NovelToon NovelToon
Cinta Yang Terlambat

Cinta Yang Terlambat

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Fantasi Wanita
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: carat18

Sinopsis Singkat "Cinta yang Terlambat"

Maya, seorang wanita karier dari masa depan, terbangun di tubuh Riani, seorang wanita yang dijodohkan dengan Dimas, pria dingin dari tahun 1970-an. Dengan pengetahuan modern yang dimilikinya, Maya berusaha mengubah hidupnya dan memperbaiki pernikahan yang penuh tekanan ini. Sementara itu, Dimas yang awalnya menolak perubahan, perlahan mulai tertarik pada keberanian dan kecerdasan Maya. Namun, mereka harus menghadapi konflik keluarga dan perbedaan budaya yang menguji hubungan mereka. Dalam perjalanan ini, Maya harus memilih antara kembali ke dunianya atau membangun masa depan bersama Dimas.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon carat18, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 28 – Serangan Balik

selamat membaca guys ❤️ 🐸 ❤️ ❤️ 🐸 ❤️

*****

Malam itu, hujan turun dengan deras, menutupi suara langkah kaki seseorang yang mengendap-endap di sekitar rumah Riani. Di dalam, Riani sedang membaca dokumen yang mereka ambil dari brankas Arman, sementara Dimas sibuk berbicara dengan Lisa di telepon.

"Aku sudah menghubungi wartawan yang bisa dipercaya," kata Lisa. "Dia setuju untuk bertemu besok pagi. Kita akan memberikan semua bukti ini kepadanya."

Dimas mengangguk sambil melirik ke arah istrinya yang masih serius membaca. "Bagus. Semakin cepat kita bertindak, semakin aman kita."

Namun, saat itu juga, lampu rumah mereka tiba-tiba berkedip-kedip sebelum mati total.

BRUK!

Suara keras terdengar dari luar rumah, seperti sesuatu yang jatuh atau didorong dengan paksa.

Riani tersentak dan langsung berdiri. "Apa itu?"

Dimas segera mengambil senter dan mengarahkan cahaya ke arah jendela. Hujan deras membuat penglihatannya terbatas, tapi samar-samar ia melihat bayangan seseorang bergerak di halaman depan rumah mereka.

Lisa, yang masih di telepon, mendengar suara aneh itu. "Ada apa?!"

Dimas menegangkan rahangnya. "Seseorang ada di luar."

Riani menelan ludah. "Arman sudah mulai bergerak."

Dimas meraih benda berat terdekat—sebuah tongkat besi yang biasa mereka gunakan untuk memperbaiki pagar. Dengan hati-hati, ia berjalan menuju pintu depan sementara Riani mengikuti di belakangnya.

"Jangan terlalu dekat denganku," bisik Dimas. "Kalau terjadi sesuatu, kau lari ke belakang dan sembunyi."

Riani mengangguk, meskipun dalam hatinya ia tahu ia tidak akan lari begitu saja.

Saat Dimas membuka pintu sedikit untuk mengintip keluar, angin dingin langsung menerpa wajah mereka. Tidak ada suara selain hujan dan gemuruh petir di kejauhan.

Namun, saat Dimas melangkah keluar, tiba-tiba seseorang melompat dari samping dan menyerangnya!

"AWAS!" teriak Riani.

Dimas refleks mengayunkan tongkat besinya, mengenai bahu pria itu. Pria itu mengerang kesakitan tapi tetap mencoba menyerang lagi.

Dari kegelapan, dua pria lainnya muncul, berlari ke arah mereka dengan niat jelas untuk mencelakai.

Dimas bertarung mati-matian melawan dua orang sekaligus, sementara Riani, tanpa berpikir panjang, meraih vas bunga di dekatnya dan melemparkannya ke kepala salah satu pria.

BRAK!

Pria itu ambruk, sementara Riani mengambil kesempatan untuk menendang yang lainnya.

Lisa, yang masih di telepon, mendengar keributan itu dan langsung berteriak, "Aku menghubungi polisi! Bertahanlah!"

Dimas akhirnya berhasil menjatuhkan lawannya, dan ketiga pria itu mulai kabur.

Saat sirene polisi terdengar di kejauhan, Riani melihat sebuah mobil hitam berhenti di ujung jalan.

Di dalamnya, ia melihat sosok Arman yang tersenyum sinis ke arahnya sebelum mobil itu melaju pergi.

Ia mengepalkan tangannya. "Ini belum berakhir."

Setelah polisi tiba dan mengamankan rumah mereka, Riani, Dimas, dan Lisa berkumpul di ruang tamu.

Lisa mengusap wajahnya yang masih tegang. "Arman benar-benar gila. Dia tidak peduli jika harus menggunakan kekerasan."

Dimas meremas tangannya. "Ini artinya kita sudah menyentuh titik yang paling sensitif. Arman tahu kita punya sesuatu yang bisa menghancurkannya."

Riani, meskipun ketakutan, merasa lebih bertekad dari sebelumnya. "Kalau begitu, kita harus memastikan dia benar-benar jatuh."

Lisa menatapnya. "Apa kau yakin? Setelah ini, dia bisa melakukan apa saja untuk menghentikan kita."

Riani mengangguk tegas. "Dia sudah mencoba menyerang kita. Jika kita diam sekarang, kita hanya memberi dia kesempatan untuk menang."

Dimas menggenggam tangan istrinya erat. "Baiklah. Besok, kita serahkan semua bukti ini ke media. Tapi kita harus sangat berhati-hati."

Lisa menambahkan, "Dan kita harus memastikan kita tidak dalam bahaya saat melakukannya."

Mereka bertiga saling berpandangan, mengetahui bahwa keputusan ini akan mengubah segalanya.

*****

Keesokan paginya, Riani dan Dimas menemui wartawan yang sudah diatur oleh Lisa. Mereka memilih tempat yang cukup aman—sebuah kafe kecil yang jarang dikunjungi.

Lisa datang lebih dulu dan menyambut mereka dengan wajah serius. "Wartawan itu ada di dalam."

Mereka masuk dan menemukan seorang pria berusia 40-an duduk di sudut kafe.

"Aku Haris," katanya sambil menjabat tangan mereka. "Lisa sudah memberi tahuku tentang kalian. Apa kalian benar-benar yakin ingin mengungkap ini?"

Riani mengeluarkan dokumen-dokumen itu. "Ini bukti transaksi ilegal Arman dan bisnis kotor lainnya. Jika ini dipublikasikan, dia akan jatuh."

Haris membaca beberapa halaman, lalu mengangguk. "Ini cukup kuat. Tapi kalian sadar, setelah ini kalian tidak akan bisa kembali ke kehidupan normal kalian?"

Dimas menatap istrinya sebelum menjawab, "Kami sadar. Tapi kami tidak akan mundur."

Haris menghela napas. "Baik. Aku akan menyiapkan berita ini dan memastikan bukti yang kalian berikan dipublikasikan secara luas."

Namun, sebelum mereka bisa menyelesaikan percakapan, tiba-tiba seorang pelayan bergegas menghampiri mereka dengan wajah panik.

"Maaf, Pak, Ibu… Ada sekelompok orang yang baru saja masuk dan sepertinya mereka mencari kalian."

Riani langsung merasa jantungnya berdetak lebih cepat.

Lisa mengintip ke luar jendela dan melihat beberapa pria berbadan besar berjalan masuk ke dalam kafe.

"Arman mengirim orang lagi," bisik Lisa.

Haris menutup dokumen-dokumennya dengan cepat. "Kalian harus pergi sekarang!"

Dimas menarik tangan Riani dan mereka segera menuju pintu belakang kafe. Namun, sebelum mereka bisa keluar, salah satu pria itu melihat mereka dan berteriak, "ITU MEREKA!"

Mereka langsung berlari keluar, sementara suara langkah kaki berat mengejar dari belakang.

Lisa, yang sudah lebih dulu keluar, membuka pintu mobil dan berteriak, "Cepat masuk!"

Dimas dan Riani berhasil masuk ke dalam mobil, dan Lisa segera menginjak gas.

Pria-pria itu mencoba mengejar, tapi mereka sudah terlambat.

****

Mobil melaju kencang di jalanan kota, tetapi sebuah mobil hitam tiba-tiba muncul di belakang mereka, mengejar dengan kecepatan tinggi.

"Persetan!" maki Lisa. "Mereka tidak akan berhenti!"

Riani menoleh ke belakang dan melihat salah satu pria di mobil itu mengeluarkan sesuatu dari jendela.

"DIA PUNYA SENJATA!"

DOR! DOR!

Suara tembakan terdengar, mengenai bagian belakang mobil mereka.

Lisa menggeram dan membelokkan mobil dengan tajam, mencoba menghindari tembakan itu.

Dimas meraih ponselnya dan menelepon polisi. "Kami sedang dikejar oleh orang-orang Arman! Kami di Jalan Sudirman, menuju ke arah utara! Tolong segera kirim bantuan!"

Lisa terus mengemudi dengan gesit, tetapi mobil hitam itu tetap mengejar mereka dengan ganas.

Riani mencoba tetap tenang, meskipun dadanya berdebar kencang. "Kita tidak bisa terus seperti ini. Kita harus menemukan cara untuk menghentikan mereka."

Lisa menekan pedal gas lebih dalam, membawa mereka ke jalan yang lebih sempit. "Aku punya ide."

Tiba-tiba, ia membelokkan mobil ke gang kecil, lalu mematikan mesin dan lampu mobil.

Mereka semua menahan napas saat mobil hitam itu melaju melewati gang, tidak menyadari mereka bersembunyi di dalam.

Setelah beberapa menit menunggu, Lisa akhirnya menyalakan mesin lagi.

"Kita harus segera ke kantor polisi dan menyerahkan ini langsung," kata Dimas dengan serius.

Riani mengangguk. "Kita hampir sampai di akhir. Arman akan segera jatuh."

Lisa mengemudikan mobil dengan hati-hati menuju kantor polisi, sementara di kejauhan, mereka tahu Arman tidak akan tinggal diam.

Tapi kali ini, mereka siap untuk menghadapi apa pun yang akan terjadi.

terima kasih sudah membaca guys ❤️🐸❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!