya. Raditya bisa terlibat dalam bahaya yang tidak terduga."
”Apa dia yang bernama Raditya itu Haris?” Juliet yang sedari tadi hanya menonton akhirnya ikut berbicara.
”Yah.. Sebaiknya kau jangan bicara macam - macam padanya. Dia pasti akan kembali ke sini menanyaimu. Apa kau bisa mengatasi ini Juliet?”
Juliet mendengus pelan, ”Selalu saja menyuruhku tanpa imbalan! Sudahlah, hitung saja hutang - hutang kalian, nanti kalau aku tagih kalian harus siap!”
”Maafkan kami Juliet, ini benar-benar di luar prediksi kami.” Amara menarik sedikit nafasnya, perasaan bersalah jelas tergambar dari matanya.
Juliet menepuk pundak Amara, ”Tenang Amara, aku suka menghadapi pria tampan. Kau tidak perlu terlalu risau!”
Haris terkekeh kecil, dalam hatinya kalau Juliet tahu Raditya sudah berkeluarga, mungkin reaksinya tidak seperti ini. Dia memilih untuk menyembunyikan fakta itu dari Juliet.
”Terimakasih Juliet.. ”Amara tidak begitu memperhatikan detail perkataan Juliet, dipikirkannya saat ini adalah bagaimana menghadapi Raditya.
Amara menatap ke arah mobil Raditya menghilang, rahangnya mengeras. "Haris, kita tidak punya waktu lagi. Kita harus bergerak malam ini. Aku takut dia bertindak gegabah."
"Tentu saja dia tidak akan menyerah," balas Haris, matanya menyala. "Dia tidak suka dibohongi. Tapi kita tidak bisa begerak malam ini. Kita harus pikirkan cara lain dengan matang. Sebaiknya sekarang kita pulang, tenangkan pikiran kita dan cari cara yang aman untuk Raditya."
fai selalu bisa diandalkan...
💪💪💪💪
hebat Amara ayo Brantas kejahatan polisi korup....
betapa lihainya memainkan perasaan mu Amara
good job thor
ini bisa jadi sekutu itu Raditya kira2 masuk gak ya
🤣🤣🤣
Raditya kah???
haduhhhh makin penasaran nih
wah dalam bahaya kau Amara.,..
ati ati y
kok bisa ya secerdik itu dia...
.
wah g nyangka sekalinya Amara dilingkungan toxic...
semoga Amara berhenti JD polisi aja deh, gak guna lencanamu kalau hidupmu sudah dikondisikan dgn mereka para penjilat uang haram...
yok yok semanggad thor
💪💪💪💪
🙏🙏🙏🙏