Aisyah yang tak kunjung hamil membuat mama mertuanya memberikan dua pilihan paling berat. Aisyah harus memilih antara berpisah dengan suaminya atau tetap bersama tetap harus menerima jika suaminya menikahi wanita lain.
Sungguh hancur hati Aisyah. Dia tidak bisa memilih salah satu pilihan yang diberikan oleh mama mertuanya. Bagaimana bisa dia berpisah dengan suaminya, sementara Aisyah sangat mencintainya. Apalagi jika harus merelakan berbagi suami dengan wanita lain. Jelas saja Aisyah tidak sanggup.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon teh ijo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 28
"Ais, aku minta maaf atas apa yang diucapkan ibu tadi. Kamu tidak perlu untuk memberikan jawaban apapun padanya, karena aku yang akan menjawabnya. Percayalah jika sebenernya niat ibu itu baik," ucap Hanafi setelah sampai di rumah Ais.
"Mas Hanaf tenang aja. Aku enggak apa-apa kok. Mas Hanaf juga enggak usah merasa bersalah," balas Ais dengan tenang.
"Ya udah, aku pulang dulu ya Enggak enak sama tetangga karena Adam belum pulang. Nanti sore anak-anak libur ngaji, jadi kamu enggak usah ke masjid," pesan Hanafi sebelum meninggalkan Ais.
"Iya, Mas."
***
Rasa kecewa mama Maya tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata lagi. Entah apa yang sebenarnya telah terjadi pada sang anak hingga sampai saat ini belum bisa memberikan cucu untuknya. Jika memang terbukti sang anak yang tidak subur, apa yang akan dia banggakan lagi, terlebih didepan keluarga mantan menantunya. Jelas saja teramat malu. Namun, mama Maya tetap optimis. Dia menepis jika sang anak tidak subur, karena semua keluarganya tidak yang yang tidak subur.
"Iza, jika memang Azam tidak subur, terpaksa kalian harus berpisah. Karena pernikahan ini hanya sia-sia dan tidak menghasilkan apa-apa. Sebagai gantinya, mama akan menganggap lunas semua hutang yang dimiliki oleh orang tuamu," ujar mama Maya pqda Iza yang sejak tadi duduk dengan tubuh yang memegang.
"Dan teruntuk kamu, Azam. Dengan berat hati mama tidak akan melimpahkan harta warisan itu kepadamu. Mama akan serahkan pada panti asuhan, karena kamu tidak bisa memberikan keturunan untuk mama," lanjutnya pada Azam.
Tentu saja Azam merasa sangat tidak terima dengan keputusan sang mama yang akan melimpahkan warisannya ke panti asuhan.
"Ma, Azam ini anak kandung mama dan Azam berhak atas waerisan itu. Azam ini subur, Ma!"
"Jika kamu subur, kamu sudah memiliki anak, Zam!"
Azam tidak tahu bagaimana akan memberikan penjelasan pada mamanya jika sampai kapanpun pernikahannya dengan Iza tak akan pernah bisa memberikan apa yang diinginkannya, karena Azam telah memutuskan tidak akan menyentuh Iza. Baginya yang pantas untuk menjadi ibu dari anak-anaknya ada Ais. Namun, dengan kebodohannya, Azam telah melakukan sebuah kesalahan yang fatal sehingga dia harus kehilangan Ais.
Azam mengira jika saat itu Ais tidak serius dengan ucapan yang ingin mundur dan memberikan sedikit waktu untuk menenangkan diri. Namun, nyatanya tebakannya salah besar. Ais benar-benar menyerah.
"Mama sungguh egois! Apakah karena Ais belum hamil lalu Ais tidak bisa memberikan seorang anak untuk Azam? Apakah karena Iza yang tidak mempunyai masalah dengan kesuburannya lalu Azam yang mama anggap tidak subur? Asal mama tau, Azam dan Ais sama-sama sehat. Kami berdua sudah memeriksa kesuburan kami. Tapi dengan keegoisan mama, mama memberikan pilihan yang paling berat untuk Ais sehingga dia memilih untuk mundur. Dan demi menjadi anak yang berbakti pada orang tua, Azam harus menikahi wanita lain hanya untuk memberikan cucu untuk mama. Ma, wanita yang bernama istri itu bukan mesin pencetak anak, Ma!"
Untuk pertama kalinya Azam tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri didepan sang Mama. Habis sudah kesabaran yang dia miliki.
"Ma, mama adalah seorang wanita. Apakah mama tidak bisa sedikitpun merasakan apa yang dirasakan Ais dan juga Iza saat dituntut oleh mertuanya untuk segera memiliki anak? Anak itu titipan Allah, Ma! Jadi jika seandainya kami belum memiliki anak, semua itu atas takdir dari Allah. Azam lelah, Ma! Lelah karena desakan mama yang terus-menerus meminta cucu pada Azam. Azam sudah berusaha, tetapi Allah belum mengizinkan Azam untuk memiliki anak." lanjut Azam lagi yang benar-benar tidak bisa mengontrol emosinya.
Bola mata Mama Maya membulat dengan lebar. Untuk kali pertamanya dia melihat Azam berani untuk melawan dirinya. Padahal selama ini Azam adalah anak yang paling nurut pada setiap ucapannya. Tetapi tidak untuk saat ini.
"Azam .... sejak kapan kamu berani untuk melawan mama? Apakah Iza yang telah mencuci otak kamu, Zam?" Mama Maya langsung menatap Iza dengan tatapan tajam.
"Astaghfirullahaladzim, Ma. Mama ngomong apa? Iza sama sekali tidak pernah mencuci apapun," bantah Iza dengan rasa tidak terima dengan tuduhan mama mertuanya.
"Stop, Ma! Ini tidak ada sangkut pautnya dengan Iza. Ini murni pemikiran Azam. Azam sudah lelah dengan sikap mama yang terlalu egois. Azam tidak peduli jika malam ini mama mengutuk Azam. Azam ikhlas, jika itu bisa membuat mama bahagia!"
Mama Maya tidak pernah menyangka jika anak semata wayangnya yang selama ini sangat penurut kini tiba-tiba berubah dan berani melawan dirinya. Dengan rasa kecewa, mama Maya langsung meninggalkan rumah Azam tanpa kata.
...***...
tidak jelas...endingnya