Arkan itu cowok baik—terlalu baik malah. Polos, sopan, dan sering jadi sasaran empuk godaan Elira, si gadis centil dengan energi tak terbatas.
Bagi Elira, membuat Arkan salah tingkah adalah hiburan utama.
Bagi Arkan, Elira adalah sumber stres… sekaligus alasan dia tersenyum tiap hari.
Antara rayuan iseng dan kehebohan yang mereka ciptakan sendiri, siapa sangka hubungan “teman konyol” ini bisa berubah jadi sesuatu yang jauh lebih manis (dan bikin deg-degan)?
Cinta kadang datang bukan karena cocok—tapi karena satu pihak nggak bisa berhenti gangguin yang lain.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon QueenBwi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Puluh Enam
"Arkan.. Ada yang harus Ayah bicarakan soal pernikahan kalian. Kita ketemu ditempat biasa.."
Arkan menatap bingung layar ponselnya, mendapati pesan sang ayah disana. Apa yang mau dibicarakan lagi? Bukankah sudah jelas pernikahan mereka akan diselenggarakan 3 bulan dari sekarang?
"Arkan.. Ayo.." kata Ayana yang sudah bersiap menggendong tasnya begitupun Raka dan Salva, tinggal menunggu kedatangan Elira saja.
Rencananya mereka akan pergi makan dan menghabiskan waktu karaokean.
"Ah.. Aku—"
"Daddyy~~" panggil Elira semangat lalu berlari dan memeluk tubuh Arkan erat. Untung saja kali ini ia lebih sigap, ia dengan gampangnya menahan pinggang Elira dan balas memeluknya.
"Sudah selesai?"
Elira mengangguk lalu mengecup bibir Arkan cepat, "Makanya aku langsung bergegas kesini.. Hehehe~"
Arkan ikut terkekeh gemas dan mengecup kening si cantik. Perbuatan sederhana tapi entah kenapa Elira selalu memerah.
"Woaah.. Apa ini?! Si binal Elira memerah! Harus aku abadikan!" Pekik Ayana semangat sambil mengambil ponselnya hendak memotret sebelum jari tengah Elira tertangkap layar kamera beserta ekspresi membunuhnya.
Glek..!
"Ah.. Tiba-tiba ibuku menelpon.. Ehem.. Ya, bu?" Ayana langsung berbalik sambil berpura-pura menelpon.
Raka dan Salva sudah terbahak dari tadi.
Arkan sendiri hanya menggelengkan kepalanya lalu kembali menatap Elira yang masih cemberut.
"Maaf sayang..tiba-tiba Ayah ingin bertemu. Jadi nanti aku menyusul saja.."
Kedua mata Elira membola, "Kenapa? Kenapa tiba-tiba ayah mertua ingin bertemu?"
"Entahlah.. Aku juga belum tahu," Bohong Arkan. Entah kenapa ia merasa Elira tak harus tahu soal ini dulu.
"Tapi nanti Daddy beneran menyusul kan?" Rajuknya manja sembari melingkarkan kedua tangannya di pinggang Arkan.
"Tentu saja."
Gadis cantik itu tersenyum lebar hingga gigi kelincinya terlihat. Membuat sang tunangan jadi gemas sendiri. Bagaimana bisa makhluk selucu ini ternyata punya sisi binal yang luar biasa?
"OHOKK.. OHOK! iya tahu yang punya pacar! Berasa dunia milik sendiri. Apalah daya orang tampan ini yang mengontrak," sindir Raka cukup keras, lama-lama matanya bisa iritasi melihat kemesraan Arkan dan Elira.
Sangat tidak pengertian sebagai teman.
"Dih.. Udah jomblo, ngontrak, ngaku tampan, hidup pula," balas Elira tak kalah sadis.
Raka langsung terdiam tanpa mampu membalas setiap ucapan gadis itu. Terlalu fakta.
"Ya, sudah.. Aku duluan ya.." Pamit Arkan pada yang lain juga setelah mengusap lembut rambut tunangannya.
***
Arkan memasuki sebuah restoran mewah yang memang selalu menjadi tempat makan keluarganya dulu.
Dirinya jadi merindukan sosok sang ibu.
Seorang pelayan membawanya kesebuah ruang pribadi yang selalu dipesan oleh keluarga mereka. Disana sudah terdapat sosok sang Ayah yang tengah membaca sebuah buku dengan secangkir kopi panas didepannya.
"Ayah?"
Tuan Harsa mendongak dan tersenyum tipis, "Duduk lah.. Sudah makan?"
"Belum," Jawab Arkan sambil terduduk dihadapan Ayahnya.
"Bagus. Ayah sudah memesan makanan kesukaanmu."
"Dimana kak Arfan?"
"Ada apa dengannya?"
Alis Arkan mengerut bingung, bukankah ini makan siang keluarga?
"Ayah hanya ingin makan siang denganmu.." Tuan Harsa berkata lagi setelah memahami maksud sibungsu.
Tiba-tiba saja ucapan Arfan tempo hari kembali terngiang dikepalanya.
"Ayah lebih menyayangimu ketimbang aku, Arkan Dia menomorsatukanmu dan mengabaikanku, padahal aku anak pertamanya..."
Arkan menatap ayahnya tak percaya, ternyata ucapan Arfan benar. Bagaimana bisa ayah memperlakukan mereka berbeda? Dirinya ataupun Arfan, keduanya merupakan darah dagingnya sendiri.
Kenapa harus membedakan?
"Ngomong-ngomong, ayah sudah mendengar kabar perempuan itu. Jadi dia meninggal, heh? Sayang sekali~padahal Ayah masih ingin melihatnya menderita lebih lama," Ucapnya sambil memotong steak di piringnya dan memakannya.
Tanpa sadar Arkan meremat pisau steaknya kuat. Ia tahu sang Ayah membenci ibu mereka, tapi berbicara buruk pada seseorang yang telah meninggal bukankah itu terlalu jahat? Setidaknya sedikit punya rasa empati.
"To the point saja Ayah. Apa yang mau ayah bicarakan soal pernikahan kami?" Tanya Arkan mengalihkan, ia sedang mencoba meredam emosinya.
"Ah benar," Tuan Harsa meletakkan pisau beserta garpunya dan mengambil serbet untuk membersihkan pinggiran mulutnya, "Pernikahanmu itu dibatalkan saja. Ayah berubah pikiran."
"A-apa?"
***
Suara tawa disebuah ruang karaoke terdengar begitu membahana, ditambah suara musik yang volumenya sudah full. Benar-benar ramai sekali.
Raka menggunakan aksesoris yang disediakan dan menyanyikan salah satu Ost Naruto dengan semangat sekali diikuti Salva beserta Ayana. Elira sendiri hanya terduduk sambil terus tertawa sejak tadi.
Ia sudah bernyanyi cukup banyak sambil bergoyang tadi dan sekarang dirinya kelelahan.
Sejenak anak itu melirik ponselnya yang menunjukkan pukul 7 malam. Sudah dua jam lebih dan belum ada tanda-tanda kedatangan Arkan. Bahkan tak ada satu pesanpun yang masuk.
Apa terjadi sesuatu?
Ia jadi cemas.
Elira menghela nafas dan berdiri hendak ke toilet setelah mengatakannya pada Ayana. Saat pintu dibuka, anak itu kaget dengan kehadiran Arkan yang terduduk menghadap pintu ruangan mereka dengan sekaleng bir serta ponsel yang ia genggam.
"Loh Arkan sudah datang? Sejak kapan? Kenapa tidak masuk?" Tanya Elira bingung.
Arkan mendongak dan tersenyum, "Tunanganku cantik sekali~"
Ucapan itu membuat Elira sempat merona sebelum ia sadar ada yang tidak beres.
Apa Arkan mabuk?!
Astaga, hanya dengan sekaleng bir yang kandungan alkoholnya tidak seberapa ini?!
Toleran Arkan pada alkohol rendah sekali. Tapi bukankah Arkan tidak suka minum alkohol?
Pelan-pelan Arkan berdiri dan tanpa sadar menjatuhkan ponselnya. Pria itu tampak tak sadar sama sekali, sepertinya memang mabuk. Sebelum benar-benar jatuh, Elira langsung menahan tubuh prianya.
"Astaga, Arkan.. Toleransi Alkoholmu payah sekali!"
Arkan hanya tersenyum lalu memeluk erat tubuh Elira.
"Elira, Aku mencintaimu. Sangat-sangat mencintaimu. Aku tidak bohong! Aku bersumpah!"
Elira tertawa lucu, "Iya..aku juga mencintaimu kok Arkan.." Balasnya kalem. Tapi tiba-tiba saja tubuhnya terdorong kuat hingga membentur dinding. Membuat Elira meringis pelan, ini pertama kalinya Arkan sekasar ini padanya.
"Ugh! Arkan.. Apa yang—" Nafasnya tercekat ketika dirinya ditatap begitu tajam dan dalam oleh Arkan.
Seperti orang lain. Seperti bukan Arkan dan itu membuat Elira takut.
"Ayo bercinta. Meski kau bilang tak bisa hamil, Aku akan terus melakukannya hingga kau hamil anakku," Tegasnya tiba-tiba lalu menggenggam erat pergelangan Elira dan menariknya pergi.
Saking kuatnya Elira sampai meringis kesakitan hampir menangis. Tubuhnya tertarik kuat bahkan seperti Arkan menyeretnya paksa.
"Arkan sakit.. Ada apa denganmu? Arkan.."
Tapi Arkan tak menjawab, ia malah menghempaskan tubuh Elira di jok belakang mobilnya lalu menutup pintu kasar dan langsung menguncinya.
"Arkan kita mau kemana?!!" Pekiknya panik sembari mencoba membuka pintu mobil tapi tidak bisa.
Arkan masuk ke jok kemudi dan langsung menyalakan mesin mobilnya. Kemudian menginjak pedal gas bagai orang kesurupan.
Elira sampai menangis ketakutan dibuatnya. Arkan benar-benar seperti orang lain yang tidak ia kenal.
"ARKAN HENTIKAN MOBILNYA! ARKAN!"
Bukannya memelan malah laju mobil semakin menjadi-jadi.
Tidak lama mereka tiba di depan apartment Arkan. Elira sampai panik dan mencoba membuka pintu lainnya ketika Arkan keluar dari mobil. Tapi tubuhnya tertarik kebelakang, dirinya langsung diseret kasar turun dari mobil.
"Demi Tuhan! Arkan! Kau kenapa?!! Lepaskan aku!"
Arkan berhenti dan langsung berbalik menghadap Elira dengan raut wajah dingin dan tajam.
"Melepasmu?! Setelah aku mencintaimu kau minta aku lepaskan?! KAU GILA HAH?!!"
"Bu-bukan.. Bukan itu maksudku, aku—Akhhh!" Jeritnya lagi ketika Arkan kembali menariknya.
Sesampainya di apartemen miliknya, Arkan langsung menuju kamarnya dan menghempaskan tubuh Elira di ranjang miliknya.
Melepas kemeja kerjanya hingga ia shirtless, kemudian menarik kaki Elira ketika gadis cantik itu mencoba menjauh karena ketakutan.
Menahan kedua tangannya diatas kepalanya dan mengungkung tubuh itu dibawah kuasanya.
Elira benar-benar ketakutan kali ini. Menatap Arkan takut bagai anak anjing yang dibuang. Sementara Arkan menatapnya penuh dominasi.
"Kau selalu menginginkan ini, kan? Jadi sekarang, layani aku, Elira."