Halwa adalah siswi beasiswa yang gigih belajar, namun sering dibully oleh Dinda. Ia diam-diam mengagumi Afrain, kakak kelas populer, pintar, dan sopan yang selalu melindunginya dari ejekan Dinda. Kedekatan mereka memuncak ketika Afrain secara terbuka membela Halwa dan mengajaknya pulang bersama setelah Halwa memenangkan lomba esai nasional.
Namun, di tengah benih-benih hubungan dengan Afrain, hidup Halwa berubah drastis. Saat menghadiri pesta Dinda, Halwa diculik dan dipaksa menikah mendadak dengan seorang pria asing bernama Athar di rumah sakit.
Athar, yang merupakan pria kaya, melakukan pernikahan ini hanya untuk memenuhi permintaan terakhir ibunya yang sakit keras. Setelah akad, Athar langsung meninggalkannya untuk urusan bisnis, berjanji membiayai kehidupan Halwa dan memberitahunya bahwa ia kini resmi menjadi Nyonya Athar, membuat Halwa terombang-ambing antara perasaan dengan Afrain dan status pernikahannya yang tak terduga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Halwa baru saja melangkahkan kakinya ke gerbang sekolah.
Ia sudah dihadang oleh Dinda, Rina dan Bobby.
"Sekarang si kutu buku diantar oleh Pamannya yang tampan, Din. Sebenarnya itu paman atau suami, ya? Kok kelihatannya mesra banget." ucap Rina.
Dinda tersenyum sinis dan mendekat ke arah Halwa.
“Menjijikan sekali, Halwa. Setelah kamu mendekati Afrain, sekarang kamu menjual diri ke om-om kaya, ya?"
Rina dan Bobby langsung tertawa terbahak-bahak.
"Hentikan! Apa yang kalian lakukan?!" ucap Afrain sambil menggenggam tangan Halwa.
Dinda, Rina dan Bobby langsung menundukkan kepalanya.
"Apa salah Halwa sampai kalian memfitnahnya seperti itu? Asal kalian tahu kalau Halwa adalah kekasihku."
Halwa membelalakkan matanya saat mendengar perkataan dari Afrain.
Afrain menggandeng tangan Halwa dan mengajaknya masuk kedalam kelas.
"Kak, kenapa kakak berkata seperti itu?" tanya Halwa.
"Bukankah kamu memang kekasihku, Hal? Ciuman semalam menandakan aku serius dengan kamu." jawab Afrain.
Halwa segera melepaskan tangannya dari genggaman Afrain.
"Kak, sebenarnya aku..."
Teng!
Teng!
Suara bel sekolah berbunyi dan para murid masuk ke dalam kelas.
Afrain keluar dari kelas Halwa menuju ke kelasnya.
Tak berselang lama Guru Bahasa Indonesia, Ibu Lastri masuk kedalam kelas.
Sebelum memulai pelajarannya, Bu Lastri mengatakan kalau lusa akan diadakan prom night.
Suara siswa langsung bersorak kegirangan dan mereka akan mencari pasangan untuk pergi ke acara tersebut.
Bu Lastri mengambil kertas yang sudah ia siapkan dimana nama pasangan yang akan mengikuti lomba dansa di prom night.
"Anak-anak, Prom night tahun ini sedikit berbeda. Selain acara bebas, akan ada kompetisi dansa berpasangan. Dan, untuk memastikan semua berjalan adil dan menyenangkan, sekolah telah menyiapkan pasangan dansa yang sudah diundi.”
Para siswa langsung mengeluh dan sedikit kecewa.
“Yah, Bu! Tidak seru dong kalau dipasangkan,” keluh salah seorang siswa.
“Saya mau dengan pacar saya, Bu!” timpal yang lain.
Bu Lastri meletakkan jari telunjuknya di bibir, isyarat untuk diam.
“Tenang. Ini adalah bagian dari kegiatan yang akan menambah poin kalian di mata pelajaran seni. Selain itu, kalian bisa berkenalan lebih jauh dengan teman-teman yang mungkin belum pernah kalian ajak bicara. Ibu akan bacakan namanya. Dengarkan baik-baik!”
Halwa merasakan jantungnya berdebar kencang saat melihat Bu Lastri yang akan mengumumkannya.
Ia berharap namanya tidak dipasangkan dengan siapa pun yang akan mempermalukannya.
Matanya melirik ke arah Dinda yang terlihat percaya diri, seolah yakin akan dipasangkan dengan Afrain.
"Pasangan pertama, ada Dinda dan Edward.”
Seketika Dinda bersorak kegirangan sambil menoleh ke arah teman-temannya dengan senyum penuh kemenangan.
Rina langsung berbisik memberikan selamat kepada Dinda.
“Berikutnya, Rina dan Bagas. Bobby dan Maya. Raka dan Sela. Tono dan Lisa.”
Halwa menundukkan kepalanya dan mencoba terlihat tidak peduli, meskipun di dalam hati ia mulai merasa lega karena namanya belum disebut.
Bu Lastri kemudian tersenyum tipis, matanya melirik ke arah Halwa.
“Dan yang terakhir, pasangan yang paling dinantikan Halwa dan Afrain!”
DEG!
Halwa langsung mengangkat kepalanya sambil membelalakkan matanya.
“Ma-maksud Ibu? Kenapa bisa begitu? Saya tukar pasangan saja, Bu.” ucap Dinda dengan wajah penuh amarah.
“Semua sudah diundi, Dinda. Dan jangan banyak protes." ucap Bu Lastri.
Bu Lastri meletakkan kertas itu dan mulai membuka buku, seolah pengumuman itu sudah selesai dan tidak bisa diganggu gugat.
Halwa menelan salivanya dengan wajah kebingungan.
"Apa yang harus aku lakukan? Bagaimana kalau Athar tahu semuanya?" gumam Halwa.
Halwa merasakan getaran ponselnya dan ia langsung membukanya.
[Sepertinya kita memang ditakdirkan bersama, Hal. Latihan dansa sepulang sekolah, ya. Di tempat biasa.]
Ia menghela nafas panjang sambil memikirkan alasan apa yang harus ia katakan kepada suaminya.
Sementara itu di tempat lain dimana Athar baru saja sampai di perusahaan.
Disaat akan masuk ke ruangan kerjanya, Yunus mengatakan kalau Azizah ada di ruangannya.
Athar mengernyitkan keningnya saat mendengar perkataan dari Yunus.
Ia pun segera masuk kedalam dan melihat Azizah yang sedang duduk di kursi tamu.
"Apa yang kamu lakukan disini?" tanya Athar dengan tatapan tajam.
Azizah menundukkan kepalanya saat Athar bertanya kepadanya.
"Paman Onur memintaku untuk datang dan membantumu di Perusahaan. LIa khawatir dengan keadaan kamu, Athar."
Athar tersenyum sinis saat mendengar perkataan dari Azizah.
Ia tahu betul kalau Paman hanya ingin mengubah perusahaan mendiang ayahnya.
"Azizah, kamu tidak perlu repot-repot untuk membantuku. Nanti malam aku akan mengantarmu pulang ke Turki." ucap Athar yang kemudian memanggil Yunus.
Yunus masuk kedalam sambil mendekat ke arah Athar.
"Tolong antarkan Azizah ke hotel, karena nanti aku akan mengantarnya pulang ke Turki." ucap Athar.
Yunus menganggukkan kepalanya dan meminta Azizah untuk ikut dengannya.
"Athar, aku tidak mau ke hotel. Aku mau menemani kamu disini." ucap Azizah sambil memohon.
Athar menggelengkan kepalanya dan ia meminta Azizah untuk ikut dengan Yunus.
Azizah sedikit kecewa dengan Athar yang secara tidak langsung mengusir nya.
Melihat Azizah yang sudah keluar dari ruang kerjanya.
Ia segera duduk di kursi kebesarannya sambil tersenyum sinis.
"Paman Onur, sampai kapanpun kamu tidak akan bisa mendapatkan perusahaan ini." gumam Athar.
Paman kandungnya itu memang tidak pernah menyerah.
Sejak Athar mengambil alih perusahaan setelah kepergian ayahnya, Onur terus berusaha mencari celah.
Athar tahu semuanya kalau desakan untuk menikahi Azizah bukan hanya tentang aliansi bisnis, tetapi juga upaya Onur untuk menjebak dan mengendalikan aset-aset keluarga.
"Mengirim Azizah ke sini seolah aku anak kecil yang butuh pengasuh. Dia lupa kalau aku sudah punya istri sah." gumam Athar.
Athar kembali mengingat bagaimana istrinya yang salah tingkah saat di mobil.
"Sebelum aku ke Turki, lebih baik aku mengajaknya ke Mall."
Ia pun kembali menyelesaikannya pekerjaannya agar nanti bisa tepat waktu menjemput istrinya.
Di sisi lain dimana jam istirahat berbunyi dan Afrain masuk ke dalam kelas Halwa.
"Hal, nggak ke kantin?" tanya Afrain.
Halwa menggelengkan kepalanya sambil menunjukkan kotak bekalnya.
"Hal, kamu kenapa? Kamu marah sama aku soal semalam?" tanya Afrain sambil menggenggam tangan Halwa.
Halwa menggelengkan kepalanya dan meminta Afrain untuk duduk.
"Aku nggak apa-apa, Kak. Aku masih sedikit lemas." jawab Halwa yang berbohong.
Afrain sedikit lega dengan jawaban yang diberikan oleh Halwa.
"Sekarang kamu makan yang banyak, ya. Biar nggak lemas lagi. Dan soal latihan dansa kita bisa lakukan mulai besok." ucap Afrain.
Halwa sedikit lega karena ia bisa menunda latihannya.
"Aku suapin, ya."
Afrain langsung mengambil sendok dan menyuapi Halwa.
"Kak, aku bisa makan sendiri." ucap Halwa.
Afrain tersenyum, matanya memancarkan ketulusan yang membuat Halwa semakin sulit untuk menolak.
"Sedikit saja, Hal. Anggap ini ucapan terima kasih karena sudah jadi pasanganku untuk prom."
Halwa tidak punya pilihan selain menerima suapan itu.
Dari luar kelas, Dinda melihatnya dan air matanya mengalir deras.