NovelToon NovelToon
Kau Dan Aku Selamanya

Kau Dan Aku Selamanya

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Crazy Rich/Konglomerat / Pelakor / Cinta Seiring Waktu / Suami Tak Berguna
Popularitas:6.1k
Nilai: 5
Nama Author: Seraphine E

Hidup Audy runtuh ketika pengkhianatan dalam rumah tangganya terbongkar. Di tengah luka yang menganga, kariernya justru menuntutnya berdiri tegak memimpin proyek terbesar perusahaan. Saat semua terasa mustahil, hadir Dion—direktur dingin yang perlahan menaruh hati padanya, menjadi sandaran di balik badai. Dari reruntuhan hati dan tekanan ambisi, Audy menemukan dirinya kembali—bukan sekadar perempuan yang dikhianati, melainkan sosok yang tahu bagaimana melawan, dan berhak dicintai lagi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seraphine E, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14

Begitu pintu menutup setelah Dion keluar, suasana ruang kerja Audy terasa lengang. Heningnya menempel di dinding seperti bayangan yang enggan pergi. Belum sempat Audy menata napas, pintu kembali diketuk pelan. Yunita masuk dengan wajah cemas, langkahnya tergesa seakan baru saja berlari maraton 10 kilometer.

“Dy… kamu baik-baik aja kan?” suara Yunita bergetar, jelas-jelas menahan kekhawatiran.

Audy berusaha tersenyum, meski garis getir masih mengintai di sudut bibirnya. “Aku nggak papa, Yun. Makasih udah khawatir sama aku.”

“Ya ampun, Dy…” Yunita mendekat, berdiri tepat di hadapan sahabat sekaligus atasannya itu. “Jelas lah aku khawatir. Kalau kamu kenapa-kenapa tadi, gimana? Papa kamu tuh… nggak waras! Bisa-bisanya mau mukul anaknya sendiri.”

Kata-kata itu membuat dada Audy terasa sesak. Senyum getirnya semakin dalam, karena terlalu sering menelan kepahitan dalam hidupnya. Dia menarik napas panjang, pandangannya menerawang ke arah jendela, menatap lalu lintas Jakarta yang sibuk seolah bisa melarikan diri dari ingatan yang menggores.

Dulu, Budiman, sang ayah, adalah pahlawan dimatanya. Superhero dalam hidup kecilnya. Laki-laki yang selalu membopongnya di bahu, yang suaranya jadi lantunan pengantar tidur, yang langkahnya gagah setiap kali menjemput di sekolah. Audy kecil pernah percaya, dunia akan runtuh sekalipun, sang ayah takkan pernah melepaskan tangannya.

Namun kenyataan mengkhianati keyakinan itu. Semuanya hancur begitu Audy tahu bahwa lelaki yang dipanggilnya “papa” ternyata justru menjalin hubungan terlarang dengan Retno—wanita yang saat itu bahkan masih akrab dengan ibunya. Mengkhianati ikatan suci pernikahan mereka, bahkan sejak Audy berumur 2 tahun, hingga perselingkuhan itu menghasilkan seorang anak yang bernama Jenny.

Perceraian menjadi tak terhindarkan. Kirana, sang ibu, berusaha tetap tegar, dari uang hasil pembagian harta gono gini, dia membeli rumah baru yang cukup besar untuknya tinggal bersama Audy yang saat itu masih menjadi siswa kelas 3 SMP.

Tapi justru di rumah itulah semangat Kirana perlahan meredup, seperti api kecil yang kehabisan udara. Hingga suatu hari, cahaya itu benar-benar padam, meninggalkan Audy sendirian. Saat itu Audy baru saja diterima sebagai mahasiswa baru di kampusnya. 7 tahun ibunya sakit sendirian, bukan cuma sekali Audy mendapati ibunya menangis diam-diam dikamarnya, berpura-pura semua baik-baik saja, padahal jiwanya sudah menghilang entah kemana. Hanya raganya yang masih berusaha bertahan.

Kehilangan demi kehilangan menumpuk jadi satu, dan luka atas pengkhianatan sang ayah yang belum sempat sembuh justru ditambah dengan luka serupa, luka yang diberikan oleh lelaki yang dia percayai—suaminya sendiri.

Audy menunduk, jemarinya menggenggam rapat meja, seakan mencoba menahan seluruh dunia yang ingin runtuh. Suaranya keluar lirih, hampir seperti bisikan. “Apa aku nggak boleh bahagia ya, Yun?”

“Hush…” Yunita buru-buru mendekapnya, merengkuh bahu sahabatnya itu dengan hangat. “Jangan pernah ngomong gitu. Semua orang berhak bahagia. Termasuk kamu. Justru kamu lebih pantas daripada siapapun.”

Audy terdiam, membiarkan dirinya tenggelam dalam pelukan singkat itu. Tak ada yang benar-benar bisa menyembuhkan lukanya, tapi setidaknya pelukan itu menjadi pengingat bahwa dia juga memiliki seseorang yang peduli padanya. Bahwa dia tidak sepenuhnya sendirian di dunia ini.

Air mata yang sejak tadi bersembunyi di balik matanya, akhirnya jatuh menetes. Bukan karena lemah, tapi karena ia akhirnya membiarkan dirinya merasa lega, meski hanya sekejap.

***

Mengendarai mobil taksi online yang ber-AC. Budiman duduk di kursi belakang dengan wajah muram, sementara Retno di sampingnya tak henti-hentinya berdecak kesal.

“Bagaimana ini, Pak?” suara Retno meninggi, nadanya penuh kegelisahan. “Kalau hutang bank nggak dibayar, rumah kita bisa disita! Kamu ngerti nggak? Disita!”

Budiman menoleh dengan mata merah, amarahnya ditahan tapi sudah di ujung tanduk. “Aku ngerti! Tapi kamu jangan pikir aku diam aja.  Aku juga pusing, Ret!”

Namun Retno tidak berhenti. Dia menepuk paha dengan gerakan frustrasi. “Ini semua gara-gara Bapak sih! Kalau tadi bapak bisa ngomong baik-baik sama Audy, nggak keburu emosi, mungkin aja dia luluh. Anak itu kan sebenarnya masih berharap kamu nerima dia. Tapi Bapak malah marah-marah. Ya jelas aja dia nggak mau bantu!”

Budiman mendengus, wajahnya memerah menahan gengsi. “Loh, kok jadi bapak yang disalahin? Ibu pikir gampang ngehadapin dia? Audy tuh sudah keras kepala dari dulu, masa ibu masih nggak paham juga sih"

Retno melotot. “Ya udah, sekarang gimana kita bisa bayar utang, Pak! Utang kita jumlahnya udah ratusan juta! Kalau sampai rumah kita hilang, kita mau tinggal di mana? Di jalanan?”

Suasana di kursi belakang semakin panas, seakan udara dingin dari AC tidak lagi mampu menyejukkan.

Budiman akhirnya membalas dengan suara keras, urat di lehernya menegang. “Kalau mau nyalahin, kamu juga harus intropeksi, Ret! Hutang ini kan juga gara-gara kebiasaan kamu belanja nggak jelas! Tas lah, perhiasan lah, baju branded lah. Duit habis buat gaya hidupmu yang nggak ada habisnya itu! Sekarang pas sudah nyampe di jurang, kamu malah nyalahin semuanya ke aku!”

Retno terdiam sejenak, tapi bukan karena kalah. Matanya berkilat marah, bibirnya bergetar menahan kata-kata yang bahkan lebih tajam. “Kok malah jadi aku yang salah? Bapak pikir aku belanja buat siapa? Buat gaya-gayaan? Aku belanja biar kita kelihatan cantik, dan berkelas! Emang Bapak pikir jadi sosialita tuh gampang, Aku lakuin ini semua juga buat nutupin kekuranganmu!"

"Kalau tahu hidupku jadi begini, menyesal aku nikah sama kamu Pak" ketus Retno.

Budiman terhenyak, wajahnya memucat. Kata-kata itu lebih terdengar seperti sebuah hinaan di telinganya.

Sementara itu, supir taksi online yang sejak tadi menjadi saksi pertengkaran itu hanya bisa menggeleng, bibirnya tersungging senyum masam. Dari kaca spion dia sempat melirik, melihat dua penumpang yang sibuk saling menyalahkan, tanpa ada yang mau mengalah.

“Ya Allah, semoga cepet sampe…” batinnya lirih. Dia menekan pedal gas sedikit lebih dalam, berharap perjalanan singkat itu segera berakhir, membebaskannya dari drama keluarga yang berisik dan menyebalkan.

Di kursi belakang, pertengkaran belum juga usai. Mobil melaju kencang menembus jalanan siang itu, sementara dua orang di dalamnya sama sekali tak sadar bahwa kehancuran mereka sudah didepan mata.

...***...

Mobil taksi online itu berhenti di depan rumah besar bercat krem yang dari luar tampak megah, tetapi bila diperhatikan lebih dekat, pagar besinya mulai berkarat dan cat dinding sudah banyak terkelupas. Budiman dan Retno buru-buru turun, namun suara batuk kecil sang driver menghentikan langkah mereka.

“Maaf, Bu… Pak… ini tagihannya enam puluh lima ribu. Ibu baru kasih saya lima puluh lima ribu.” Suaranya sopan, tapi tegas.

Retno langsung mendengus, tangannya yang masih menggenggam tas bermerek ia letakkan di pinggang. “Ah, masa sih? Kan jaraknya deket gini, biasanya juga lima puluh ribu udah cukup. Kasih diskon lah, Mas.”

Driver itu tersenyum kaku. “Maaf, Bu. Tarif sudah otomatis dari aplikasinya. Saya nggak bisa ubah.”

Nada Retno meninggi, matanya melotot. “Yaelah, ribut banget cuma gara-gara sepuluh ribu! Segitu doang aja perhitungan.”

Budiman menghela napas, sudah lelah dengan pertengkaran sejak tadi. “Udahlah, Ret… bayar aja.”

Tapi Retno malah semakin nyolot. Dia mengeluarkan selembar uang sepuluh ribu, lalu melemparkan ke arah kursi depan dengan gerakan kasar, hingga uang itu terjatuh di pangkuan driver. “Nih! Ambil aja! Dasar orang miskin!”

Sejenak, suasana hening. Mata sang driver menatap Retno melalui kaca spion, sorotnya tajam namun tetap menahan diri. Dia mengambil uang itu perlahan, lalu tersenyum tipis dengan nada getir.

“Terima kasih bu. Tapi biarpun mungkin saya miskin dimata ibu, saya masih punya rumah. Rumah kecil yang meskipun sederhana, nggak bakal disita bank cuma karena saya nggak bisa bayar hutang.”

Kata-kata itu membuat wajah Budiman menegang dan Retno tercekat karena malu. Sebelum ada yang bisa membalas, driver itu sudah melajukan mobilnya pergi, meninggalkan debu tipis di jalanan.

Retno mendengus keras, berusaha menutupi rasa malunya. “Kurang ajar sopir itu. Biar aku kasih bintang 1 nanti.”

"Gimana bisa, kan bukan kita yang pesen. Tapi satpam di kantornya Audy" kata Budiman

Retno hanya diam, menatap pintu pagar rumah yang terasa semakin berat untuk dibuka.

Begitu mereka masuk, aroma lembab langsung menyeruak. Rumah besar itu kini tak lagi berkilau. Karpet lusuh, sofa dengan busa mengintip dari sobekannya, dan meja kaca penuh tumpukan tagihan. Dari dapur terdengar suara tetesan keran yang belum juga diperbaiki.

Kemewahan yang dulu mereka rasakan, kini menjadi serpihan tak berarti, hanya citra luar mereka saja yang masih tersisa sebagai keluarga kaya.

Retno melempar tasnya ke sofa dengan kasar. “Aku capek banget. Kepalaku pusing mikirin utang.”

Budiman duduk dengan wajah suram, menatap kosong tumpukan amplop tagihan. Belum sempat dia bicara, suara tumit sepatu bergemeretak dari arah pintu masuk.

Jenny muncul, berdiri anggun dengan gaun ketat dan wajah penuh riasan, sorot matanya tampak kesal. Sementara di tangannya menenteng tas branded terbaru tapi palsu.

“Mama… Papa,” sapanya, dengan nada manja yang dipaksakan. “Aku capek banget ngadepin pemilik apartemen. Dia bilang kalau tunggakan sewa nggak segera dibayar minggu ini, aku bakal diusir. Kalian kan janji bakal urusin sewa apartemen aku. Mana uangnya?”

Budiman terhenyak. Retno langsung panik, berusaha menenangkan Jenny. “Iya, iya, Nak… Mama tahu. Nanti Mama cari cara. Tapi sabar dulu ya.”

Jenny melipat tangan di dada, wajahnya penuh tuntutan. “Aku nggak bisa sabar terus, Ma. Apartemen itu satu-satunya tempat aku bisa hidup tenang. Kalau aku diusir, kalian mau aku tinggal di mana? Di rumah reyot ini?” katanya sinis sambil melirik sekeliling ruang tamu yang berantakan.

Budiman menunduk, genggaman tangannya gemetar. Kata-kata sopir tadi berputar di kepalanya, kini bercampur dengan kenyataan pahit di depan mata. Rumah tangga yang dulu dia banggakan kini hanya tinggal topeng retak.

"Pokoknya aku mau uangnya udah ditransfer besok ke rekening aku, aku harus jaga image aku sebagai selebgram old money" kata Jenny lagi.

"Emang kamu nggak ada uang sama sekali Jen?, kan endorse banyak" tanya Retno.

"Duh ma, uang hasil endorse ya udah aku pakai buat keperluan pribadi aku dong. Lagian berapa sih hasil duit endorse tuh, nggak cukup juga mah. Apalagi sekarang sepi begini" kilah Jenny.

Retno terdiam, wajahnya lesu. Bingung harus mendapatkan uang darimana untuk membayar semuanya.

...****...

1
Syiffa Fadhilah
dion harus lebih bejuang lagi untuk meyakinkan audy, karena trauma pernikahan yang berakhir perceraian itu sangat menyakitkan.
Widya Herida
lanjutkan thor ceritannya bagus
Widya Herida
lanjutkan thor
Sumarni Ukkas
bagus ceritanya
Endang Supriati
mantap
Endang Supriati
engga bisa rumah atas nama mamanya audi.
Endang Supriati
masa org penting tdk dpt mobil bodoh banget audy,hrsnya waktu dipanggil lagi nego mau byr berapa gajinya. nah buka deh hrg. kebanyakan profesional ya begitu perusahaan butuh banget. td nya di gaji 15 juta minta 50 juta,bonus tshunanan 3 x gaji,mobil dst. ini goblog amat. naik taxi kwkwkwkwkkk
Endang Supriati
audy termasuk staff ahli,dikantor saya bisa bergaji 50 juta dpt inventaris mobil,bbm,tol,supir,by perbaikan mobil di tanggung perusahaan.bisa ngeclaim entertaiment,
Endang Supriati
nah itu perempuan cerdas,sy pun begitu proyek2 sy yg kerjakan laporan 60 % sy laporkan sisanya disimpan utk finslnya.jd kpu ada yg ngaku2 kerjja dia,msmpus lah.
Syiffa Fadhilah
good job audy
Syiffa Fadhilah
sukur emang enak,, menghasilkan uang kaga foya2 iya selingkuh lagi dasar kadal
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!