NovelToon NovelToon
Dibayar Oleh CEO Kejam

Dibayar Oleh CEO Kejam

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO
Popularitas:389
Nilai: 5
Nama Author: Sansus

CERITA UNTUK ***++
Velove, perempuan muda yang memiliki kelainan pada tubuhnya yang dimana dia bisa mengeluarkan ASl. Awalnya dia tidak ingin memberitahu hal ini pada siapapun, tapi ternyata Dimas yang tidak lain adalah atasannya di kantor mengetahuinya.
Atasannya itu memberikan tawaran yang menarik untuk Velove asalkan perempuan itu mau menuruti keinginan Dimas. Velove yang sedang membutuhkan biaya untuk pengobatan sang Ibu di kampung akhirnya menerima penawaran dari sang atasan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sansus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 4

Sesuai dengan permintaan Dimas agar Velove menemaninya makan siang, di sini lah mereka sekarang. Keduanya tengah berada di sebuah restoran khas Itali, yang tempatnya terletak tidak terlalu jauh dari kantor.

Perempuan itu hanya memesan segelas minuman saja karena memang dia masih merasa kenyang, sedangkan Dimas yang ada di depannya tengah serius menyantap pasta yang lelaki itu pesan tadi.

Suasana diantara mereka berdua dipenuhi dengan keheningan, biasanya kalau di jam-jam makan siang seperti ini makan siang Velove akan sangat berisik karena bergosip dengan teman-teman kantornya. Tapi siang ini tentu dia tidak bisa melakukan itu karena dihadapannya saat ini adalah atasan yang resenya.

"Jadi 2 hari lagi kamu bakalan izin datang terlambat lagi?" Tanya Dimas disela-sela kegiatan makannya.

Pertanyaan itu memecah keheningan yang dari tadi menyelimuti mereka berdua. Velove yang dari tadi terus menunduk lantas mulai mendongakan kepalanya menatap sang atasan yang kini tengah menatap ke arahnya juga.

"Kayaknya saya nggak bakalan izin buat dateng terlambat lagi Pak, paling nanti di jam makan siang saya bakalan ke rumah sakit buat ambil hasil tesnya." Jelas perempuan itu.

"Kalau begitu biar nanti saya temani." Dimas menanggapinya dengan wajah datarnya itu.

"Ya?" Perempuan itu mengerjapkan matanya bingung, masih belum menangkap maksud dari sang atasan. "Maksudnya gimana, Pak?" Tanya Velove yang penuh dengan kebingungan.

"Saya temani kamu ke rumah sakit." Kali ini kalimat dari Dimas jauh lebih mudah dimengerti dari pada yang sebelumnya.

"Oh... nggak apa-apa, nggak usah Pak, nanti biar cepet saya baik ojek online aja." Tolak perempuan itu.

"Jadi maksud kamu kalo sama saya jadi lama gitu?" Lelaki itu menatap ke arah sang sekretaris.

Oh, ayolah! Bukan itu yang Velove maksud, lagipula kenapa atasannya itu mendadak jadi baik seperti ini padanya.

"B—bukan, bukan gitu maksud saya Pak. Maksudnya... takutnya nanti macet, biar saya naik ojek online aja." Perempuan itu menjelaskan dengan gugup.

"Ya sudah."

Huh, Velove menghela napas lega. Kalau sampai Dimas memaksa untuk mengantarnya nanti, lelaki itu pasti akan banyak bertanya dan Velove tidak ingin atasannya itu mengetahui apa yang terjadi pada tubuhnya, lebih tepatnya pada bongkahan kembar di dadanya.

Selesai dengan kegiatan makan siangnya, lelaki itu segera membayar pesanan mereka. Sebenarnya makan siang bersama Dimas ada untungnya untuk Velove, karena perempuan itu tidak harus repot-repot keluar uang, hanya saja suasana menegangkan saat makannya itulah yang membuat perempuan itu malas.

Begitu Dimas selesai membayarnya, mereka berdua segera beranjak keluar dari dalam restoran itu. Dimas yang berjalan duluan, diikutin oleh Velove yang berada di belakangnya.

"Awss!!" Perempuan itu meringis cukup keras dan tangannya refleks menangkup kedua bongkahan kembarnya yang terasa sakit.

Ini semua disebabkan oleh Dimas yang berhenti mendadak di depannya, membuat Velove tidak memiliki persiapan apapun menabrak punggung kokoh lelaki itu dan rasa nyeri di dadanya langsung terasa.

Dimas lantas menoleh ke belakang ketika merasakan punggungnya bertabrakan dengan sesuatu yang empuk, yang lelaki itu yakini bongkahan kembar sekertarisnya.

Lelaki itu menatap bingung Velove yang terlihat kesakitan sambil menangkup kedua bongkahan kembarnya yang besar dengan alis yang mengeryit, keadaan perempuan itu saat ini membuat Dimas salah fokus.

Dengan cepat lelaki itu mengelengkan kepalanya untuk mengusir pikiran kotornya. "Kamu kenapa?"

"O—oh nggak kenapa-kenapa Pak, tadi cuma kaget aja Bapak berhenti tiba-tiba." Ucap Velove dengan gugup seraya menurunkan kedua tangannya yang tadi menangkup kedua bongkahan kembarnya agar Dimas tidak curiga.

Tentu saja Dimas tidak akan langsung percaya dengan apa yang dikatakan oleh sekertarisnya, apalagi saat dia masih bisa melihat raut kesakitan di wajah perempuan itu. "Yakin?"

"Iya Pak, saya nggak kenapa-kenapa. Bapak berhenti mau ngapain?" Velove mengalihkan topik tersebut dengan bertanya tentang alasan kenapa atasannya itu berhenti secara mendadak di depannya.

"Oh ya, nanti malam kamu ikut saya ke acara pernikahan teman saya." Jawab lelaki itu.

"Ya Pak?" Perempuan itu sontak terkejut, dirinya sedang tidak ingin pergi kemana-mana. Dia ingin istirahat setelah pulang kerja nanti karena kondisi tubuhnya yang tidak sepenuhnya fit.

"Apa perkataan saya kurang jelas?"

Mendengar pertanyaan itu, lantas membuat Velove segera mengangguk-anggukan kepalanya beberapa kali. "Jelas Pak... nanti malam jam berapa?"

"Jam tujuh saya tunggu kamu di depan gang kostan kamu." Balas Dimas seraya kembali membawa langkah kakinya menuju mobil hitam yang terparkir.

Sang sekretaris juga kini kembali mengikuti langkah sang atasan yang ada di depannya. "Baik Pak."

Velove hanya bisa menuruti perintah dari lelaki itu. Selama di dalam mobil yang melaju menuju kantor mereka, perempuan itu terus berpikir bagaimana caranya agar nanti malam ASl nya tidak keluar dan membasahi dress yang dia pakai.

Perempuan itu kemudian membuka layar ponselnya, untuk mencari tahu cara agar ASl nya bisa berhenti keluar, keadaan ini benar-benar membuat dirinya tidak nyaman. Bahkan saat tadi dia ke kamar mandi pun, kemejanya sudah kembali basah, untuk saja hari ini dia memakai blazer sehingga bisa menutupi kemejanya yang basah itu.

Pompa ASl, itu yang pertama muncul ketika dia mencari cara agar ASl nya tidak terus keluar di layar ponselnya. Tapi, tanpa Velove sadari saat dia tengah melihat-lihat gambar pompa ASl itu, Dimas yang berada di kursi pengemudinya juga melihat hal tersebut dengan tatapan bingung.

Lelaki itu bingung kenapa sekertarisnya melihat-lihat hal seperti itu? Dimas bukan orang bodoh yang tidak tahu fungsi alat tersebut, apalagi sebelumnya dia pernah melihat alat itu di rumah Kakaknya yang sudah memiliki anak. Setahunya Velove itu lajang, tidak mungkin perempuan itu membutuhkan alat itu.

Mata lelaki itu langsung teralih kembali fokus ke jalanan saat Velove kembali memasukan ponsel miliknya ke dalam tas dan tidak lama dari itu mobil yang dia kendarai sudah masuk ke dalam area kantor.

***

"Vel, pulang sama siapa?" Tanya Dewa memecah keheningan yang ada di sana.

Kini Velove sedang berada di dalam lift bersama dengan Dewa, Naomi, Gino dan beberapa karyawan lainnya yang hendak turun ke lobby utama karena ini sudah jam pulang kantor.

"Naik ojek online sih palingan, Mas." Perempuan itu membalas dengan sejujurnya.

"Bareng sama gua aja." Ajak lelaki itu.

"Aku naik ojek online aja, soalnya nanti mau ke tempat lain dulu." Tolak perempuan itu dengan hati-hati agar Jonathan tidak merasa sakit hati.

"Gapapa nanti gua anterin."

"Nggak usah, Mas." Velove kembali menolaknya.

"Kasian amat lo Dew ditolak Velove." Gino menyambar.

Velova lantas menatap Gino dengan tatapan yang tajam, membuat lelaki itu mengangkat jari tengah dan telunjuknya sebagai tanda perdamaian diantara mereka berdua.

Mereka berempat berpisah di depan lobby, Velove langsung memesan ojek online dengan tujuan ke toko perlengkapan bayi terdekat, dia harus membeli pompa ASl agar nanti malam dia bisa memakai dress dengan tenang.

***

"Huft! Capek banget." Keluh perempuan itu sambil merebahkan dirinya di atas ranjang setelah meletakan dengan asal tas miliknya dan sebuah paperbag yang berisi pompa ASl yang dia beli tadi.

"Pak Dimas ngapain juga sih pake ajak-ajak aku segala ke kondangan, kayak nggak punya temen aja." Gerutunya dengan mata yang terpejam.

Sebenarnya Dimas memang di beberapa kesempatan sering mengajaknya untuk ke acara pernikahan, entah itu pernikahan kolega bisnisnya ataupun pernikahan temannya, kalau kolega bisnis sih Velove mau-mau saja karena itu hanya sekedar formalitas, tapi kalau ke pernikahan teman lelaki itu membuat Velove sedikit malas karena pasti dia akan ditanya-tanya oleh teman Dimas.

Setelah dirasa cukup untuk merehatkan diri sejenak, Velove kembali beranjak dari atas ranjangnya, perempuan itu meraih paperbag yang berisi pompa ASl yang dia beli dan juga mengambil ponsel miliknya yang ada di dalam tas.

"Ini cara gunainnya gimana ya?" Velove bertanya pada dirinya sendiri sambil memperhatikan benda di tangannya itu.

"Coba lihat di internet aja deh." Gumam Velove seraya menyalakan ponsel miliknya yang tadi dia ambil dari dalam tas.

Perempuan itu kemudian menggulir layar ponselnya untuk menemukan tutorial atau cara menggunakan pompa ASl. Setelah meneliti dengan seksama, Velove lalu membuka blazer serta kemeja yang dia pakai, tidak lupa juga bra-nya yang sekarang sudah basah.

Sesuai dengan arahan yang ada di ponsel, dengan perlahan perempuan itu mulai mempraktekannya. Sambil menahan perasaan aneh dan rasa nyeri di ujung bongkahan kembarnya, cairan putih itu akhirnya mulai keluar dengan perlahan dan mengisi gelas penampung yang ada di alat itu.

ASl yang keluar sangat banyak, tidak butuh waktu lama untuk Velove membuat gelas pada alat itu penuh, gelas penampung sudah penuh tapi ASl-nya baru dia ambil dari sebelah bongkahan kembarnya saja, masih ada satu lagi yang belum dia pompa.

Masih dengan alat pompa yang menempel pada salah satu bongkahan kembarnya, perempuan itu beranjak untuk mengambil tempat lain untuk memindahkan ASl-nya yang sudah penuh dan Velove melepas alat itu dari bongkahannya, lalu dia mengecek apakah masih ada cairan yanh keluar atau tidak, untungnya sudah tidak ada.

Kemudian perempuan itu memindahkan alat pompa ASl itu ke bongkahannya yang lain yang belum dia pompa, rasanya masih sama, hanya saja kini Velove sudah bisa membiasakan diri dengan alat itu, tidak seperti saat pertama kali.

***

"Kamu masih di mana? Saya udah di depan." Suara itu berasal dari Dimas yang berada di seberang telepon.

Velove lantas mempercepat langkahnya ketima mendengar suara atasannya dari balik telepon. "Ini saya lagi jalan ke depan Pak, sebentar ya."

"Jangan lama-lama, saya gak suka nunggu." Lelaki itu langsung menutup panggilannya secara sepihak setelah melontarkan kata-kata itu.

Velove segera memasukan kembali ponselnya ke dalam tas kecil yang dia bawa dan perempuan itu mempercepat langkah kakinya walaupun sedikit sulit karena dia sedang memakai sepatu hak tinggi saat ini.

Malam ini Velove memilih untuk memakai dress biru muda yang panjangnya hanya selutut, dia memakai dress ini karena memang bahan yang dipakai dress ini tidak akan kentara jika terkena air, ini sebagai antisipasi jika ASl-nya kembali keluar walaupun tadi sudah dia pompa.

Begitu sampai di pinggi jalan raya dan melihat mobil hitam yang sudah sangat perempuan itu kenali, Velove segera masuk ke dalam mobil itu yang langsung disambut dengan suasana dingin di dalamnya.

"Maaf ya Pak udah bikin nunggu." Ucapan perempuan itu dengan tidak enak seraya memasang sabuk pengaman di tubuhnya.

Lelaki di sampingnya itu hanya berdehem kecil sebelum kemudian menjalankan kuda besi miliknya itu untuk membelah jalanan yang ramai.

"Ini nggak ada dress code nya kan, Pak? Saya takut saya kostum." Ujar Velove memecah keheningan antara keduanya.

"Tidak ada, kalaupun ada saya pasti sudah memberitahu kamu." Dimas menjawabnya dengan suara dingin seperti biasa dan lelaki itu tidak melirik sedikitpun pada sang sekertaris.

"O—oh, oke Pak." Perempuan itu tersenyum tanpa dosa di kursinya berharap bisa mengusir kecanggungan yang melingkupi.

Velove sudah dua tahun lamanya menjabat sebagai sekertaris lelaki itu, tapi entah kenapa keduanya masih begitu merasa canggung. Padahal, Velove sudah sesering mungkin mencoba untuk memulai pembicaraan di luar pekerjaan, tapi respon yang diberikan oleh lelaki itu tetap sama.

Mungkin memang Dimas bukan orang yang tidak suka berbasa-basi, entah itu pada siapapun dan Velove sebisa mungkin membiasakan diri dengan sifat atasannya itu, meskipun beberapa kali dia terjebak dalam situasi canggung seperti ini.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!