"Harus berapa kali aku katakan, aku ini masih istri orang, dan aku tidak ingin menjadi seperti mereka dengan membiarkanmu terus mendekat dan memberiku perhatian. Aku harap kamu mengerti maksudku," kata Tiara penuh permohonan.
Senja menatapnya lekat. "Tiara, aku jelas mengerti apa maksudmu, tapi aku melakukan semua ini bukan untuk mengajakmu berselingkuh. Aku hanya ingin menunjukkan rasa cintaku padamu. Itu saja, tidak lebih."
Yaa Tuhan... Senja ini benar-benar keras kepala, membuat wanita itu bingung bagaimana lagi harus menghadapinya.
"Dan jika alasanmu mendorongku menjauh karena statusmu, aku akan memberimu jalan keluar. Aku akan membayar pengacara untuk mengurus perceraian kalian di pengadilan. Kamu di sini tinggal terima beres saja," kata Senja lagi menatap Tiara dengan ekspresi serius.
Baca cerita selengkapnya hanya di sini>>>
Dan jangan lupa follow IG @itayulfiana untuk lebih kenal dengan penulis😉
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ita Yulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SETIA — BAB 27
Mereka semua menoleh ke arahku, tak terkecuali Reyhan, adiknya Tiara. Salah satu di antara mereka yang posturnya lebih tinggi berjalan lebih maju.
"Jangan ikut campur urusan kami, Bang! Pergi sana!" Bukannya pergi, aku malah berjalan mendekat ke arah mereka sambil membuka kancing lengan kemeja dan menggulungnya hingga ke siku. Ketiganya saling melempar tatapan satu sama lain, mungkin bertanya-tanya siapa aku yang tiba-tiba ikut campur.
"Bang, sudah kami peringatkan, jangan ikut campur urusan kami! Kalau Abang ikut campur, jangan salahkan kami kalau tidak sopan sama orang yang lebih tua!" celetuk temannya yang lain.
Aku tersenyum miring, kemudian berhenti dengan jarak kurang dari 5 meter di hadapan mereka. "Kalian mau apa? Kenapa menghadang dia?" tanyaku sambil menunjuk sekilas Reyhan yang masih duduk santai di atas motor.
"Kami ada urusan. Urusan anak muda, jadi Abang pulang saja, gak usah sok jadi pahlawan dengan membela dia."
"Hey, aku bukannya mau sok jadi pahlawan. Masalahnya, kalian itu mainnya keroyokan, ditambah bawa balok kayu. Apa kalian terlalu pecundang tidak mau maju satu per satu dan melawannya dengan tangan kosong, hng?"
Mereka bertiga saling lirik, lalu memberi kode satu sama lain. "Elah, banyak cincong!"
Detik berikutnya, mereka bertiga maju bersamaan menyerangku sambil mengangkat balok tinggi-tinggi di tangan masing-masing. "HIYA!!!"
Reflek aku memasang kuda-kuda dan menajamkan indera penglihatan dan pendengaran. Tubuhku dengan lihai menghindari serangan mereka, aku melangkah ke samping, mengelak dari ayunan balok kayu yang hampir mengenai kepalaku.
Aku memanfaatkan momentum mereka yang sedang menyerang, membalas dengan tendangan ke arah perut salah satu dari mereka, membuatnya terpelosoh ke tanah. Dua lainnya masih terus menyerang, tapi aku sudah siap. Aku menangkap balok kayu salah satu dari mereka dan membantingnya ke tanah, membuatnya terjatuh.
Reyhan yang melihat adegan itu, langsung turun dari motor. "Hey, bang! Aku bisa bantu!" teriaknya.
Aku tersenyum. "Kamu jadi penonton saja di situ, aku sudah bisa handle ini sendirian," kataku. Hitung-hitung aku sedang melakukan peregangan. Aku memang sudah lama tidak mengasah kemampuan bela diriku.
Dalam waktu singkat, ketiga anak muda itu sudah berhasil ku tumbangkan. "Ampun, Bang. Ampun. Kami mengaku kalah," katanya, memegangi perutnya sambil meringis kesakitan.
"Sekarang kalian pergi dari sini," kataku. "Dan aku peringatkan, jangan pernah lagi kalian mengganggunya, atau kalian akan berurusan lagi denganku," tambahku memperingatkan. Ketiga anak muda itu mengangguk mengerti, kemudian berlari terbirit-birit menjauh.
Reyhan berjalan menghampiriku. "Terima kasih sudah menolongku, tapi kenapa Abang melakukannya?"
"Karena aku tahu kamu adiknya Tiara," jawabku. Aku dan Reyhan sudah berdiri saling berhadapan.
"Tapi aku bisa mengatasi mereka dan menghajar mereka hingga babak belur," ucapnya dengan penuh percaya diri.
"Dengan keadaanmu yang berjalan sedikit pincang begitu? Jangan kira aku tidak tahu bahwa baru hari minggu kemarin kamu mengalami kecelakaan dan masuk rumah sakit."
"Bagaimana Abang bisa tahu?" Kedua matanya seketika menatapku penuh selidik.
"Karena pada saat perawat rumah sakit menelepon, aku sedang bersama dengan kakakmu," jawabku.
Mata Reyhan semakin terpicing, menatapku penuh curiga. "Abang tahu 'kan kalau kakakku sudah punya anak dan suami?" Pertanyaan yang langsung membuatku salah tingkah, tapi buru-buru aku menepis kecurigaannya.
"Hey, apa kamu lupa? Waktu itu aku bertemu kakakmu karena membahas masalah tabrakan minggu lalu."
Reyhan langsung tertawa. "Oh iya. Sorry, Bang. Aku lupa. Aku pikir tadi Abang ini suka sama kak Tiara."
Aku tak menanggapi ucapannya dengan kata-kata. Dalam hati membenarkan dugaannya itu. Sebelum pergi, aku sempat memberikan kartu namaku pada Reyhan. "Simpan nomorku. Kalau ada apa-apa, segera hubungi aku. Selama aku ada di kota ini, aku pasti akan langsung datang menolongmu."
Saat sudah kembali masuk ke dalam taksi dan melanjutkan perjalanan pulang ke rumah, aku menerima sebuah pesan dari Reyhan. Dia memintaku untuk menyimpan nomornya juga.
***
"Hari ini aku sudah membuat janji dengan notaris," kata Boy yang baru saja masuk ke dalam ruanganku.
"Oh, ya? Di mana?" tanyaku.
"Dia meminta kita untuk datang ke restoran Hotel GCC. Katanya waktu untuk kita tidak banyak, jadi sebisa mungkin harus datang tepat waktu," ujar Boy.
Hotel GCC? Aku salah fokus pada tempat itu. Seingatku, itu tidak jauh dari kafe tempat aku bertemu pertama kali dengan Tiara saat menjadi narasumber.
"Pukul berapa dia meminta kita datang?" tanyaku.
Boy menatap arlojinya. "1 Jam lagi."
Aku segera bangkit dari dudukku. "Kita berangkat sekarang, Boy."
"Loh, kenapa cepat sekali?"
"Kita mampir di suatu tempat dulu," kataku tersenyum penuh semangat.
Aku dan Boy berangkat menggunakan mobilku, dan aku yang menyetir. Saat tiba di depan kafe, aku melihat mobil Tiara terparkir di depan sana, jadi aku segera berbelok dan memarkirkan mobilku tepat di samping mobil wanita idamanku tersebut.
"Loh, kita ngapain di sini? Hotel GCC-nya masih di depan, Bro."
Aku tersenyum seraya mematikan mesin mobil. "Bukannya kamu penasaran sama perempuan yang kutaksir? Orangnya ada di dalam."
"Hah, serius? Kalau begitu aku mau turun dan mengajaknya kenalan." Seketika Boy menjadi antusias. Bahkan dia lebih dulu turun dari mobil dariku, membuatku tertawa melihat tingkahnya.
"Yang mana orangnya?" Boy mengedarkan pandangan. Saat itu suasana kafe masih sepi. Hanya ada 5 orang di meja berbeda, 2 di antaranya adalah pria. Kulihat Tiara duduk di dekat jendela tepat di meja dia mewawancaraiku dulu. "Tapi tunggu, jangan beritahu dulu. Biar aku sendiri yang menebak." Boy melihat ketiga wanita yang duduk cukup berjauhan satu persatu dan mulai menilainya. "Yang pakai baju biru muda itu tidak mungkin, dia masih terlihat seperti anak kuliahan. Dan yang kedua, lebih-lebih tidak mungkin, karena dia terlihat lebih tua dari kita." Tiba giliran Tiara yang dinilai, Boy tersenyum sambil menunjuk ke arah wanita itu. "Nah, aku yakin pasti dia orangnya. Cantik dan bening. Aku ajak kenalan ah..." kata Boy seraya menyelonong masuk.