Kalista langsung jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Julio, kakak dari sahabatnya yang merupakan seorang CEO muda. Selain memiliki ketampanan dan kerupawanan, Julio juga memiliki karakter yang sangat baik, penyayang dan tidak suka memandang rendah seseorang. Kalista jatuh hati padanya, terutama pada ketampanannya, maka bagaimanapun jalan yang harus ditempuh, Kalista akan mengejar Julio.
Ketampanan dia tidak boleh disia-siakan!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Candradimuka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28.
"Kalista."
"Eh, monyet." Kalista melatah dan ponselnya jatuh. "Maksud saya, iya, Pak?"
"Sini kamu."
Kalista pucat pasi beranjak. Perasaannya tidak enak mendengar nada suara Julio begitu ketus.
Sialan! Terkutuklah semua mulut yang membuat Julio sebal! Mereka benar-benar tidak tahu diri karena terus berbicara padahal mereka sendiri tidak sempurna!
Mati saja sana!
"Kayaknya kamu punya banyak waktu ngadu ke Sergio lagi, yah." Julio memperlihatkan chat Sergio yang seketika membuat Kalista panas dingin. "Kalo ada urusan sama saya, ngomongnya sama saya bukan Sergio."
"Maaf, Pak." Kalista menunduk. Ia paham Julio sedang marah besar jadi Kalista bersikap profesional. "Saya enggak ngegosip soal Bapak. Saya cuma—"
"Cuma apa?"
".... Enggak, Pak." Kalista meremas tangannya kuat-kuat, mendadak takut.
Galak bener, anjir. Kalista tidak tahu kalau Kak Julio yang manis dan lembut kalau marah bisa seperti ini.
"Udah berapa kali juga saya bilang sama kamu jangan manggil saya Pak. Saya bukan bapak-bapak."
"Maaf, Pak." Kalista spontan menjawab, lalu tersadar ia salah ucap. "Maksudnya—"
"Kamu tuh kalo saya ngomong denger enggak, sih?"
Kenapa malah dilampiasin ke gue?! Kalista menangis dalam hati tapi berusaha kalem di luar. "Iya, Kak. Saya enggak gitu lagi."
"Enggak gitu lagi gimana? Kayaknya dari kemarin kamu ngomong enggak gitu lagi enggak gitu lagi tapi gitu-gitu juga."
Eh?
"Kamu tuh ngapain sih ke sini, hah? Mau main-main?"
Kalimat itu sukses membuat Kalista mematung.
*
"Maaf. Maaf, Pak." Kalista berkaca-kaca membungkukkan badannya. Sadar betul bahwa ia memang menyusahkan. "Kalo gitu saya pindah aja ke Sergio, Pak. Saya enggak mau ganggiin Bapak."
"Sergio? Kamu ke Sergio ngapain? Minta dimanjain?"
Air mata Kalista berjatuhan tanpa kendali. Ia takut dengan Julio sekarang. Dia terlalu pedas dan menohok ke intinya.
Padahal dia sendiri yang membiarkan Kalista tapi ternyata selama ini dia keberatan?
"Maaf, Pak." Kalista menutup mulutnya dan berusaha keras menahan tangis. "Maaf. Maafin saya. Permisi."
Kalista merasa harus pergi sekarang untuk menenangkan diri. Ia berusaha paham kalau Julio sedang marah akibat gosip tentang dirinya.
Tidak boleh sampai cengeng. Kalista tidak akan mengganggu dia lagi kalau dia merasa terganggu jadi—
"Kalista."
Sebelum Kalista menarik pintu ruangan terbuka, tangannya dicekal. Julio menarik gadis itu berbalik, mencari wajahnya yang merah akibat tangis.
"Jangan nangis," gumam Julio lembut. "Aku enggak maksud—"
"Pak, saya ngerti." Kalista mengusap kasar air matanya dan terus menunduk. "Bapak lagi marah terus saya enggak becus kerja. Saya ngerti. Bapak enggak salah. Cuma saya—"
"Kalista."
"Permisi, Pak. Sebentar aja. Saya mau ke toilet."
"Toilet di sana, Kalista."
"Saya mau toilet di luar, Pak." Kalista menepis tangan Julio. Ingin berbalik pergi lagi tapi tangannya kembali ditahan. "Pak—"
Kalista terkejut Julio tiba-tiba meraih wajahnya, maju untuk mencium Kalista. Namun sebelum itu terjadi, Kalista mendorong Julio kuat.
"Saya bukan pelakor!" Kalista menjerit spontan. "Maaf, Pak, saya beneran enggak mau jadi pelakor. Kalo Bapak punya pacar, saya enggak bakal gangguin lagi. Maaf."
"What is exactly you're talking about?" Julio membalas kesal. [Kamu ngomong apa sih?]
Julio sejak tadi tidak paham masalah pacar-pacar itu. Apa sih? Kenapa Sergio mendadak bertanya soal pacar lalu Kalista menyinggung pelakor?
"Siapa yang punya pacar?" tanya Julio super duper jengkel.
"Bapak?" balas Kalista polos, juga bingung.
"Aha, terus saya pernah bilang saya punya, gitu?"
"Eh?"
Julio menarik Kalista dan menunduk padanya.
"Saya enggak punya pacar," bisik Julio, "kecuali kamu mau jadi yang pertama."
Sesaat setelah itu, ciuman Julio memenuhi Kalista. Lengan pria itu melingkari punggungnya, menarik Kalista lebih dekat dan mendesak ciuman itu semakin dalam.
Kalista belum mengerti sepenuhnya tapi pengakuan tidak punya pacar membuatnya tak sungkan membalas.
Jemari Kalista mencengkram tengkuk Julio, merespons ciumannya yang menggelitik perut.
Seolah tak puas sampai di sana, Julio mendorong Kalista bersandar pada pintu. Menjepitnya di sana dan memaksakan ciuman yang terlalu intens.
Kalista sangat ingin menikmatinya, tapi ia terlalu gugup dan ini masih terhitung pertama kali. Tanpa bisa dicegah, Kalista tersedak.
Perempuan itu berjongkok, batuk-batuk parah kehabisan oksigen.
Julio yang semula dikelilingi badai, mau tak mau ikut berjongkok, tertawa melihat Kalista.
"Maaf." Julio mengusap-usap punggung Kalista. "Aku buru-buru banget ya? Maaf."
Kalista menggeleng. "Enggak." Tolong jangan minta maaf karena itu seakan jadi kesalahan. "Enggak pa-pa, Ka—uhuk."
"Oke, tunggu bentar." Julio beranjak, pergi ke sudut tempat kulkas dan mesin kopi berada untuk mengambil air mineral.
Julio kembali ke hadapan Kalista, membantunya minum tapi Kalista malah tersedak lagi.
"Anjir." Kalista mengumpat pada dirinya sendiri. "Malu-maluin banget!"
Julio tertawa tak habis pikir. "Kamu nyium aku kemarin bisa."
"Itu beda, Kak!" Kalista memegang tenggorokannya. "Kakak tadi tuh kayak mau makan—"
Lalu ucapannya berhenti, sadar sesuatu yang lebih penting.
Shitt! Kalista melotot. Barusan dirinya dan Julio berciuman?! Julio menciumnya duluan dan dia seperti mau memakan Kalista!
"Makan kamu?" Julio mengulurkan tangan, mengusap sudut bibir Kalista. "Emang mau. Kamu enggak mau?"
Oke, stop gemetaran duhai rahim gue yang murahan. Plis jangan bikin gue malu!
"Tapi kenapa?" tanya Kalista padahal sebenarnya cuma mau dicium dan persetan alasannya apa. "Kak Kakak—"
"Entah." Julio tersenyum. "Mungkin aku luluh?"
Yang bener loe, Bambang?!
"Udah selesai keselek? Mau lanjut atau udah?"
"Lanjut!" balas Kalista spontan, terkhianati oleh harga dirinya sendiri.
Tapi bodo amat! Kalista memeluk Julio, kembali memberikan bibirnya untuk ciuman yang tidak pernah Kalista bayangkan seumur hidup.
*
Sekretaris Julio mendorong pintu ruangan terbuka setelah mengetuknya. Wanita itu datang karena Julio tak kunjung keluar padahal ini jadwalnya untuk bertemu tamu. Mereka bahkan sudah menunggu di ruang pertemuan.
Tapi wanita itu mau tak mau tercengang karena Julio ternyata lagi di sofa, berbaring memeluk Kalista yang tertidur pulas.
"Maaf, Pak." Dengan wajah yang tidak bisa menyembunyikan rasa antusias dapat gosip baru tapi berusaha keras tetap ditahan, wanita itu membungkuk. "Tamu dari litbang AI sudah siap di ruang rapat, Pak. Lima menit sebelum waktu temu janji."
Julio justru meletakkan tangan di depan bibir, mengisyaratkan sekretarisnya yang bernama Megan itu untuk mendekat.
"Ya, Pak?"
"Kalo sampe yang kamu liat ketahuan di luar," Julio tersenyum manis, "tau kan?"
Megan mengangguk kaku. Enggak jadi gosip!
"Terutama Sergio. Mulai sekarang kalau Sergio mau ke ruangan saya, ada saya, langsung kasih tau."
"Baik, Pak."
"Ambilin saya selimut."
Megan buru-buru pergi mengambil selimut dari rak, memberikannya pada Julio. Tak disangka Julio membentangkan selimut itu untuk menutupi tubuhnya dan Kalista, bersama.
"Pak, pertemuannya?"
"Kamu enggak liat saya sibuk?"
Megan cengo. Seorang Julio melewatkan pertemuan begitu saja, walaupun tidak terlalu penting, hanya demi tidur di sofa?
"Bilang aja saya ada urusan lain. Kalo enggak mau nunggu, suruh dateng lagi besok."
"...."
"Kamu ngerti?"
"Baik, Pak."
Julio mengusir sekretarisnya dengan isyarat tangan. Setelah itu Julio kembali fokus memeluk Kalista yang tertidur pulas lantaran ciuman tadi.
Memang dasar aneh.
*
aaaahhhh sedihnya akuu
knpa harus yg terakhir ini😥😥😪😪
gmna nanti klanjutannya
ganas juga julio kalau dikasurrrr ya
biar uppp😊😃😁😂
plissssss up lagiiii
gmna reaksi sergiooooo😭😭😭😢