Kiara dan Axel berteman sejak kecil, tinggal bersebelahan dan tak terpisahkan hingga masa SMP. Diam-diam, Kiara menyimpan rasa pada Axel, sampai suatu hari Axel tiba-tiba pindah sekolah ke luar negeri. Tanpa memberitahu Kiara, keduanya tak saling berhubungan sejak itu. Beberapa tahun berlalu, dan Axel kembali. Tapi anak laki-laki yang dulu ceria kini berubah menjadi sosok dingin dan misterius. Bisakah Kiara mengembalikan kehangatan yang pernah mereka miliki, ataukah cinta pertama hanya tinggal kenangan?
*
*
*
Yuk, ikuti kisah mereka berdua. Selain kisah cinta pertama yang manis dan menarik, disini kita juga akan mengikuti cerita Axel yang penuh misteri. Apa yang membuatnya pindah dan kembali secara tiba-tiba. Kenapa ia memutus hubungan dengan Kiara?.
MOHON DUKUNGANNYA TEMAN-TEMAN, JANGAN LUPA LIKE, DAN KOMEN.
Untuk menyemangati Author menulis.
Salam Hangat dari tanah JAWA TENGAH.❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Story Yuu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27 Keseleo Yang Bikin Salah Paham
Keesokan harinya, di ruang makan. Widia duduk di kursi sambil menyilangkan kedua tangannya di dada. Sorot matanya menajam, menatap kosong meja yang dipenuhi menu sarapan.
Axel dan Kiara melangkah pelan menuruni tangga. Kiara terhenti sejenak melihat wajah Widia yang tampak menegang, jantungnya masih berdebar, ia terus menggigit bibir bawahnya, gugup.
“Axel, kamu sudah ada rencana?” bisiknya pada Axel yang juga ikut berhenti di belakangnya.
Axel menatap ibunya, tak menjawab Kiara, pemuda itu langsung menuruni tangga tanpa bicara.
“Pagi, ma,” sapanya dengan santai seperti biasa, seolah tak merasa salah, sudah membuat kegaduhan semalam.
Widia hanya mendengus, lalu menatap tajam putranya.
Kiara melangkah kikuk, mendekati ibu dan anak yang tengah berperang dingin. “Pagi, tante,” sapanya dengan cengar-cengir, lalu duduk di seberang Axel.
Widia menoleh singkat, matanya berbinar menatap Kiara. “Pagi, sayang,” balasnya dengan ramah, lalu menggeser pandangannya lagi, matanya kembali menajam ke arah putranya.
Kiara tercekat, ia merasa sesak terhimpit di tengah ketegangan keluarga itu. Apa nih? Tante bakal ngamuk? batinnya, bola matanya terus bergerak melirik Axel dan Widia berulang kali.
“Kamu akan terus diam?” tanya Widia kepada anaknya, yang sejak tadi terus menunduk tanpa suara.
Axel mengangkat wajahnya, menatap lekat-lekat ibunya. “Ma, semalam…”
Axel belum selesai dengan kalimatnya, Widia memotongnya dengan cepat. “Jelaskan nanti, makan saja dulu,” ucapnya tanpa menatap Axel, wanita paruh baya itu lekas menyendok nasi untuk diberikan kepada anaknya.
Axel tak bergeming, ia tahu ibunya menyimpan banyak pertanyaan untuknya, ia tahu sudah membuat ibunya cemas semalam. Tapi Axel tak ingin ibunya tahu tentang pertengkaran dirinya dan ayahnya, ia hanya bisa diam menyimpan semua beban pikirannya sendiri.
Kiara ikut merasakan bagaimana perasaan Axel yang tertekan, pandangannya tak lepas dari pria tampan yang kini duduk terdiam di hadapannya.
Axel… jangan murung. batinnya ingin sekali berlari dan mendekap Axel dengan erat.
“Makan dan segera berangkat ke sekolah, mama akan meminta penjelasanmu nanti,” titah Widia dengan tegas.
“Iya, ma,” jawab Axel pelan, matanya terus melirik ibunya yang sejak tadi bersikap dingin padanya.
****
Axel dan Kiara pun berangkat ke sekolah.
Di perjalanan, Axel tampak berjalan sedikit memincang, Kiara memicingkan mata melihat gerak-gerik pria di depannya.
“Kamu terluka?” tanya Kiara sambil berlari kecil, mengekor di belakang Axel.
Axel menoleh ke arah gadis itu. “Kepleset dari kamar mandi,” sahutnya, masih terus melanjutkan langkahnya.
“Benarkah? Aku nggak tahu,” balas Kiara, matanya membulat sedikit kaget.
Axel tak merespon lagi, ia terus menyeret kakinya yang pincang. Perasaan kalut masih melekat pada dirinya, sebenarnya ia tak punya energi untuk bersekolah hari ini.
“Bukankah kamu harus latihan basket nanti? Wah, Dika pasti kewalahan kekurangan pemain, aku harus memberinya semangat nanti,” gumam Kiara, nada bicaranya terdengar antusias.
Mendengar nama Dika, Axel langsung menghentikan langkahnya. Kiara yang berjalan di belakangnya sambil menunduk tak menyadari, hingga gadis itu menabraknya tiba-tiba.
“Akh!” seru Kiara kaget, ia sontak mendongak menatap pria yang berdiri di hadapannya. “Kenapa berhenti tiba-tiba?”
Axel menghela napas panjang setelah menatap wajah gadis polos itu, tangannya terangkat lalu mendarat di bahunya. “Bantu aku jalan, kakiku sakit.”
Kiara mengangkat tinggi alisnya, tatapannya bingung, tapi langkahnya segera mengikuti langkah pria yang merangkulnya. “Apakah parah?”
“Heem, lumayan,” sahut Axel singkat, tapi suara beratnya terdengar meyakinkan.
“Kita nggak perlu ke dokter?” tanya Kiara, wajahnya tampak serius, mengkhawatirkan Axel.
Axel mengalihkan wajahnya, sudut bibirnya terangkat tipis, senyuman nyaris muncul di wajahnya. Tapi segera ia tepis lalu mengembalikan wajah datarnya, ia tampak senang melihat wajah polos Kiara mencemaskan dirinya.
****
Sampai di kelas Axel, beberapa mata tampak menatap tajam keduanya, bisikan dan gunjingan mulai terdengar pelan di telinga Kiara. Tapi ia tak menghiraukannya, gadis itu segera membantu Axel duduk di bangkunya.
“Apa masih sakit? Kamu butuh obat?” tanyanya, menatap Axel dengan wajah berbinar.
Axel hanya menggelengkan kepalanya.
“Oke, kalau butuh aku panggil aja nanti,” ucap Kiara, ia lalu berbalik hendak menuju kelasnya.
Axel dengan cepat meraih pergelangan tangannya, Kiara sontak menoleh. “Kenapa?”
Axel tertegun, pemuda itu terdiam sesaat. “Itu… nanti siang, antar aku ke kantin,” ujarnya, kelopak matanya berkedip cepat, jantungnya berdebar tak aturan setiap kali tangannya menyentuh Kiara.
“Oke, nanti aku kesini jam istirahat,” sahut Kiara.
Axel lalu melepaskan genggamannya, Kiara pun berbalik pergi menuju ke kelasnya. Di kursinya, pemuda itu masih merasa kaku, jari-jarinya mengepal, mengetuk pelan dadanya yang masih terus bergetar. Jantung sialan ini… batinnya memaki diri sendiri.
Tak lama, Dika masuk ke kelas. Pandangannya langsung menajam pada Axel yang duduk di bangku belakang. Wajahnya menegang, mengingat Kiara yang merangkul Axel tadi, jelas saja batinnya memanas.
“Sebenarnya apa yang kau rencanakan?” tanya Dika tanpa basa-basi, langsung di hadapan Axel.
Axel mengangkat wajahnya, menatap datar pria yang tiba-tiba melontarkan pertanyaan tak mendasar padanya. “Apa maksudmu?” balasnya tanpa ekspresi.
“Tentang Kiara, aku memintamu agar bersaing dengan sehat, tapi kau terus tak mengakui perasaanmu,” tegas Dika, suaranya tajam bersungguh-sungguh. “Kau terus menyangkalnya, tapi sekarang… kau bergerak dibelakangku?”
Axel berdiri dari kursinya, ia mencondongkan tubuhnya, kedua tangannya menekan meja. Matanya menajam menatap Dika.
“Aku tak melakukan apapun. Asal kau tahu, aku lebih dulu mengenalnya jauh sebelum dia mengenalmu. Apa yang kau lihat tadi, itu adalah kebiasaanku dan dia, kami terbiasa bersama,” bisiknya, suaranya pelan namun jelas bergema di telinga Dika.
Dika mengatupkan mulutnya dengan rapat, matanya tak lepas dari pria yang bertindak arogan di hadapannya. Tangannya mengepal di sisi tubuhnya.
Kedua pemuda itu beradu tatapan sengit di dalam kelas, suasana mendadak menegang sampai ruangan AC pun tak bisa mendinginkan dua hati yang memanas.
“Wait, wait bro!” seru Rafa yang datang tiba-tiba, ia segera mengambil langkah untuk jadi penengah. “Selow men, calm down,” ucapnya berusaha menenangkan kedua sahabatnya.
Dika mengalihkan pandangannya, lalu mendesah berat. Ia langsung berbalik dan duduk di kursinya.
“Ada apa dengan kalian? Hah?!” bentak Rafa berlagak sok dominan, padahal sebenarnya nyalinya ciut saat Axel menajamkan tatapan kepadanya.
Axel tak bergeming, ia hanya menatap datar Dika yang kini duduk membelakangi dirinya.
“Sorry, aku nggak bisa latihan hari ini, kakiku keseleo,” ucapnya kepada Rafa, sengaja mengeraskan suaranya agar sang kapten tim sekaligus ketua kelas, tak lain adalah Dika, mendengarnya.
Dika hanya menguping dari kursi depan, matanya melirik sekilas. “Kakinya keseleo? Berarti Kiara tadi… cuma membantunya?” gumamnya pelan, perasaannya mendadak berkecamuk. “Sial, aku sudah marah-marah gak jelas pada Axel.”
Dika duduk gelisah di kursinya, matanya mengerjap cepat. Salah paham, tapi dia terlalu malu untuk mengatakan maaf pada pria arogan yang ia marahi barusan.
...****************...
Bersambung...
Mohon Dukungannya Teman-teman Sekalian...
Jangan Lupa Like, Vote dan Coment! Untuk Menyemangati Penulis.
Salam Hangat Dari Author, 🥰🥰
🤣
ak pasti menunggunya thor
otakku baru bangun nih