Kabur dari perjodohan toksik, Nokiami terdampar di apartemen dengan kaki terkilir. Satu-satunya harapannya adalah kurir makanan, Reygan yang ternyata lebih menyebalkan dari tunangannya.
Sebuah ulasan bintang satu memicu perang di ambang pintu, tapi saat masa lalu Nokiami mulai mengejarnya, kurir yang ia benci menjadi satu-satunya orang yang bisa ia percaya.
Mampukah mereka mengantar hati satu sama lain melewati badai, ataukah hubungan mereka akan batal di tengah jalan?
Yuk simak kisahnya dalam novel berjudul "Paket Cinta" ini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Imamah Nur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27. Ketulusan Reygan
"Dia bahkan selalu menggigit bahuku dengan kencang ketika timbangan berat badanku tidak turun," lanjut Nokiami. Setelahnya, ia menghela napas berat.
Reygan memejamkan mata sejenak, seolah mencoba menahan emosi yang meluap-luap. Ketika ia membukanya lagi, tatapannya pada Nokiami telah berubah. Kelembutan yang sangat langka, yang hanya sesekali muncul kini terlihat jelas.
“Sialan,” gumamnya, lebih pada dirinya sendiri. Ia menjatuhkan foto itu kembali ke kotak, seolah tidak sudi lagi menyentuhnya. Ia menoleh sepenuhnya menghadap Nokiami, tubuhnya sedikit condong ke depan. “Nokia … aku… aku minta maaf.”
Nokiami terkesiap. Ia tidak pernah menyangka akan mendengar kata-kata itu dari Reygan, terutama setelah semua yang terjadi di antara mereka.
“Apa?” bisik Nokiami, tidak yakin ia mendengar dengan benar.
Reygan menghela napas panjang, lalu mengusap wajahnya dengan kedua tangan. “Aku minta maaf,” ulangnya, kali ini dengan suara yang lebih jelas, meskipun masih terdengar berat. “Tentang semua hal bodoh yang kukatakan padamu. Tentang makananmu, tentang tubuhmu … tentang semua itu.”
Nokiami menatapnya, kebingungan. “Tapi … kenapa sekarang?”
Reygan menjatuhkan tangannya, menatap Nokiami lurus-lurus. “Karena aku melihat ini,” katanya, menunjuk kotak berisi foto Leo. “Karena aku tahu bagaimana rasanya dilecehkan, dihakimi, dihancurkan … aku … aku pikir aku mengerti.” Ia berhenti, mencari kata-kata yang tepat. “Waktu itu, aku … aku kesal melihatmu makan seenaknya, mengeluh tentang masalah hidupmu yang menurutku remeh, sementara aku … aku mati-matian berusaha bertahan hidup. Aku melihatmu sebagai simbol semua masalah yang aku benci dari orang-orang kaya.”
Nokiami menatap Reygan tak berkedip. Ia tidak pernah membayangkan bahwa di balik semua cemoohan dan sindiran Reygan, ada alasan yang jauh lebih dalam, yang terhubung dengan luka-luka pria itu sendiri.
“Aku … aku memproyeksikan frustrasiku sendiri padamu, Nokia,” lanjut Reygan, suaranya sedikit bergetar, sebuah pengakuan yang langka dari pria sekaku dirinya. “Aku benci orang-orang yang terlalu nyaman, yang nggak tahu rasanya berjuang. Dan saat itu, kamu … kamu persis seperti itu di mataku. Aku bahkan nggak peduli kalau kamu kabur dari perjodohan. Aku cuma melihat orang kaya yang manja.”
Ia menarik napas dalam-dalam. “Tapi … tapi ini,” katanya, menunjuk kotak itu lagi. “Ini beda. Ini bukan manja. Ini … ini pelecehan. Dan aku pernah bilang kamu gemuk, aku pernah bilang kamu makan terlalu banyak lemak, aku pernah bilang kamu cuma bisa rebahan. Aku bilang semua itu … padahal aku tahu kamu sudah punya Leo yang bajingan itu yang melakukan hal yang sama.”
Rasa bersalah yang mendalam terpancar dari matanya. “Aku minta maaf, Nokia. Aku nggak bermaksud menambah bebanku di atas bebanmu. Aku … aku hanya terlalu marah pada diriku sendiri, pada situasiku, dan aku melampiaskannya padamu.”
Nokiami tidak tahu harus berkata apa. Air matanya kembali mengalir, kali ini bukan karena takut atau sedih, melainkan karena percampuran antara rasa terkejut, terharu, dan lega. Beban berat yang selama ini ia pikul, beban dari ejekan Leo dan juga sindiran Reygan, kini terasa sedikit terangkat. Reygan melihatnya, benar-benar melihatnya. Ia tidak hanya melihat "drama queen" atau "pelanggan menyebalkan", tapi ia melihat luka di baliknya.
“Aku … aku nggak tahu harus bilang apa,” bisik Nokiami suaranya tercekat.
“Nggak perlu bilang apa-apa,” jawab Reygan, tatapannya melembut. “Cukup tahu kalau aku serius. Aku tahu aku sering jadi bajingan. Aku tahu aku menyebalkan. Tapi kali ini, aku benar-benar minta maaf. Nggak ada alasan buat itu. Nggak seharusnya aku sejahat itu.”
Ia menghela napas, lalu menyandarkan punggungnya ke sofa. Ruangan terasa berat dengan pengakuan yang baru saja terjadi.
“Oke,” katanya, kembali ke mode seriusnya, meskipun dengan nada yang jauh lebih lembut. “Sekarang, kita punya bajingan yang mengancammu dengan rahasia keluarga, dan dia juga sudah menghancurkan mentalmu dengan omongan sampah tentang tubuhmu. Kita nggak bisa biarkan dia menang.”
Nokiami mengusap air matanya. “Jadi … kamu akan membantuku?”
Reygan menatapnya, ekspresinya serius. “Tentu saja. Apa yang kau harapkan? Aku sudah tahu terlalu banyak. Dan aku nggak suka orang-orang sepertinya menang. Apalagi kalau menyangkut hal-hal seperti ini.” Ia mengangguk ke arah kotak. “Kita perlu makan. Otak nggak bisa bekerja kalau lapar. Aku akan pesan pizza. Kamu suka pizza, kan? Nggak ada drama, nggak ada diet.”
Nokiami tersenyum tipis, senyum pertama yang tulus sejak pesan Leo datang. “Aku suka pizza. Tapi … aku nggak mau yang terlalu banyak keju. Nanti Reygan ngomel.”
Reygan mendengus, sebuah tawa kecil yang nyaris tak terdengar. “Nggak sekarang. Sekarang, kita butuh energi. Apa pun itu. Aku akan pesan yang standar. Pepperoni. Kamu mau?”
“Boleh,” kata Nokiami, merasa sedikit lebih ringan. Reygan meraih ponselnya dan mulai memesan. Sambil menunggu, ia kembali memilah dokumen di kotak, kali ini dengan perhatian yang lebih besar. Ia tidak lagi melihat Nokiami sebagai beban atau drama. Ia melihatnya sebagai seseorang yang terluka, yang perlu dilindungi.
Pizza datang tak lama kemudian, diantar oleh kurir lain yang tidak dikenal. Aroma keju dan pepperoni memenuhi apartemen, menciptakan kontras yang aneh dengan ketegangan di udara. Reygan meletakkan kotak pizza di atas meja di antara mereka. Ia mengambil sepotong, mengunyahnya dengan serius, matanya masih menatap ke arah dokumen-dokumen yang berserakan.
“Jadi, rahasia keuangan itu,” Reygan memulai lagi, mulutnya penuh pizza. “Seberapa jauh Leo tahu detailnya?”
Nokiami menjelaskan sebisanya, tentang angka-angka yang dicurangi, tentang bagaimana ayahnya hampir bangkrut, dan bagaimana ibunya menjual perhiasan demi menutupi semuanya. Reygan mendengarkan dengan seksama, sesekali mengangguk, sesekali mengajukan pertanyaan tajam. Ia tidak lagi menghakimi, hanya menganalisis.
Mereka menghabiskan hampir dua jam seperti itu, makan pizza dan membongkar semua informasi yang Nokiami miliki tentang Leo, tentang keluarganya, tentang kelemahan dan kekuatan mereka. Reygan mencatat hal-hal penting di buku catatannya yang kecil. Matanya serius, penuh konsentrasi.
Ketika pizza hampir habis, dan kotak kardus lama sudah kosong, Reygan menutup buku catatannya. Ia menatap Nokiami lagi, yang kini sudah jauh lebih tenang.
“Oke,” katanya, suaranya rendah dan berat, sebuah nada yang menunjukkan bahwa ia telah mengambil keputusan. “Rencananya begini…”
Ia mulai menjelaskan, suaranya tenang dan penuh keyakinan. Nokia mendengarkan, merasa setiap kata Reygan seperti jangkar yang menahan dirinya di tengah badai. Ia tahu ini tidak akan mudah, tapi dengan Reygan di sisinya, ia merasa memiliki harapan.
Setelah semua rencana awal tersusun, Reygan menyingkirkan sisa kotak pizza. Ia mengambil sepotong kecil kue red velvet yang tersisa dari kemarin, yang kebetulan masih ada di dapur. Ia memakannya perlahan, sebuah gerakan yang tidak biasa bagi pria seperti dirinya.
Nokiami memandangnya, hatinya menghangat. “Kue itu … apa lebih baik sekarang?” tanyanya, mencoba sedikit mencairkan suasana.
Reygan menatapnya, sudut bibirnya sedikit terangkat. “Masih terlalu manis. Tapi … nggak seburuk drama yang kau buat.” Ia terdiam sejenak, menatap mata Nokiami. Ketegangan kembali terasa, tapi kali ini bukan ketegangan yang pahit. Ini adalah ketegangan yang lembut, penuh pengertian.
“Aku minta maaf,” kata Reygan pelan, “tentang semua hal bodoh yang kukatakan tentang makanan atau bentuk tubuhmu. Aku tidak seharusnya sejahat itu," ulangnya.