 
                            Jhonatan Wijaya, seorang Kapten TNI yang dikenal kaku dan dingin, menyimpan rahasia tentang cinta pandangan pertamanya. Sembilan tahun lalu, ia bertemu dengan seorang gadis di sebuah acara Akmil dan langsung jatuh cinta, namun kehilangan jejaknya. Pencariannya selama bertahun-tahun sia-sia, dan ia pasrah.
Hidup Jhonatan kembali bergejolak saat ia bertemu kembali dengan gadis itu di rumah sahabatnya, Alvino Alfarisi, di sebuah batalyon di Jakarta. Gadis itu adalah Aresa, sepupu Alvino, seorang ahli telemetri dengan bayaran puluhan miliar yang kini ingin membangun bisnis kafe. Aresa, yang sama sekali tidak mengenal Jhonatan, terkejut dengan tatapan intensnya dan berusaha menghindar.
Jhonatan, yang telah menemukan takdirnya, tidak menyerah. Ia menggunakan dalih bisnis kafe untuk mendekati Aresa. Ketegangan memuncak saat mereka bertemu kembali. Aresa yang profesional dan dingin, berhadapan dengan Jhonatan yang tenang namun penuh dominasi. Dan kisah mereka berlanjut secara tak terduga
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon keipouloe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Setelah Jhonatan memeluk Aresa di ruang kerja, keheningan menyelimuti ruangan. Adnan, yang menyaksikan luapan emosi jujur itu, menghela napas panjang. Ia adalah pria bijak yang tidak akan berlarut-larut dalam kemarahan.
“Sudah, Jhonatan,” ujar Adnan, suaranya kini tenang namun tegas. “Bawa Aresa keluar. Tenangkan dia. Kalian berdua harus bicara baik-baik.”
Alvino dan Alif saling berpandangan, terkejut. Mereka menduga Adnan akan mengamuk dan mengusir Jhonatan, tetapi yang terjadi justru sebaliknya.
Sang ayah menunjukkan kepercayaan.
Jhonatan melepaskan pelukan, menatap Adnan dengan rasa hormat dan terima kasih yang mendalam. “Terima kasih, Pak.”
Tanpa banyak bicara, Jhonatan merangkul bahu Aresa dan membawanya keluar dari ruang kerja, meninggalkan Adnan serta kedua saudara Aresa yang masih terbengong melihat kejadian barusan.
Alif akhirnya bersuara. “Loh, kok Bapak nggak marah-marah sih?”
“Iya, padahal dalam bayanganku Paman bakal ngamuk, terus ngusir Jhonatan,” sahut Alvino, tak kalah heran.
“Bapak udah tua, nggak mau marah-marah,” jawab Adnan santai.
“Lah, nggak seru, Pak. Kirain bakal drama besar,” keluh Alif.
“Udah biarin aja. Mereka mau berbuat apa juga urusan mereka. Siapa tahu, dengan kejadian ini kapal baru berlayar—Bapak punya mantu lagi, hahaha,” tawa Adnan pecah.
“Perasaan kemarin ada yang bilang belum ikhlas putrinya diambil laki-laki lain,” sindir Alif.
“Itu cuma biar Jhonatan takut,” jawab Adnan, mulai mengalihkan pembicaraan. “Udah lah, ganti topik. Kita bahas proyek kafe kalian aja.”
****
Sementara itu, Jhonatan membawa Aresa ke kamar tamu yang ia tempati. Mereka duduk di tepi ranjang. Pintu kamar sengaja ia biarkan terbuka—sebuah isyarat bahwa mereka tidak menyembunyikan apa pun.
Aresa masih terisak sesekali, tapi perlahan air matanya mengering. Ia menarik napas panjang, berusaha menata diri. Sebagai seorang analis data, ia tahu menangisi fitnah viral ini tidak akan mengubah algoritma media sosial. Ia tidak bersalah, dan ia tidak pantas merasa kalah.
Aresa menatap Jhonatan. Mata yang sembap itu kini memantulkan ketegasan.
“Kapten, udahlah,” ujarnya lelah namun tegas. “Biarin aja berita itu. Saya capek. Toh, berita itu juga nggak benar, kan?”
Jhonatan menggenggam tangan Aresa. “Iya, Res. Nggak benar. Saya minta maaf. Saya udah bikin kamu harus ngalamin semua ini.”
Aresa tersenyum tipis—senyum yang muncul di tengah luka. Senyum itu tulus, meski getir. Jhonatan terpaku, jantungnya berdesir, ikut tersenyum tanpa sadar.
“Oke, Kapten,” ucap Aresa pelan. “Kita ikuti permainan selanjutnya.”
Nada suaranya berubah. Aresa bukan lagi korban. Ia kembali menjadi sosok strategis yang selalu tahu langkah berikutnya.
****
Aresa mengambil ponsel Jhonatan yang tergeletak di meja. “Ayo, telepon Mas Arian.”
Jhonatan segera menghubungi Arian dan mengaktifkan mode loudspeaker.
Suara Arian terdengar tegang dari seberang.
“Ada apa?” tanyanya ketus.
“Mas, ini Aresa,” ujar Aresa tegas. “Stop hapus berita itu. Kita ikuti aja alur permainan wanita itu. Kalau dia mau drama, kita kasih drama yang lebih bagus.”
Arian terdiam sesaat, lalu menjawab ragu, “Loh, kamu yakin, Dek?”
“Iya, Mas, aku yakin kok. Aku udah ada rencana sama Kapten Jhonatan,” jawab Aresa mantap.
Jhonatan menimpali, “Yan, aku bakal mulai sandiwara romantis dengan Aresa. Kamu dan Azzam di Jakarta siapkan serangan balik—publish biodata asli Aresa.”
Begitu panggilan berakhir, Jhonatan menatap layar ponselnya. Ia membuka kamera, mengarahkan ke Aresa yang sedang duduk santai di depannya, mengenakan jilbab instan warna pastel. Klik—foto candid itu diambil.
Beberapa detik kemudian, unggahan baru muncul di akun resminya:
Jhonatan Wijaya: My safe harbor. Ternyata di balik badai, ada seseorang yang paling kucari. Terima kasih sudah menguatkan. Siap hadapi dunia bersama.
Aresa yang melihat unggahan itu langsung terkekeh geli.
“Kenapa?” tanya Jhonatan heran.
“Nggak, lucu aja,” jawab Aresa. “Pacar saya aja nggak pernah posting saya seromantis ini.”
“Pacar?” Jhonatan sontak menarik tangannya yang tadi melingkari bahu Aresa. “Kamu punya pacar?”
Aresa mengangguk pelan, nada suaranya melankolis. “Punya. Tapi hilang... nggak ada kabar.”
Ia menatap ke luar jendela. Ya, Liam—lelaki itu—masih tak bisa dihubungi.
Pengakuan itu menampar Jhonatan. Namun ia segera menahan diri. Ia harus menjaga profesionalisme demi sandiwara yang sudah dimulai.
****
Di kediaman Jessica, suasana yang semula tegang kini berubah. Jessica tersenyum puas menatap layar ponselnya.
“Lihat ini, Sayang!” serunya sambil menunjukkan unggahan Jhonatan kepada suaminya. “Masterpiece! Dia pakai foto Aresa dengan caption romantis. Ini membunuh narasi Sella yang bilang Aresa wanita penggoda murahan.”
Suaminya terkekeh, menatap layar dengan serius. “Strategi bagus. Narasi berita murahan itu sekarang berubah—dari skandal selingkuh jadi kisah cinta murni yang diserang. Dan Jhonatan nggak melanggar kode etik institusi, karena ini ranah pribadi. Kita dukung dia.”
“Tentu saja. Dan lihat ini,” Jessica menunjukkan berita baru yang dirilis Arian: ‘Aresa, ahli telemetri dan analis data di ajang balap internasional.’
“Sella nggak bisa lagi nyebut dia wanita kampung.”
Suaminya tertawa kecil. “Taktik yang cerdas. Biarkan Sella melawan wanita high-class yang dicitrakan sederhana. Akhirnya, Jhonatan bergerak juga.”
****
Di sisi lain, Sella yang sedang merayakan keberhasilannya di restoran, mendadak membeku.
Wajahnya memucat saat membaca unggahan Jhonatan dan berita biodata Aresa.
“APA-APAAN INI?!” teriaknya, membuat pengunjung menoleh. Ia membanting gelas minumnya hingga pecah.
Sella langsung menelpon seorang wartawan, suaranya bergetar karena amarah.
“Hapus semua yang bilang Aresa itu wanita kampung! Ubah ceritanya! Berita tentang dia ahli telemetri itu palsu! Cari masa lalunya di luar negeri! Dia pasti punya aib lain!”
Ia melempar ponselnya ke sofa. “Jhonatan Wijaya! Kamu pikir kamu bisa melawanku dengan sandiwara romantis dan wanita alim palsu itu?! Aku nggak akan biarin wanita kelas dua itu nyentuh milikku!”
Kecemburuan dan dendam menelan akalnya. Sella sudah benar-benar gelap mata.
****
Jhonatan tahu langkah Sella selanjutnya tak akan ringan. Ia menatap ponselnya dalam diam, pikirannya dingin dan terencana.
Tanpa sepengetahuan siapa pun, termasuk Aresa, ia menekan satu kontak rahasia: Bison.
“Bison,” suaranya berubah datar dan tajam. “Aku butuh bantuanmu. Ada wanita bernama Sella—dia bikin keributan yang bisa membahayakan Aresa. Kunci dia di tempat aman dan jauh. Jangan sakiti dia. Cukup pastikan dia nggak bisa hubungi siapa pun.”
“Siap, Kapten,” jawab suara di seberang.
Setelah panggilan berakhir, Jhonatan menatap jendela. Cahaya sore menyorot wajahnya yang separuh teduh, separuh gelap.
Sandiwara romantis di media sosial hanyalah permukaan.
Di baliknya, perwira itu mulai bergerak dengan sisi gelap yang tak semua orang tahu.
Dan kali ini—
ia tidak akan membiarkan siapa pun menyentuh Aresa lagi.
 
                     
                     
                     
                     
                     
                     
                     
                     
                     
                     
                     
                     
                     
                     
                     
                     
                     
                     
                    