Wabah corvid 19 membuat banyak perusahaan yang melakukan pengurangan karyawan , Jaka seorang pemuda tampan pun ikut terkena PHK, kehidupannya menjadi semakin terpuruk saat melihat sang istri berselingkuh dengan temannya yang sekaligus mantan atasannya , yang lebih menyakitkan lagi ternyata pemecatan dan tidak di terimanya ia bekerja juga karena ulah mereka berdua, bagaimana Jaka menghadapi penghianatan istri dan temannya....
yuk kita baca kisahnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bang deni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Si Mata Tiga
Langit mendung. Aroma tanah basah menyusup masuk ke dalam rumah Dinda lewat jendela terbuka. Hujan baru saja berhenti, menyisakan gemuruh petir dari kejauhan.
Jaka duduk di ruang tengah, mengganti perban luka di lengannya. Tubuhnya yang kekar terbuka, hanya memakai celana panjang kain tipis. Uap panas dari tubuhnya masih mengepul setelah pertarungan dengan Gandaruwo Hitam.
Dinda melangkah perlahan dari balik pintu kamarnya. Mengenakan daster satin warna ungu gelap yang menempel pas di tubuhnya, memperlihatkan lekuk tubuh yang ramping dan menggoda.
"Ka..." panggilnya lirih.
Jaka menoleh. Matanya menatap Dinda lekat. Wajah Dinda tampak cemas tapi matanya menyimpan kehangatan.
"Aku... enggak bisa tidur," katanya pelan.
Jaka tersenyum, "Kau takut aku pergi tanpa pamit?"
Dinda berjalan mendekat. Ia duduk di sebelah Jaka, tangannya menyentuh dada Jaka yang penuh bekas luka dan goresan.
"Aku takut kehilanganmu," bisiknya di telinga Jaka
Tanpa banyak bicara, Jaka menarik tubuh Dinda pelan. Mereka saling menatap. Nafas keduanya mulai berat.
"Aku juga takut kehilangan kamu, Din... tapi aku harus terus bertarung, ada satu yang sedang ku cari , demi guruku" ucap Jaka,
Dinda menggeleng, "Aku cuma ingin... malam ini... kamu jangan jadi pendekar, jangan jadi pelindung... cukup jadi pria yang aku cintai." ucapnya dengan nada penuh permohonan
Jaka tak menanggapi dengan kata-kata. Ia mendekat, bibir mereka bersentuhan, perlahan namun penuh hasrat. Dinda menanggalkan dasternya tanpa ragu, dan tubuh mereka menyatu dalam kehangatan malam. Desir angin yang masuk dari jendela menambah suasana semakin sensual dan mencekam.
Peluh menetes, napas saling berkejaran, di antara desir hujan yang jatuh kembali ke bumi...
⚫⚫⚫⚫⚫⚫
Jaka terbangun lebih awal. Tubuh Dinda masih tertidur di pelukannya, wajahnya damai. Namun Jaka merasakan sesuatu... hawa asing menyelimuti pagi ini.
“Ada yang mengintai,” gumamnya pelan.
Ia segera mengenakan pakaiannya, di tangannya pedang biru tergenggam dengan Ajian Kidang Kuning, ia menyusup ke kebun belakang—dan tepat saat itu...
ZRAAAKKK!!
Sebuah pusaran hitam terbuka di udara, seperti sobekan dimensi. Dari dalamnya muncul sosok berjubah hitam dengan tiga bola mata di dahinya. Matanya yang satu menyala merah, satu hijau, dan satu biru. Tatapannya tajam seperti pedang, dan aura kematian mengelilinginya.
" he he he Jaka , murid Boris si pendekar dua alam, " ucap pria dengan mata tiga sambil terkekeh
" siapa kau!" bentak Jaka ,
" aku Si Mata Tiga, aku eksekutor dunia skuler" jawab pria itu yang ternyata utusan yang di kirim Tengkorak merah
Jaka menegang. Sosok ini bukan makhluk biasa. Ia bisa merobek dimensi dan hadir di dunia manusia tanpa batas.
“Kalau kau datang untuk nyawaku, kenapa tak mengambilnya sekarang!" tanya Jaka heran karena Si Mata Tiga belum menyerangnya
" aku akan membuat pengecualian, bila kamu memberikan pusaka warisan dari Boris, kalau tidak aku akan membuatmu menderita dulu, dan membuat wanita itu menangis di atas tubuhmu yang dingin." ucap Si Mata Tiga mengancam
Jaka menggertakkan gigi. “Mulutmu busuk, tapi napasmu lebih busuk lagi!" bentak Jaka, dan bersiap
Si Mata Tiga tertawa pendek, lalu dengan gerakan cepat ia mengayunkan telapak tangan dari matanya yang biru menyembur cahaya membekukan!
“MATRA BEKU JAGAD!" Teriak nya mengeluarkan satu kekuatan dari mata birunya
Udara di sekitar langsung membeku. Pohon-pohon diselimuti es, tanah mengeras bagai baja dingin. Jaka menangkis dengan pedang birunya, namun salju halus menempel di kulitnya.
" Ajian Gembolo Geni" Teriak jaka
Tubuh Jaka menyala, menciptakan panas ekstrem yang melelehkan serangan es itu. Ia berlari menyerang, namun—
ZRAAK!
Si Mata Tiga membuka portal di depan Jaka, membuatnya hampir masuk ke dalam jurang dimensi.
Jaka meloncat ke samping, lalu menarik pedang birunya dan mengganti dengan Cambuk Gembolo Geni
" Ajian Gelap Ngampar"
" Jurus Gembolo Geni"
Teriak Jaka mengeluarkan dua ajian sekaligus
Cambuk itu mengeras seperti menjadi tombak merah . Jaka melemparkannya dengan segenap kekuatan tenaga dalamnya
DUSHH!
aaaargh
Kurang ajar
Si Mata Tiga menangkis dengan tameng dimensi. Tapi serpihan cahaya menusuk bahunya. Ia memekik marah. Mata Tiga berdiri dan menatap Jaka
" he he he "
"Bagus... kamu pantas kulenyapkan dengan kekuatanku yang sejati!" ucap Si Mata Tiga kemudian sambil tertawa luka di bahunya seakan tak di rasa
Ketiga matanya menyatu jadi satu cahaya hitam menyilaukan. Ia melayang, membacakan mantra:
> “RAH KAMULYAN, GERBANG PENGHISAP ROH! MATRA TIGA: PEMBONGKAR RAGA!!”
Langit bergetar. Tanah retak. Angin mengamuk. Sebuah lubang dimensi muncul di langit, mencoba menyedot tubuh Jaka ke dalamnya.
Dinda yang terbangun dan keluar rumah, berteriak melihat langit koyak:
“JAKAAA!!”
Jaka berdiri tegak, tubuhnya mulai terangkat.
"Jangan takut... aku akan menutup lubang ini!" ucap Jaka menenangkan Dinda
Ia mengusap pelan Tali Pocong pusaka yang melingkari pinggangnya
Slap
Tubuh Jaka menghilang dari pandangan mata. Si Mata Tiga , menatap heran dan mencari ke kanan dan ke kiri
Jaka dalam kekuatan Tali Pocong Pusaka terlepas dari pengaruh dan daya hisap portal yang di ciptakan Si Mata Tiga, dengan kecepatan tinggi Jaka melesat menembus ke arah Si Mata Tiga
wush
Jleb
"HUAAAAA!!"
Serangan itu menusuk jantung Si Mata Tiga, membuat dia menjerit kesakitan
DARRR!!
Sosok Si Mata Tiga itu terhempas, tubuhnya menghitam, kemudian meledak menjadi butiran cahaya hitam yang perlahan-lahan musnah.
Jaka kembali dalam pelukan Dinda yang menangis.
“Kamu terus menghadapi makhluk-makhluk itu… semua karena aku, ya?” isaknya.
Jaka menggeleng pelan, mencium dahinya.
“ya, " jawab Jaka sambil memeluk balik tubuh mungil Dinda.
⚫⚫⚫⚫⚫⚫
Di kejauhan...
Dari atas bukit, Leluhur Wastu dan Janu menatap langit dengan wajah suram.
"Si Mata Tiga pun musnah..." ucapnya penuh geram
"Kita sudah tak bisa main-main lagi." ucap nya kemudian
"Panggil dia..."
"Si pembunuh Bayangan" perintah Leluhur Wastu
Pagi hari begitu tenang. Di beranda rumah, Dinda dan Jaka duduk berdampingan. Jaka mengenakan kaos hitam polos dan celana santai, sementara Dinda masih mengenakan kemeja Jaka yang kebesaran, menutupi tubuh indahnya setelah malam yang kembali membara semalam.
Udara pagi menyentuh kulit mereka, lembut dan menenangkan, seolah dunia berhenti sejenak.
“Aku suka begini,” ucap Dinda pelan.
“Begini?” tanya Jaka sambil menyeruput kopi.
“Pagi, tenang, tubuhku masih terasa pegal... dan kamu ada di sebelahku,” bisiknya, lalu menggigit bibir bawahnya sedikit nakal.
Jaka meliriknya, lalu tertawa pendek. “Kalau bisa, aku pengin dunia berhenti saja kayak gini... Tapi kita tahu, dunia nggak pernah tidur.” ucap jaka
Dinda mendesah kecil. “Setidaknya, pagi ini... milik kita.”
Tapi saat itu juga, seekor burung gagak hitam jatuh di depan mereka—mati. Tak lama kemudian, udara berubah. Mendadak… dingin. Mencekam. Seperti waktu terhenti.
Jaka langsung berdiri. Wajahnya menegang. “Dia datang...”
Dinda berdiri, menggenggam lengan Jaka. “Siapa… lagi?” tanya khawatir
Siapa yang datang lagi mengganggu ke tenangan Jaka dan Dinda......