Ratu Ani Saraswani yang dihidupkan kembali dari kematian telah menjadi "manusia abadi" dan dianugerahi gelar Ratu Sejagad Bintang oleh guru ayahnya.
Aninda Serunai, mantan Ratu Kerajaan Siluman yang dilenyapkan kesaktiannya oleh Prabu Dira yang merupakan kakaknya sendiri, kini menyandang gelar Ratu Abadi setelah Pendekar Tanpa Nyawa mengangkatnya menjadi murid.
Baik Ratu Sejagad Bintang dan Ratu Abadi memendam dendam kesumat terhadap Prabu Dira. Namun, sasaran pertama dari dendam mereka adalah Ratu Yuo Kai yang menguasai tahta Kerajaan Pasir Langit. Ratu Yuo Kai adalah istri pertama Prabu Dira.
Apa yang akan terjadi jika ketiga ratu sakti itu bertemu? Jawabannya hanya ada di novel Sanggana ke-9 ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rudi Hendrik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
3. Mendadak Sakti
Akhirnya, Indah yang berinisiatif memunguti para anak panah yang melayang diam di udara. Sementara itu, Puyul hanya duduk di posisi kusir dengan wajah mengerenyit. Dia malu karena dipandangi celananya oleh sang majikan dan ditertawakan pula oleh Suoto, Marno dan Ampila.
Indah sampai pergi ke kereta kuda majikannya untuk memetiki anak panah itu.
Komandan Ulung Gabah dan pasukannya hanya diam dengan jiwa diselimuti ketegangan. Saking larutnya dalam ketegangan, Ulung Gabah lupa untuk memberi perintah kepada pasukannya. Mereka hanya menyaksikan Kentang Kebo pamer kesaktian dengan cara menghentikan lesatan anak panah. Mereka juga terbius oleh aksi Indah yang sejak berpenampilan mewah dan berdandan menor semakin indah di mata kaum batangan.
“Ditaruh di mana, Gusti Pendekar?” tanya Indah yang kedua tangannya memeluk belasan batang anak panah yang dia petik semua.
“Lemparkan kepada para prajurit panah itu!” perintah Kentang Kebo.
Terbeliak sepasang mata Indah, membuat Suoto ingin rasanya jatuh cinta lagi. Indah sangat mengerti kalimat perintah yang dia dengar. Namun, di dalam kepalanya timbul pertanyaan. Bagaimana caranya melempar belasan anak panah itu kepada para prajurit yang posisinya berderet menyamping? Jarak pun tidak memungkinkan panah akan sampai kepada para prajurit di sela-sela pohoh tebu.
Sebenarnya Indah bingung praktiknya.
“Panah lagi!” teriak Ulung Gabah yang akhirnya tersadar setelah dia mendengar perintah Kentang Kebo kepada Indah.
Para prajurit panah yang awalnya terpaku tegang melihat kejadian di depan mata mereka itu, segera bergerak ambil anak panah di punggung mereka dan memasangnya di busur yang masih terangkat.
Mendengar perintah pemimpin pasukan musuh, Indah jadi panik dan segera berbalik sambil melempar semua anak panah secara sembarangan, yang penting judulnya “melempar”.
Set set set…!
Belasan anak panah yang dihamburkan ke udara itu tiba-tiba melesat sangat cepat secara tararah, mendahului pelepasan panah para prajurit.
Tsuk tsuk tsuk…!
“Akk! Akh! Akk…!” jerit para prajurit panah ketika tubuh mereka lebih dulu ditusuki oleh anak panah yang dilesatkan oleh kesaktian Kentang Kebo. Anak panah yang belum sempat lepas dari senar, terlepas jatuh bersama busurnya yang disusul jatuhnya tubuh mereka tanpa nyawa. Tidak ada istilah hanya menderita luka, semua prajurit panah itu tewas.
Indah berdiri terpaku dengan tubuh dan perasaan yang gemetar menyaksikan kematian belasan prajurit tersebut.
Terkejut Komandan Ulung Gabah dan pasukannya di depan sana. Kejadian itu seketika membuat mereka kian tegang dan berdebar-debar. Ada rasa gentar yang muncul melanda diri mereka. Namun tiba-tiba….
“Baris pertama, serang!” teriak Ulung Gabah mengejutkan pasukannya. Dia tidak mau memahami perasaan pasukannya yang justru dilanda kegentaran.
“Seraaang!” teriak para prajurit di barisan depan ramai-ramai sambil berlari maju. Mau tidak mau mereka harus melaksanakan perintah, meski mereka tahu risikonya adalah sama bahayanya jika selingkuh dengan istri junjungan.
Dengan tombak siap menusuk dan tameng siap menangkis, sekitar tiga puluh prajurit maju serentak dalam formasi dua baris yang berjarak, menuju ke posisi kereta kuda dan pedati kuda.
“Uwaaak…!” teriak Suoto kencang dan panjang karena dia terkejut, ketika tiba-tiba tubuhnya terlempar kencang mengudara ke depan tanpa dia kehendaki, tetapi dikehendaki oleh Kentang Kebo yang menggunakan kesaktiannya.
“Jiaaakk…!”
Belum lagi Suoto sampai ke tujuan, kejap berikutnya giliran tubuh Marno yang terbang melesat ke depan tanpa dia kehendaki, tetapi dikehendaki oleh Kentang Kebo.
“Kakang Suotooo!” pekik Ampila terkejut melihat suaminya melesat terbang menyongsong serbuan puluhan prajurit.
Suoto dan Marno dilempar oleh Kentang Kebo menyongsong kedatangan puluhan prajurit yang mendekat ke arah kereta kuda. Para prajurit yang juga terkejut sigap menusukkan mata-mata tombaknya menyambut kedatangan dua tubuh musuh.
Meski kejadiannya cepat, tetapi semua bisa melihat dengan jelas ketika beberapa tombak prajurit menyambut tubuh Suoto dan Marno. Puyul, Indah dan Ampila mengerenyit tanpa sakit menyaksikan tubuh Suoto dan Marno ditusuk sejumlah tombak.
Bruakr!
Namun, tubuh Suoto dan Marno yang diduga kuat akan menjadi sate manusia, menjadi sekeras baja. Mata-mata tombak prajurit nyatanya tidak mampu melukai kulit Suoto dan Marno yang seumpama sesosok batu besar.
Sejumlah prajurit yang dihantam oleh Suoto dan Marno jadi berpentalan seperti pion catur yang digebrak oleh Bambang Tamvan.
Melihat sepertiga dari rekannya berpentalan tidak karuan, pasukan yang menyerang itu jadi berhenti sebelum sampai kepada target. Perhatian mereka difokuskan kepada Suoto dan Marno yang jatuh bergulingan di tanah, senasib dengan para prajurit yang terpental.
Tanpa dikomando, para prajurit yang luput dari hantaman segera menombaki tubuh Suoto dan Marno yang masih tergeletak di tanah karena kehilangan arah dan pegangan. Para prajurit itu menusuki tubuh kedua abdi tersebut dengan bertubi-tubi seperti sedang menghakimi seorang pencuri burung betina.
Namun, lagi-lagi Suoto dan Marno mendadak sakti. Semua tusukan mata tombak kepada diri mereka tidak ada yang mempan. Tusukan-tusukan frustasi itu tidak melukai, tetapi hanya membuat Suoto dan Marno tidak dapat bangun dari tanah.
Kentang Kebo dan ketiga abdinya yang lain sampai tidak bisa melihat keberadaan Suoto dan Marno karena tertutupi oleh kerumunan prajurit yang mencoba peruntungan dengan terus menombak, meski sangat jelas bahwa mereka melihat korban tusukan tidak menderita luka segores pun.
“Gusti Pendekaaar!” teriak Marno kencang dari dalam kerumunan.
“Uaaak!” jerit kencang Puyul tiba-tiba, ketika tubuhnya terbang melesat dari posisinya.
“Kakang Puyuuul!” pekik Indah setengah histeris. Sepertinya dia masih memiliki rasa sayang kepada suaminya.
Meski teriakan dan ekspresi Puyul terkesan ketakutan saat dilontarkan oleh kekuatan kesaktian Kentang Kebo, tetapi penampilannya mirip pahlawan di kala sore.
Bruakr!
Puyul seperti sebatang rudal patriot menghantam kumpulan prajurit yang terus menombaki tubuh Suoto dan Marno.
Meski Puyul hanya menghantam satu punggung prajurit, tetapi yang terpental ke berbagai arah adalah semua prajurit, sehingga terlihat seperti adegan tarung di film-film Bollymood. Bukan hanya tubuh para prajurit itu yang berserakan di tanah jalanan, tombak dan tameng mereka pun berserakan.
Meski tidak ada yang berdarah dari para prajurit itu, tetapi mereka terlihat seperti pura-pura kritis karena tidak bisa bangkit berdiri lagi. Berbeda dengan Suoto, Marno dan Puyul. Mereka mampu segera bangun berdiri setelah bebas dari keroyokan. Hebatnya, Suoto dan Marno tidak menderita luka gores atau memar sedikit pun, kondisi yang membuat mereka mengangkat dagu lebih tinggi dari standar nasional.
“Hehehe!” kekeh ketiga lelaki abdi itu dengan arah pandangan kepada Komandan Ulung Gabah dan pasukannya yang hanya terbeliak.
Belum lagi habis rasa terkejut Ulung Gabah dan puluhan prajuritnya yang belum turun tangan, tiba-tiba….
“Aaak…!” jerit kencang dan histeris dua suara wanita.
Indah dan Ampila tahu-tahu sudah melesat terbang di udara. Keduanya juga dilempar oleh Kentang Kebo dari posisinya masing-masing. Arah terbang mereka sama, yaitu ke arah jauh ke depan, tepatnya ke arah posisi Ulung Gabah dan pasukannya yang belum maju.
Suoto, Marno dan Puyul terkejut mendengar jeritan nyaring itu. Cepat mereka menengok ke belakang, tetapi dua wanita kesayangan mereka tahu-tahu sudah melintas jauh di atas kepala mereka, melewati posisi mereka berdiri. Akhirnya mereka bertiga hanya mengikuti dengan pandangan, ke mana Indah dan Ampila akan mendarat.
Pada giliran Indah dan Ampila yang beraksi, ada yang berbeda dari aksi Suoto, Marno dan Puyul. Perbedaan itulah yang membuat aksi Indah dan Ampila terlihat menarik.
Ketika Suoto, Marno dan Puyul diterbangkan, mereka terbang seperti seorang Suparman. Berbeda ketika Indah dan Ampila diterbangkan, mereka terbang seperti lompatan jauh seorang Hulk, yakni kaki yang maju lebih dulu, yaitu gaya hendak melahirkan di udara.
Cara terbang itu membuat sarung Indah dan Ampila naik ke atas karena terdorong oleh angin. Kondisi itu membuat sepasang kaki putih mereka tersingkap bebas hingga ke paha-paha. Masih untung sarung yang mereka kenakan tidak melepaskan diri dari kunciannya.
Untung tak dapat ditolak, malang tak dapat diraih. Kira-kira seperti itulah pepatah untuk suami kedua wanita itu dan para prajurit yang sedang diserang.
Entah, apakah karena disuguhi empat paha putih lengkap dengan lorong guanya atau karena terlena takjub melihat kesaktian Kentang Kebo, Komandan Ulung Gabah dan pasukannya hanya terperangah mendongak melihat ke arah datanganya Indah dan Ampila.
Bugg! Bugg!
Bruakr! Bruakr!
Seperti pendaratan dua sosok Hulk raksasa di tengah-tengah pasukan musuh yang tidak bertindak apa-apa.
Tidak perlu menghitung berapa prajurit yang terhantam oleh injakan kaki kedua wanita bersuami itu ketika mendarat, yang jelas pasukan itu berpentalan ke segala arah oleh energi besar yang dibawa oleh Indah dan Ampila.
Kuda Komandan Ulung Gabah dan sejumlah kuda prajurit lainnya seketika meringkik liar karena terkena gelombang energi pendaratan Indah dan Ampila.
Kini, Indah dan Ampila berdiri kokoh dengan kaki mengangkang. Namun, keempat paha mereka sudah tertutupi sarung kembali dan wajah mereka mengerenyit banjir keringat, meski tidak merasakan sakit. Mereka mengerenyit karena jantung berdetak kencang akibat sensasi terlempar terbang jauh. (RH)