"Aku mau putus!"
Sudah empat tahun Nindya menjalin hubungan dengan Robby, teman sekelas waktu SMA. Namun semenjak kuliah mereka sering putus nyambung dengan permasalahan yang sama.
Robby selalu bersikap acuh tak acuh dan sering menghindari pertikaian. Sampai akhirnya Nindya meminta putus.
Nindya sudah membulatkan tekatnya, "Kali ini aku tidak akan menarik omonganku lagi."
Tapi ini bukan kisah tentang Nindya dan Robby. ini kisah tentang Nindya dan cinta sejatinya. Siapakah dia? Mampukah dia melupakan cinta Robby? dan Apakah cinta barunya mampu menghapus jejak Robby?
Happy reading~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ginevra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Siapa?
Happy reading ~
.
.
.
"Assalamu'alaikum..." Terdengar suara berat sang penghuni hati.
"Wa'alaikum salam," jawab Nindya. Dia bergegas melepaskan mukenanya dan berlari menuju sumber suara.
"STOP!" Teriak Ibu Nindya sambil menarik tangan Nindya.
"Kenapa Bu?" Protes Nindya. Bukannya Ibu Nindya sudah merestui hubungan mereka ya. Lah sekarang kenapa Ibu main tarik aja?
"Pakai dulu kerudungmu!"
"Oh.. oh.." bibir Nindya membulat dan bola matanya mengarah keatas. Dia berhenti sejenak lalu menggapai kerudung yang tergantung di tempat sholat.
Nindya hampir saja melupakan kerudungnya. Untung saja Ibu mengingatkan.
"Let's go!" Gumamnya membuat Ibu menggelengkan kepalanya takjub dengan keoonan putrinya.
Di depan pintu sosok tampan itu sudah berdiri membawa apa saja yang bisa dia bawa. Terlihat tangan kanan membawa sebuah kotak yang isinya martabak telur kalau tebakan Nindya benar. Di tangan kiri dia membawa buah durian dengan aroma manis yang menyengat. Sungguh kombinasi yang unik.
"Bapak mana?" Ucap si pangeran hati.
"Kamu ngak nyariin aku?" Kata Nindya dengan bibir yang ditekuk menjadi 9.
"Nggak usah dicariin juga kamu selalu di hati aku hehe."
"Preeet..."
"Bapak mana?" Aan masih mencari calon mertuanya.
Nindya menyerahkan tangannya dan berkata, "Sini aku bawain."
Alih-alih menyerahkan bawaannya, Aan meletakkan martabaknya di meja dan durian di lantai. Tingkahnya membuat Nindya heran.
"Nanti kalau kesentuh tangan kamu bergetar hati Abang," dalihnya.
"Heleh!"
Nindya mempersilahkan Aan untuk duduk sedangkan dia membawa barang bawaan Aan ke ruang keluarga.
"Pak... Itu Mas Aan nyariin Bapak."
"Wokey!"
Di ruang tamu Pak Broto dan Aan saling mengobrol dengan santai dan sesekali terdengar tawa Pak Broto.
'Mantap lah!' batinnya sambil mempersiapkan teh untuk keduanya.
Dengan hati-hati Nindya membawa nampan. Sedangkan di hadapannya ada sepasang mata yang tidak berhenti menatapnya.
Nindya sengaja menatap balik sepasang mata itu dan berhasil mendapati ekspresi malu dari pria dewasa setengah tua itu. Matanya reflek menghindar dan posisi tubuhnya otomatis menghadap sang bapak.
"Katanya, mas teman seangkatannya Bapak ya?" Nindya duduk di sebelah Pak Broto dan melontarkan pertanyaan basa-basi.
"Oh benarkah?"
"Iya, aku ingat kamu yang selalu ngasih tumpangan ke Bu Ani, Ibunya Budi kan?" Pak Broto mengorek ingatannya lagi.
"Hehehe.. jadi Bapak ada diangkatanku juga. Saya tidak menyangka yang namanya jodoh nggak kemana," ungkapnya tidak tahu malu.
Pak Broto hanya tertawa mendengar jokes garing milik Aan. Apakah bapak-bapak sukanya jokes garing gini ya? Heran!
"Tapi kok bisa seangkatan sih mas? Kalau Bapak kan emang dulunya lulusan SGO dan baru kuliah untuk syarat kenaikan pangkat. Kalau mas?" Tanya Nindya.
"Ya bisa saja, Mas kan awalnya kuliah D3 dek terus baru tranfer ke S1 enam tahun yang lalu."
Nindya kembali membulatkan bibirnya dan manggut-mangut, "Oh...begitu!"
"Sebenarnya pas lihat kamu pertama kali, wajahmu sedikit familiar lho!" Kata Aan dengan senyum menawannya.
"Hah? Maksud kamu aku pasaran gitu?" Gumam Nindya dengan wajah ditekuknya.
"Hahaha... Enggak.... Maksudnya aku pernah ketemu kamu. Kamu pernah observasi di SD ku kan? SD harapan Bangsa? Sepertinya dulu kamu datang sama Fika."
Sebenarnya hati Nindya agak tersentil saat nama perempuan lain terucap dari bibir manisnya itu. Namun Nindya tidak langsung terbawa perasaan.
Nindya berusaha mengingat dimana dia bertemu dengan Pujaan hatinya itu.
"Oh... Mas itu guru olahraga yang aku ajak omong waktu itu? Hahaha... Kok bisa?"
"Udah dibilangin kita jodoh," gombal Aan.
"Ehem!!" Pak Broto berdeham merasa tersisih dari pembicaraan dua Insan yang sedang jatuh cinta ini.
Kalian bisa nebak nggak kalau Aan ini guru Olahraga yang menyapa Nindya dkk saat observasi Pembelajaran Kelas Rangkap di episode "Potato". Kalau sudah tahu, dari eps mana kalian sudah bisa menebaknya? Tulis di kolom komentar ya!
Kita lanjut ke Nindya.
'Kok aku nggak ngeh ya? Bagaimana mataku bisa tertutup saat ada orang setampan ini di depan mataku? Kalau tahu gitu, sudah aku kejar sejak dulu. Jadi aku punya lebih banyak waktu dengannya.' batin Nindya.
'Ah... Dulu aku masih sama si nyebelin. Ck!'
"Drrttt!"
HP Nindya berbunyi tanda ada chat masuk, namun Nindya tidak menghiraukannya. 'Halah paling grup chat.'
Akan tetapi suara getar di HPnya tidak berhenti. 'Siapa sih yang spam?'
Terpaksa Nindya membuka HP nya untuk memeriksa si pengirim chat.
Nin?
P
P
Nin?
Kamu udah hapus nomer aku ya?
Nin?
P
P
P
P
'Ish... Rese banget sih!'
Salah sambung!
Nindya mengetik dengan amarah menggebu. Membuat perhatian Aan berpusat padanya.
"Siapa?" Aan akhirnya bertanya untuk memuaskan rasa penasarannya.
"Nggak tahu, salah sambung mungkin," jawab Nindya dengan senyum mengembang berbeda saat ia membalas chat dari orang tak dikenalnya.
"Drrrtt!"
"Drrrttt!"
Kali ini tidak hanya chat namun orang tak dikenal itu menelpon berkali-kali.
"Kamu nggak angkat dulu aja? Siapa tahu penting," Aan menganjurkan dengan suara tenang dan lesung pipit yang jelas terpasang di pipi kanannya.
Nindya memandangi Aan dengan seksama untuk mengamati kiranya dia marah atau tidak.
"Cepat sana angkat dulu!" Perintah Pak Broto. "Aku mau ngobrol sama Aan dulu."
"Hah!" Nindya menghela nafas dan mengangkat telponnya.
"Halo..ini siapa?"
"......"
Mendengar jawaban si penelpon membuat ekspresi Nindya berubah ngeri. Matanya terbelalak, keningnya berkerut, dan tangannya meremas HP nya erat.
Bergegas ia menutup telponnya dan mematikan HPnya. Dia kembali dari beranda rumah ke tempat duduknya semula.
"Siapa?" Tanya Pak Broto.
"Hehehe bukan siapa-siapa," jawab Nindya dengan tawa yang dipaksakan. Akan tetapi dia tidak bisa menyembunyikan ekspresi takut bercampur marah dari mata tajam Aan.
Aan yakin si penelpon bukan sekedar orang yang tidak dikenal. Nindya melirik ke arah Aan dan menggeleng seperti memberikan kode kalau dirinya baik-baik saja.
Aan ingin sekali menghibur dan menggenggam tangan Nindya namun itu sungguh tidak bisa karena hubungan mereka masih ditahap perkenalan dan mereka bukan mahram. Dia hanya berusaha meyakinkan Nindya untuk tidak takut dengan tatapannya saja.
"sepertinya ini sudah malam, Mas Aan pulang dulu gih!" Perintah Pak Broto dengan nada soft spoken namun tegas.
"Ah iya Pak... Saya pamit ya Pak, Assalamu'alaikum!" Aan memberi salam perpisahan namun matanya tidak lepas dari sang kekasih berharap dia baik-baik saja.
"Sampai rumah aku langsung chat kamu," katanya pelan.
"Iya Mas," Nindya masih tersenyum melepas kepergian sang pemilik lesung pipit.
Tersirat sorot penuh kekhawatiran di matanya. 'Andai saja kita sudah menikah, aku pasti lebih leluasa menjagamu,' batin Aan sepanjang perjalanan pulangnya.
'Siapa breng**k yang membuatnya seperti itu?!' Aan menggertakkan giginya dibalik helm hitamnya.
.
.
.
Siapa dia sih guys?
Ganggu banget!
But, I still love you hehe...
klik like, komen, dan bagi votenya ya... Makasih...mmuah..