NovelToon NovelToon
12th Layers

12th Layers

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Fantasi / Sci-Fi / Misteri
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: GrayDarkness

Maelon Herlambang - Pria, 16 Tahun.

Dibesarkan di lapisan pertama, panti asuhan Gema Harapan, kota Teralis. Di sekeliling kota ditutupi banyak tembok besar untuk mencegah monster. Maelon dikhianati oleh teman yang dia lindungi, Alaya. Sekarang dia dibuang dari kota itu dan menjadi umpan monster, Apakah Maelon bisa bertahan hidup didunia yang brutal dan tidak mengenal ampun ini?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GrayDarkness, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 27: Ritual Nullis

Udara siang itu terasa lebih hangat, meski matahari baru setengah naik di langit timur. Langkah Jeffrie Nova mantap menyusuri jalan tanah yang mengarah ke ladang desa, di sampingnya Vivi berjalan dalam diam. Rambutnya yang tipis tersapu angin, dan wajahnya masih menyimpan sisa-sisa kelelahan—tapi matanya mantap, seolah ada bara yang baru menyala di dalam dadanya.

Tanah yang mereka injak masih lembut oleh sisa embun, dan suara burung pagi sesekali terdengar dari pepohonan jauh di tepian desa. Di antara langkah pelan mereka, Jeffrie Nova akhirnya membuka suara, nadanya tenang, seperti seorang guru yang berbicara pada murid yang baru akan memahami kerasnya jalan yang akan ditempuh.

“Hari ini,” ucapnya perlahan, “kau akan memulai langkah pertama dalam jalan Doctrina milikmu, Vivi. Lapsus tingkat satu. Kami menyebutnya Reah.”

Vivi menoleh sedikit, mendengarkan dengan penuh perhatian.

“Kekuatanmu adalah Nullis… kekuatan peniadaan. Tapi untuk bisa menggunakannya, kau harus terlebih dahulu memahami intinya: ketenangan dalam kekacauan. Untuk mencapai Reah, kau harus berdiri… tidak bergerak… di tengah serangan, dan membiarkan kekuatanmu mengalir dengan sendirinya—menetralkan ancaman sebelum menyentuhmu. Ini bukan soal refleks, bukan soal kekuatan. Ini soal kehendak yang tidak goyah.”

Langkah mereka semakin mendekati ladang. Di kejauhan, Maelon dan Daniel sudah berada di sana. Daniel sedang memberi instruksi, dan Maelon berdiri di antara batang-batang jerami kering yang melambai pelan ditiup angin.

Jeffrie melirik Vivi sejenak. “Jangan takut. Tidak ada yang akan melukaimu. Kita tidak sedang menguji keberanianmu, Vivi. Kita sedang menumbuhkan kekuatanmu.”

Tak lama kemudian mereka sampai. Daniel menyambut mereka dengan anggukan kecil. “Pagi yang tenang,” gumamnya singkat.

“Pagi,” balas Jeffrie. “Kami membutuhkan ladang ini… dan bantuanmu.”

Daniel menoleh, dan matanya bertemu dengan tatapan Jeffrie. Lalu ia mengangguk. “Tentu.”

Jeffrie kemudian menoleh pada Maelon, yang kini sudah menghampiri mereka.

“Maelon,” ucap Jeffrie, lembut namun serius, “kami butuh bantuanmu untuk ritual Vivi. Karena kekuatanmu masih rendah, seranganmu tidak akan berbahaya baginya… dan justru bisa membantunya menyesuaikan diri dengan kekuatan Nullis.”

Maelon sempat terdiam sejenak, lalu mengangguk. “Baik.”

Angin bertiup pelan saat semuanya mulai bersiap. Ladang itu berubah dari sekadar tanah pertanian menjadi tempat lahirnya kekuatan baru. Sunyi yang menyelimuti mereka bukanlah ketenangan, melainkan napas dari sesuatu yang lebih dalam: permulaan dari jalan yang belum bisa mereka lihat ujungnya.

Jeffrie Nova berdiri di tengah ladang, langkahnya mantap meski tanah sedikit becek oleh sisa embun. Ia mengangkat tangan perlahan, memberi aba-aba sederhana, namun sarat makna. Suaranya terdengar datar dan tegas, cukup keras untuk menggema di antara batang-batang tanaman.

“Bersiap… Maelon, mulai dari serangan ringan terlebih dahulu. Vivi, jangan bergerak. Biarkan kekuatanmu menolak serangan itu.”

Daniel berdiri agak jauh di sisi ladang, bersandar pada tongkat kayu penandanya, kedua mata tajamnya memperhatikan setiap gerakan dengan minat yang tersembunyi di balik sikap santainya. Ia tidak berkata apa-apa, namun pandangannya menunjukkan sesuatu: rasa ingin tahu yang diam-diam tumbuh terhadap wanita kurus bertekad baja itu.

Maelon menarik napas perlahan, lalu mengangkat tangannya—sebuah gelombang energi Aetheron perlahan membentuk kilau samar, kemudian dilepaskannya ke arah Vivi. Serangan itu bukan yang mematikan, namun cukup kuat untuk menggoyahkan keseimbangan siapa pun yang belum pernah menghadapinya.

Vivi berusaha bertahan. Tubuhnya diam, namun matanya gugup. Saat kilatan energi menyentuh udara di hadapannya, ia gagal. Tubuhnya terpental sedikit ke belakang, lututnya tertekuk, dan dia terjatuh di tanah berdebu.

Jeffrie tetap tenang. Ia berjalan mendekat, menatap Vivi yang berusaha bangkit dengan napas terengah. “Tenang… jangan lawan serangannya dengan ototmu. Biarkan kekuatan Nullis mengalir, bukan memaksa.”

Maelon melangkah cepat ke sisi Vivi, wajahnya penuh penyesalan. “Maaf… aku tak bermaksud membuatmu terjatuh.”

Namun Vivi menggeleng pelan. Pipinya kotor oleh debu, bibir pecah-pecahnya tetap menyunggingkan sedikit senyum. “Aku tak apa. Aku belum mati, kan?”

Jeffrie mengangguk perlahan, seolah mengakui ketabahan itu. “Lanjutkan.”

Dan mereka pun mengulangi. Lagi. Dan lagi. Beberapa kali Vivi kembali jatuh. Bahunya memar. Lengan kanannya sempat tergores saat terpental menabrak tumpukan batang jerami. Tapi setiap kali ia terhempas, ia bangkit. Tidak ada keluhan. Tidak ada air mata.

Maelon mulai memperhalus serangannya, bukan karena mengasihani, tapi karena ia mulai memahami ritmenya. Setiap energi yang ia lepaskan perlahan menyatu dengan ketegangan ladang itu—dan dengan tekad Vivi.

Lalu, saat serangan kesepuluh dilepaskan… untuk pertama kalinya, energi Aetheron itu seolah membelok sendiri, seperti ditolak oleh sesuatu yang tak kasat mata. Udara di sekeliling Vivi bergetar halus, seperti selembar kaca yang menolak percikan panas. Kakinya tetap diam. Nafasnya teratur. Dan matanya terbuka lebar, bukan karena takut… tapi karena sadar bahwa ia telah melakukannya.

Jeffrie hanya berdiri. Diam. Lalu perlahan mengangguk.

Daniel menyilangkan tangan di dada dan berkata pelan dari jauh, “Tidak buruk…”

Maelon melepaskan napas yang ia tahan, dan untuk pertama kalinya hari itu, ia tersenyum kecil. “Kau berhasil.”

Vivi terdiam, tubuhnya masih gemetar, tapi tangannya terkepal erat di sisi tubuh. “Aku merasakannya… kekuatan itu… menolak segalanya.”

Jeffrie Nova melangkah mendekat. Ia meletakkan tangannya perlahan di pundak Vivi. “Mulai hari ini… kau resmi melangkah ke tingkat pertama. Lapsus Reah… selamat datang di jalan Doctrina.”

Langit perlahan menggelap—bukan oleh malam, namun oleh awan yang berkumpul di atas ladang, seolah langit pun turut menjadi saksi lahirnya kehendak baru yang akan, suatu saat nanti, mengubah sesuatu. Meskipun kecil. Meskipun rapuh. Tapi telah dimulai.

Langit mulai berubah warna, senja mengalir pelan dari balik perbukitan jauh di ufuk barat, mewarnai ladang dan rumah-rumah reyot dengan semburat jingga yang suram namun hangat. Cahaya sore jatuh seperti debu keemasan di atas tanah lembab dan batang-batang tanaman yang belum selesai dipanen. Angin bertiup pelan, menggoyangkan daun-daun tua, seakan bumi sedang menghela napas panjang setelah hari yang melelahkan.

Mereka bertiga berjalan kembali—Maelon, Jeffrie Nova, dan Vivi—meninggalkan ladang dengan langkah tenang. Vivi sedikit pincang, masih ada sisa nyeri di lututnya, tapi wajahnya tak menunjukkan kelemahan. Ia menyembunyikan segala rasa di balik sorot mata yang kini tampak berbeda—bukan hanya penuh tekad, tapi juga cahaya samar dari kekuatan yang baru lahir.

Di persimpangan jalan kecil dekat sumur tua, Daniel berpamitan. Ia melangkah ke arah bangunan rendah dan kusam yang menjadi tempat istirahat para penjaga—sebuah gubuk kecil yang menghadap ladang, tak jauh dari pos pantau. Tanpa banyak kata, ia melambaikan tangan sekali, lalu menghilang di balik pintu kayu yang retak dan berderit.

1
Aisyah Christine
pasti susah utk memahaminya. bagaimana maelon bisa bersatu dan berkomunikasi dgn kekuatan baru
Aisyah Christine
ini kulivator moden thor😂
Aisyah Christine
perjuangan yang belum tuntas.. smoga bisa bekerjasama dgn tubuh yang baru.
Aisyah Christine
entah ini 1 keberkahan atau kutukkn tapi yg jelas maelon semakin kuat
Aisyah Christine
apa kayak parasit? tubuhnya udh pindah ke ank remaja itu?
GrayDarkness: 10/10
total 1 replies
angin kelana
survival..
angin kelana
pertama baca coba lanjut..
GrayDarkness: terima kasih banyak, semoga suka.
total 1 replies
Aisyah Christine
terus bertahan untuk hidup
Aisyah Christine
tanda dr makhluk aneh itu
Aisyah Christine
lebih baik mencoba sesuatu dr mati sia²😂
Aisyah Christine
cerita yang menarik. lanjut thor
GrayDarkness: terima kasih, do'ain aja biar bisa dieksekusi dengan baik. kalo ada kesalahan bilang aja biar nanti langsung diperbaiki.
total 1 replies
GrayDarkness
terima kasih sarannya akan diperbaiki secepatnya
azizan zizan
kekuatan ini datang bukannya dengan paksaan.. di ulang2 terus..
GrayDarkness: done, sedang direview terima kasih. kalo ada yang lain bilang aja, biar langsung diperbaiki.
total 1 replies
GrayDarkness
Betul, puitis.
Aisyah Christine: gaya bahasa nya lebih pada malay. maka aku faham😂
total 1 replies
azizan zizan
ini novel peribahasa kah apa ini.. alurnya berbelit-belit..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!