Rasa bersalah karena sang adik membuat seorang pria kehilangan penglihatan, Airi rela menikahi pria buta tersebut dan menjadi mata untuknya. Menjalani hari yang tidak mudah karena pernikahan tersebut tak didasari oleh cinta.
Jangan pernah berharap aku akan memperlakukanmu seperti istri, karena bagiku, kau hanya mata pengganti disaat aku buta - White.
Andai saja bisa, aku rela memberikan mataku untukmu - Airi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 28
Suara de sahan menggema disebuah kamar apartemen tipe studio. Seorang wanita bergerak liar diatas tubuh kekasihnya. Tatapan mata yang berkabut serta wajah yang terlihat seksi karena merasakan nikmat yang luar biasa membuat si pria makin bergairah.
"Kau sangat luar biasa sayang," puji White. Tak pernah dia merasakan Raya setotal ini dalam memuaskannya. Hari ini, dia seperti melihat sisi lain Raya. Ternyata wanita itu sangat piawai diatas ranjang. Tak berselang lama, keduanya mendapatkan kepuasan bersama sama.
Keduanya lalu berbaring sambil berpelukan. Menormalkan kembali detak jantung serta nafas yang masih ngos ngosan.
"Mau kemana?" Tanya White saat Raya berusaha melepaskan diri dari pelukanya.
"Sebentar sayang," Raya mengecup bibir White sesaat lalu turun dari ranjang. White memejamkan mata sambil tersenyum kala ingat bergumulannya barusan. Biasanya dia tak bisa bertahan selama ini, tapi barusan, dia seperti mendapatkan tambahan kekuatan yang membuatnya sedikit menggila.
Setelah beberapa saat, dia merasakan ranjangnya bergerak, saat dia membuka mata, tampak Raya duduk disebelahnya sambil memangku laptop. Wanita itu masih dalam keadaan polos, tanpa ada niatan untuk memakai kembali pakaiannya atau sekedar menutupi bagian dadanya dengan selimut.
White kaget saat mendengar suara de sahan serta suara lazimnya orang melakukan hubungann badan. Dia kemudian bangun demi melihat video yang ada dilaptop Raya. Mulut White menganga lebar, itu dirinya dan Raya.
"Tadi kamu rekam Yang?"
"Hem," Raya mengangguk sambil tersenyum.
White sungguh tak percaya Raya melakukan ini. Berkali kali bahkan wanita itu tampak tersenyum kearah kamera. Sedangkan dirinya, wajahnya juga tampak jelas saat mereka melakukan pemma nasan. Bagaimana tidak jelas, keduanya melakukan itu tepat didepan kamera yang sudah dipasang Raya. "
"Videonya kurang bagus karena gak bisa ngezoom wajah kita. Lain kali kita buat lagi."
"Gila kamu ya," seru White. Dia menggeleng cepat, tentu saja dia tak setuju. "Video seperti ini bisa jadi boomerang buat kita berdua." White berusaha menarik laptop Raya, berniat untuk menghapus video tersebut, tapi wanita itu menahannya.
"Apaah sih Yang, gak usah lebay deh. Ini itu cuma buat koleksi pribadi. Lagian kita juga mau nikah sebentar lagi, takut apa coba."
"Tapi bagaimana kalau tersebar, ini bahaya Ray." Dia bisa digantung papanya jika video seperti ini sampai tersebar.
Raya berdecak pelan. "Udahlah, pasti aman kalau aku yang pegang, gak bakal kesebar. Lagian aku juga gak mau sampai kesebar kali. Karena apa, karena aku yang pastinya paling malu."
White membuang nafas kasar sambil mengacak acak rambutnya. Ternyata dibalik totalnya Raya memuaskkanya tadi, karena ada maksud tertentu, yaitu dokumentasi. Dan jangan-jangan, dibalik staminanya yang luar biasa tadi, ada campur tangan Raya didalamnya.
Raya memeluk White lalu menyandarkan kepalanya didada bidang tunangannya tersebut. "Aku hanya ingin menyimpan ini sebagai kenangan kita Sayang. Suatu saat jika cintamu padaku mulai pudar, kita bisa melihat ini. Melihat seperti apa cinta kita dulu. Dan seperti apa panasnya kita saat diranjang."
"Bang, Bang," sebuah tepukan membangunkan White dari lamunannya. "Abang lagi ngelamunin apa sih? Perasaan sejak Mama dan Papa kesini kemarin, Abang kelihatan gelisah, kayak ada yang dipikirin."
White menghela nafas sambil memijit pangkal hidungnya. Kepalanya terasa mau pecah kalau membayangkan videonya dan Raya bakal kesebar. Dari wawancara Raya dengan salah satu stasiun televisi di AS yang dia simak diinternet, sebab musabab video Raya tersebar adalah karena laptopnya hilang. Bisa jadi, videonya dan Raya juga ada dilaptop itu dan hanya menungu waktu untuk tersebar. Rasanya, dia seperti menggenggam bom waktu yang menunggu untuk meledak.
"Abang," panggil Airi sambil menepuk lengan White. "Abang itu sebenarnya kenapa sih? Aku beneran heran tahu gak?" Airi bukanlah orang bodoh yang tidak bisa melihat perubahan White 2 hari ini. "Harusnya Abang bahagia karena kemungkinan besar, Abang akan bisa melihat kembali. Tapi kenapa yang Ai lihat, Abang bukannya seneng, tapi malah gelisah. Apa Abang gak ingin melihat wajah Ai?"
White menarik lengan Airi lalu memeluknya erat, sampai-sampai Airi merasa engap. "Abang, Ai sulit nafas kalau kayak gini." Mendengar itu, White sedikit mengendurkan pelukannya. "Kenapa Abang terlihat tak bahagia? Apa Abang gak ingin melihat wajah Ai. Ya, Ai memang jelek, Ai tak menarik, tak secantik mantan Abang. Dan mungkin saja, Abang gak akan mau meluk Ai kayak gini saat Abang udah bisa lihat wajah Ai." Suara Airi terdengar putus putus. Ya, wanita itu sedang menahan air mata. Menganggap jika White gelisah karena takut melihat dia yang ternyata tak sesuai ekspektasinya.
White melepaskan pelukannya, meraba wajah Airi dan mendapati pipi wanita itu basah. Disekanya air mata istrinya itu dengan kedua telapak tangannya.
"Kau tahu, yang paling ingin aku lihat saat bisa melihat kembali, adalah kamu Ai. Melebihi dari siapapun dan apapun."
"Jika memang seperti itu, kenapa Abang sedih?"
"Aku hanya takut Ai, aku takut."
"Takut apa?" Airi menggenggam telapak tangan White yang terasa dingin dan berkeringat.
"Aku takut kau akan meninggalkanku."
"Tidak ada alasan untuk Ai ninggalin Abang."
White tersenyum getir. Ya, saat ini memang tak ada. Tapi bagaiman jika video itu tersebar, akan ada alasan bagi Airi untuk meninggalkannya. Kenapa harus seperti ini, kenapa disaat dia sudah mencintai Airi, datang masalah yang serius.
Airi memeluk White lalu menyandarkan kepalanya didada bidang pria itu. "Airi tak akan pernah ninggalin Abang, kecuali."
"Kecuali apa?"
"Kecuali Abang sendiri yang meminta Ai untuk pergi."
White merasa dadanya sangat sesak. Sebaik ini Tuhan padanya, mengirimkan seorang malaikat meski dia bukanlah orang baik. Dia merutuki diri sendiri yang sempat marah pada Tuhan karena membuatnya buta. Tapi sekarang, dia justru bersyukur, karena lewat musibah ini, dia bisa berjodoh dengan Airi. Dan lewat musibah ini pula, dia bisa tahu seperti apa Raya, dan bersyukur karena tak jadi menikah dengannya.
"Ai, apa kau rindu pada ibu dan adikmu?" Airi menarik kepalanya lalu menatap wajah White. "Mulai sekarang, mereka boleh datang kemari."
Apa dia tak salah dengar? Dulu White memberi aturan jika keluarganya dilarang kesini. Pria itu belum bisa memaafkan Abian. Tapi hari ini, apa yang membuat pria itu mendadak berubah pikiran.
"Aku sudah ikhlas dengan musibah ini."
"Abang." Airi kembali menjatuhkan kepalanya didada White, menumpahkan air mata kebahagiaan disana. Beban yang selama ini ada dibahunya, terasa langsung lenyap. "Makasih Bang, makasih."
"Tak perlu berterimakasih, aku hanya ingin berdamai dengan keadaan." White mengusap punggung Airi dan mencium puncak kepalanya beberapa kali. "Ai."
"Iya Bang."
"Abang ingin jujur pada kamu."
"Jujur masalah apa Bang."
White menarik nafas dalam lalu membuangnya perlahan. "Sebenarnya...."
"Sebenarnya apa?" Airi dibuat penasaran karena White tak kunjung melanjutkan kalimatnya.
"Aku mencintaimu Ai." White tak menyangka jika sesusah ini untuk mengatakan tentang aibnya. Tadi niatnya sudah bulat untuk jujur, tapi kalimat itu seperti tertahan ditenggorokan. Dia tak sanggup bercerita tengang masa lalunya. Dia terlalu malu, dan terlalu takut membuat Airi kecewa.
/Whimper//Whimper/
ai semoga selalu di beru kuatan
semangat ai