Kisah perjalanan sepasang saudara kembar memiliki sifat yang berbeda, juga pewaris utama sebuah perusahaan besar dan rumah sakit ternama milik kedua orang tuanya dalam mencari cinta sejati yang mereka idamkan. Dilahirkan dari keluarga pebisnis dan sibuk tapi mereka tak merasakan yang namanya kekurangan kasih sayang.
Danial dan Deandra. Meski dilahirkan kembar, tapi keduanya memiliki sifat yang jauh berbeda. Danial yang memiliki sifat cuek dan dingin, sedangkan Deandra yang ceria dan humble.
Siapakah diantara dua saudara kembar itu yang lebih dulu mendapatkan cinta sejati mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caca99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18 Cumi Asam Pedas
Meldy hanya menghabiskan waktunya didalam kamar. Tak ada niat sedikitpun untuk melangkah keluar dari ruang privasi nya itu. Sampai saat Meldy merasakan cacing-cacing diperutnya memberontak ingin dikasih makan.
"Jam berapa sih, kok ini perut udah keroncongan aja." Gumam Meldy, memperhatikan jam yang ada di dinding kamarnya, ternyata sudah menunjukkan jam 7 malam. Karena keasikan membaca novelnya sampai sampai Meldy tak sadar kalau hari sudah berganti malam.
"Pantesan. Keluar nggak yah? Malas banget harus ketemu tuh cowok. Tapi lapeeer." Meldy memegangi perutnya.
"Udah ah, bodo lah dari pada mati kelaparan." Meldy memutuskan untuk keluar dari kamarnya.
Menuruni satu persatu anak tangga, Meldy mencium aroma wangi dari arah dapur. Disamperin nya, ternyata itu adalah mbak Siska yang sedang berkutat dengan alat-alat dapur.
"Mbak Siska."
"Eh, non Meldy. Pasti non Meldy lapar kan?."
"Hehehe, iya mbak. Ada makanan nggak mbak?." Tanya Meldy. Malu sih sebenarnya, tapi apa boleh buat. Perutnya sudah terlanjur lapar untuk sebuah kata malu.
"Ini saya lagi masak non. Tunggu sedikit lagi ya non."
"Mau Meldy bantuin nggak mbak?." Tanya Meldy, dari pada hanya melihat-lihat saja, mending ikut membantu.
"Non Meldy bisa masak?."
"Bisa mbak, dikit-dikit. Dulu aku sering bantuin bibi masak. Oh ya mbak Siska mau masak apa?." Tanya Meldy, sudah siap dengan celemek nya.
"Cumi asam pedas non, makanan kesukaan den Danial. Tadi katanya minta dimasakin itu." Jawab mbak Siska.
"Oooo." Meldy membulatkan bibir nya sambil mengangguk-angguk. "Dia mana mbak?."
"Kayaknya lagi dikamar tuh non."
"Dia sering nginap disini ya mbak?."
"Nggak juga sih non, palingan den Danial nginap dirumah ini weekend aja."
"Ngomong-ngomong mbak Siska umurnya berapa sih?."
"Dua puluh lima tahun non."
Meldy mendekatkan mulutnya ke telinga mbak Siska. "Kok mau sih kerja sama kanebo kering itu mbak?." Tanya Meldy berbisik.
"Non Meldy bisa aja, kalau den Danial dengar bisa marah loh non." Ucap mbak Siska tersenyum.
"Biarin aja, emang kenyataannya kok." Sambil ngobrol mereka tetap fokus dengan bahan-bahan masakan yang akan mereka buat.
"Dulu tuh sebenernya saya sama ibu saya asisten rumah tangga dirumah nya ibu Kanaya, tapi karena den Danial membeli rumah ini dan nggak ada yang menempati, jadi pak Edgar minta saya untuk kerja dirumah ini." Jawa mbak Siska.
"Jadi ibu nya mbak Siska masih kerja dirumah bunda Kanaya?." Tanya Meldy.
"Iya non masih."
"Hmmm." Meldy mengangguk paham. "Udah nih mbak cuminya, mau ditumis bumbunya?." Tanya Meldy, walaupun tau cara memasak cumi itu, Meldy tetap bertanya kepada mbak Siska. Anggap saja untuk mengakrabkan diri.
"Iya non."
Dengan telaten Meldy menumis bumbu yang sudah dihaluskan itu.
"Widiih, rajin amat lo." Danial duduk dimeja pantry yang ada didapur.
"Ya iyalah." Jawab Meldy sambil terus mengaduk-aduk bumbu didalam penggorengan, tanpa menoleh kearah Danial.
"Yakin tuh enak? Higienis nggak nggak? Gue nggak mau ya sakit perut habis makan masakan lo."
"Lo mau yang higienis? Tuang hand sanitizer aja sekalian biar bersih tuh sampai ke usus usus lo."
"Kalau jiwa sikopat udah mendarah daging ya gini, isi otaknya nggak jauh-jauh dari pembunuhan."
"Banyak ngomong loh, nih coba." Meldy menyuapkan sendok berisi cumi asam pedas buatannya kemulut Danial. "Enak kan?."
"Panas bod*h." Danial melepeh kembali, mulutnya terasa hampir melepuh. Meldy sengaja tidak meniup dulu sebelum memberikan untuk Danial.
"Itu balasan karena lo udah lancang masuk kamar gue."
Mbak Siska hanya bisa diam melihat perdebatan pasutri baru itu. Mbak Siska tau kok gimana Danial dan Meldy bisa menikah, jadi dia paham dengan interaksi keduanya yang tak cocok disebut pengantin baru. Ini lebih ke kucing dan tikus.
Kini keduanya sudah duduk dimeja makan, untuk menikmati hasil karya Meldy dan mbak Siska saat didapur tadi.
"Mbak Siska makan disini aja sama kita." Ucap Meldy.
"Nggak usah non, saya makanya dibelakang aja." Tolak mbak Siska.
"Nggak apa-apa kok mbak, ayo duduk."
"Nggak usah mbak, saya makannya nggak sekarang kok. Masih ada pekerjaan yang lain."
"Kalau orang nggak mau, jangan dipaksa." Saut Danial.
"Dasar." Meldy melirik sinis kearah Danial.
"Buruan makan tuh nasi lo, nanti kalau lo sakit malah gue yang dimarahin bunda."
"Ya biarin, itu tandanya lo sebagai suami nggak becus jaga istri."
"Istri kayak lo nggak perlu dijaga."
Meldy menyunggingkan bibir nya.
"Gimana enak kan masakan gue?." Tanya Meldy, melihat Danial sampai nambah dua kali.
"Biasa aja." Jawab Danial dengan mulut yang terisi dengan nasi.
"Biasa aja tapi nambah sampai dua kali, waras pak?."
"Karena gue lapar aja." Ngaku kalau masakan Meldy enak? Nggak ya, gengsi lah.
"Gue heran deh, kata orang lo itu cowok cool, jutek, cuek. Kayaknya mereka salah deh." Meldy bertopang dagu menatap kearah Danial.
"Siapa yang bilang?."
"Banyak, bahkan belum sehari gue disekolah. Cewek-cewek pada ceritain lo semua. Kayak nggak ada cowok lain aja tau nggak."
"Itu tandanya gue ganteng." Danial minum, mengusap bibirnya dengan tisu lalu kembali masuk kekamar. Perutnya sudah sangat kenyang. Kalau boleh jujur, masakan Meldy ini memang enak. "Jangan lupa lo bersihin tuh meja makan." Ucap Danial.
"Yeee, lo juga ikut makan ya. Cuci lah piring lo sendiri, emang gue pembantu lo." Danial tak mempedulikan ocehan Meldy, kasurnya lebih menarik dari pada suatu cempreng istri yang itu.
"Danial." Teriak Meldy. "Dasar ya tuh cowok."
Meldy menyelesaikan makan nya, lalu membereskan meja makan. Walaupun ada mbak Siska, tapi Meldy paham pasti mbak Siska sudah capek mengurus rumah seharian. Piring nya juga nggak banyak kok, jadi nggak masalah lah Meldy bantu cuci.
Setelah beres mencuci piring, Meldy juga masuk ke kamarnya. Mempelajari materi yang akan dibahas besok disekolah.
Tiba-tiba ponsel Meldy berdering, dilihat nama penelpon ternyata itu adalah ibu mertuanya.
"Assalamualaikum bun."
"Wa'alaikumsalam. Lagi apa kamu nak?."
"Lagi belajar bun."
"Yaah, bunda ganggu kamu ya?."
"Nggak kok bun."
"Danial mana sayang? Kok dia nggak angkat telpon bunda ya?."
"Dikamar bun."
"Dikamar? Jadi kamu belajarnya diluar?" Mampus, bunda Kanaya taunya mereka tidur dalam satu kamar yang sama.
"Ha, eeee itu bun. Kak Danial nya mau istirahat jadi Meldy nggak mau ganggu, makanya belajar diluar." Jawab Meldy berbohong.
"Oooh gitu. Ya udah kamu lanjut lagi aja belajar nya."
"Iya bun." Meldy menarik napas lega, hampir saja ketahuan kan.
Setelah panggilan itu diakhiri Meldy kembali fokus pada buku pelajarannya.
°°
Matahari belum menampakkan diri nya, tapi Meldy sudah terbangun. Karena sudah terbiasa bagi Meldy bangun sebelum azan subuh. Setelah shalat Meldy langsung kedapur, seperti kebiasaannya dirumah dulu.
Ternyata belum ada siap-siap, mungkin mbak Siska belum bangun. Meldy melihat isi kulkas, lalu mengambil beberapa bahan-bahan untuk membuat sarapan. Ini bukan hal baru lagi bagi Meldy.
"Mau kemana lo?." Meldy melihat Danial yang berjalan keluar rumah.
"Bukan urusan lo." Saut Danial. Dilihat dari baju yang dikenakannya sih sepertinya Danial mau lari pagi.
"Rajin juga tuh orang olahraga, pantes sih tubuh nya kayak gitu." Meldy kembali dengan aktivitas nya.
Selesai menyiapkan sarapan, Meldy masuk kedalam kamar untuk siap-siap berangkat sekolah, begitu juga dengan Danial yang sudah pulang selesai olahraga pagi.
"Lo berangkat sekolah sama gue atau sama siapa?." Tanya Danial.
"Di jemput Pijar, ya kali gue berangkat bareng lo. Yang ada habis gue dijambak sama fans lo yang sangat banyak itu."
"Ya udah."
"Lo disekolah nggak pernah ke kantin ya?." Tanya Meldy, ingat kemaren dia tak melihat Danial di kantin sekolah.
"Kenapa?."
"Nggak, gue cuma mau nanya doang. Soalnya kemaren gue cuma lihat teman-teman lo doang."
"Malas, mending gue tidur dikelas."
"Yeee, isi otak lo emang cuma tidur aja ya."
"Trus gue mau ngapain?."
"Tau, pikir aja sendiri."
"Aneh."
"Aneh-aneh gini istri lo ya."
"Mimpi buruk gue punya istri kayak lo."
"Mimpi buruk apa mimpi indaaah?. Jarang loh dapat istri secantik gue, bisa masak lagi." Meldy memuji dirinya sendiri.
"Pede amat lo. Udah lah, gila yang ada gue lama-lama sama lo." Danial menyandang tas nya lalu berangkat sekolah. Sedangkan Meldy akan menunggu dijemput Pijar.