"Aku nggak punya pilihan lain." ucap adel
"Jadi kamu memang sengaja menjebakku?" tanya bima dengan nada meninggi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cengzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28
Ayah dan anak itu kini sedang berada dimeja makan, bima menikmati santapan yang dihidangkan oleh anaknya dengan kerinduan yang begitu membuncah, makanan inilah yang selama beberapa hari kebelakang selalu ia rindukan dan selalu ia nantikan. Hanya makanan adel lah yang menggunggah seleranya dan sangat pas dilidahnya.
Sementara, Adel yang ada didepannya menyantap makanan sambil sesekali mencuri pandang kearahnya, ayahnya itu terlihat begitu lahap dalam memakan membuatnya geleng-geleng kepala. Ada rasa senang dan bahagia yang tak bisa diungkapkan lewat kata-kata.
Senang akan bima yang kembali bisa menerimanya dan bahagia dengan bima yang tak mau meninggalkannya lagi saat tau perasaannya selama ini.
Malam ini, malam yang cukup mengesankan baginya, bisa bertemu dengan seseorang yang sangat ia cintai, lebih dari apapun. Bagaimana tidak cinta dengan bima? Ayahnya itu, baik, perhatian, penyayang dan lemah lembut, namun saat kejadian malam itu, ia mewajarkan saja sikap bima yang memarahinya, karena. Ayahnya itu pasti syok, mengetahui fakta, sebuah fakta nyeleneh, yaitu. Seorang anak yang mempunyai perasaan lebih terhadap ayahnya. Dari sudut pandang lain pun akan menggangap ini aneh, begitupun dengan bima.
Disatu sisi, sebagai seorang wanita yang mudah terbawa perasaan, melupakan sikap bima saat itu sangat sulit, cukup membekas dibenaknya hingga sekarang.
Makan malam selesai.
"Ayah!" Panggil Adel, suaranya pelan, mengingat sesuatu yang membuat hatinya seketika, dipenuhi rasa cemburu.
"HM? Ada apa del?" Tanya bima, menyeka mulutnya dengan selembar tisu.
"Yah! Tolong....." Adel memainkan kedua jari telunjuknya, ragu ingin mengatakan.
"Tolong apa?" Tanya bima.
Adel menghela nafas panjang, mengumpulkan seluruh keberaniannya, sebelum akhirnya berkata. "Tolong putusin Tante Lesa!"
Bima bergeming sejenak, permintaan Adel sangatlah tiba-tiba.
"Aku cemburu sama dia, aku gak suka sama pacar ayah itu, dia wanita gak bener yah!" Ungkap Adel, memprediksi.
Bima mengusap wajahnya pelan, "Del, tolong jangan ngurusin hubungan ayah sama dia. Kamu gak bisa dong larang-larang ayah gitu aja, ini hak ayah Loh. Lagian ayah gak suka sama kamu. Suka sama anak sendiri itu susah!" Kata bima menegaskan, Adel yang mendengarnya, hatinya seakan dicabik-cabik.
Sekuat tenaga ia menahan gejolak ini, "Yah! Tolong Hargai perasaan aku. Apa susahnya menghargai perasaan orang yang mencintai ayah? Kalau ayah diposisi aku gimana? Sakit gak digituin? Lagian ayah itu bukan ayah kandung Adel kan? Jujur!" Mata Adel memanas, dadanya bergemuruh menahan amarah yang hampir meledak detik ini juga.
Bima beranjak, menuju dapur meletakkan piringnya, memunggungi Adel. Sepasang netra Adel tak henti-hentinya memerhatikan sang ayah.
"Kamu tau darimana kalau ayah itu bukan ayah kandung kamu?" Tanya bima tanpa menoleh dengan dahi mengerut, antara bingung dan ingin tahu.
"Sudah lama Aku mengetahuinya! Aku tidak mau memberitahukan nya lebih dalam lagi, mas." Kata Adel membuat bima menoleh dengan bibir terbuka tanpa bisa mengucapkan sepatah katapun, kaget. Itulah yang ia rasakan.
"Aku kali ini tidak akan memanggilmu lagi dengan sebutan ayah, karena kamu bukan ayahku, ayah kandungku. Kalo ini aku akan memanggil mu, mas, karena. Lebih pantas. Cukup penjelasannya. Teruntuk tadi, tolong Jangan mengalihkan pembicaraan, mas bima." Adel menekankan dengan wajah serius, tak mau dibantah. "Putusin pacar kamu itu, mas. Hargailah perasaan aku yang mencintai kamu. Tidak ada salahnya kamu memutuskan wanita itu demi aku, dia gak pantes bersanding dengan kamu, mas. Dia tidak bisa apa-apa, kamu belum mengenal siapa dia dan kamu tidak tahu seluk beluknya bagaimana. Beda sama aku, kamu sudah mengenal siapa aku dan tahu semuanya tentang aku, mas bima. Aku ini perempuan posesif dan cemburuan terhadap kamu selama ini, karena aku terlalu mencintaimu lebih daripada aku mencintai diriku sendiri." Adel menarik napas panjang, memejamkan matanya lalu membukanya kembali.
"Peka lah terhadap aku mas, mana mungkin aku mau mengurus segala hal yang bersangkutan dengan kamu, kalau aku sendiri tidak cinta dengan kamu selama ini mas. Aku bersikap layaknya seperti seorang istri yang memenuhi kebutuhan suaminya sendiri, bukan seorang anak yang memenuhi kebutuhan ayahnya sendiri." Adel mengepalkan kedua tangannya, diatas meja. mengeluarkan seluruh unek-uneknya yang selama ini dia tahan.
Bima mengeraskan rahangnya, berbalik badan, tatapannya menajam, kesal dengannya. "Kamu pikir menyukai orang yang pernah terlibat hubungan antara ayah dan anak itu gampang? Kamu kira membalas perasaan segampang membalikkan telapak tangan? Gak del! Enggak! Perasaan itu gak dipaksakan untuk mencintai seseorang! Jika memaksakan perasaan kita untuk mencintai orang yang gak kita cinta, nantinya akan berdampak negatif, kedepannya!"
Adel menggebrak meja, berdiri dengan wajah kesal. "Kamu nyimak penjelasan aku gak sih! Aku kan tadi bilang gini, hargai perasaan aku, bukan nyuruh ngebalas perasaan aku! Ngerti gak sih!! Kolot banget jadi orang! Dasar pria tua Bangka!" Omel Adel menggerutu.
Bima terbelalak. "Kamu bilang tua Bangka! Hey! Gadis kecil! Sadar dirilah! Kalau pria tua Bangka ini tidak hadir dalam hidupmu, mungkin kamu tidak....." Bima menjeda ucapannya. "Tidak kaya!" Ia menarik kembali ucapannya yang hampir membongkar masa lalunya. Sebagai seorang pria yang baik, tentu saja ia tak rela menyakiti perasaannya lebih dalam lagi.
"Kecil! Kecil juga tahu semuanya! Jangan ngeremehin gadis kecil ini mas, kamu gak tau seberapa pinternya aku!" Sombong Adel, melipat kedua tangannya diatas dada.
"Iya deh! Si paling pinter! Dasar bocil labil!" Gerutu bima sambil mencuci piring.
"Bocil gini juga bisa bikin kamu tepar diranjang!" Ucap Adel spontan.
Bima menoleh kebelakang. "Ngawur kamu cil!" Katanya lalu mengalihkan pandangannya, menggosok piring menggunakan spons lalu membilasnya.
Adel mencebikkan bibirnya, "yah! Putusin dia sih! Putusin doang gak ada salahnya loh! Cuman itu doang permintaan Adel, gak lebih!"
"Kamu aja sini ayah putusin! Kalo bisa ayah cincang-cincang pake gergaji!"
"Ishhhh! Kamu apaan sih mas. Gak usah ngelawak deh!" Adel menghentakan kakinya kelantai, kesal. "Buruan putusin aja! Atau aku gantung diri nih!" Ancamnya, menakut-nakuti.
"Jangan dong! Nanti rumah ini angker!"
"Bodo amat! Angker aja sekalian! Biar aku gentayangin kamu mas."
"Gentayangin aja paling aku jual rumah ini, terus pindah. Simple, no ribet-ribet."
"Aku bakalan ngikutin kamu terus mas, sampai keujung dunia. Aku teror kamu seumur hidup!"
"Iii, ngerinya, jadi Atut deh!" Ejek bima.
"Mas! Jangan bikin orang emosi deh! Ngejek orang Mulu kamu ya!" Adel mendekatinya dan mengigit lengannya pelan.
"Awww! Sakit del! Jangan digigit dong!" Kata bima pura-pura mengaduh.
Adel mengurai dan memeluknya dari belakang, jantung bima berdetak lebih kencang dari pada biasanya. Nafasnya tertahan ketika tangan Adel menyentuh sesuatu dibawah sana, membuat joninya sesak, meronta-ronta ingin dilepaskan.
"Del! Cukup!" Bima menepisnya dan menatap tajam kearahnya, "kamu apa-apaan sih! Sikap kamu ini liar banget jadi perempuan! Gak seharusnya berbuat seperti itu sama seseorang!!" Bentak bima, mata Adel terbelalak, kaget dengan bima yang berani membentaknya. "Jangan kurang ajar jadi orang! Untung aja orang yang kamu ituin ayah. Coba aja orang lain! Pasti kamu akan dimarah-marahin dan dilaporin kepolisi! Jaga sikap kamu sebagai seorang perempuan! Jangan terlalu merendahkan diri kamu sendiri! Minimal punya sifat malu, kalau wanita tidak punya malu, sama saja seperti wanita j4lang diluar sana. Mereka rela menjual tubuhnya ke orang lain. Karena apa? Karena rasa malunya sudah hilang!!" Bima melewatinya dengan langkah tergesa-gesa.
Pria itu menghentikan langkahnya, memunggungi Adel yang hampir menangis.
"Sikap kamu membuat saya ilfeel! Dasar perempuan menjijikan. Kamu terlalu banyak menilai pacar saya, menggangapnya wanita buruk, padahal. Kamu sendirilah wanita buruk itu! Cih!! Terlalu membanggakan diri sendiri dan menjellekan orang lain. demi terlihat lebih baik Dimata orang lain! CK, munafik! Playing victim!" Bima berlalu kekamarnya sendiri, membanting pintunya keras-keras, meninggalkan Adel seorang diri yang lemas dan menangis, memeluk kedua lututnya. hatinya sakit direndahkan sampai seperti ini oleh orang yang ia cintai.