Kontrak pernikahan dirobek oleh sang suami. Melangkah mendekati istrinya, melemparkan tas yang dipenuhi dengan uang.
"Ingin bercerai dariku? Jangan pernah bermimpi."
Tangannya gemetar, dirinya terpaksa menikahi pria paling cupu dan miskin. Untuk mengindari pernikahan dengan tunangannya yang berselingkuh.
Membuat kontrak kesepakatan, dengan pria yang cupu dan miskin (Neil).
500 juta akan diberikan Chesia, sebagai imbalan. Tapi kala kontrak akan berakhir. Dirinya dikurung dalam kamar yang dipenuhi dengan uang oleh Neil.
"Jangan pernah berfikir untuk bercerai..." Pinta Neil, terlihat putus asa, melucuti pakaiannya. Menarik sang istri ke atas ranjang yang dipenuhi uang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KOHAPU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Ada
Albert menghela napas berkali-kali menatap ke arah pertunjukan yang baru saja terjadi. Jujur dirinya tidak ingin terlibat.
Tapi menatap ke arah mempelai wanita yang tiba-tiba tidak sadarkan diri? Pengalihan isu. Itu sudah pasti terjadi.
Sikap Willy yang tenang, jika putranya masih sama seperti sebelumnya mungkin tidak akan ada yang selamat di ruangan ini.
"Di leher Willy sudah ada tali pengekang." Gumamnya tersenyum.
"Hah?" Toro mengernyitkan keningnya tidak mengerti.
"Sudahlah, kita perlu ke tempat mempelai wanita, sebelum pulang dan mengatasi masalah perusahaan." Albert mulai bangkit melangkah diikuti sang asisten.
Kepanikan masih terjadi, Cheisia telah pergi dengan Neil. Sedangkan mempelai wanita hendak dibawa ke rumah sakit.
"Kacau sekali..." Keluh Albert.
Elisa menunduk, terlihat iba."Maaf ini karena wanita ular yang selalu mengganggu putraku. Kasihan menantuku selalu menjadi korban."
"Sayang, padahal aku ingin bicara lebih banyak dengan mempelai wanita. Bianca cukup berbakat, aku ingin menawarinya jabatan di perusahaanku." Albert menggelengkan kepalanya, berbalik.
"Tiga."
"Dua."
"Satu."
Gumamnya dengan suara kecil. Dan benar saja kala hitungan mundur selesai.
"Aggh..." Bianca membuka matanya, memegangi kepalanya yang katanya sakit.
"Kamu tidak apa-apa?" Tanya Hazel cemas.
"Tidak, apa-apa." Ucap Bianca pelan, berharap Albert kembali berbalik setelah mendengar dirinya sadar.
Tapi.
Itu hanya imajinasi, hanya hoax, Albert masih melangkah hendak pergi. Pria paruh baya yang tersenyum tengil, dirinya sengaja, benar-benar sengaja.
"Satu."
"Dua."
"Tiga."
Albert kembali menghitung dengan suara kecil. Yang hanya dapat didengar oleh Toro.
"Tuan Albert!" Suara teriakan dari mempelai wanita yang katanya baru sadar dari pingsan.
Seketika Hazel yang berada di dekat Bianca mengernyitkan keningnya. Mengapa orang pertama yang dipanggilnya adalah Albert. Lebih dari itu, apa Bianca hanya berpura-pura tidak sadarkan diri?
Banyak pertanyaan dalam benaknya. Dalam hatinya tetap yakin, Bianca bukanlah orang seperti itu. Penyelamat hidupnya, bukanlah orang yang munafik. Tapi...
Pada akhirnya Albert menghentikan langkahnya."Ada apa?" tanyanya seolah-olah tidak pernah mengatakan tentang tawaran jabatan.
"Bu... bukan apa-apa. Apa tuan ingin pulang. Maaf saya tidak bisa memberikan jamuan yang baik..." Bianca mengepalkan tangannya penuh harap. Bahwa Albert akan kembali memberikan tawaran padanya.
Tapi sekali lagi, memang dasarnya bocah tua nakal. Albert berucap tanpa dosa."Tidak apa-apa. Aku permisi pulang karena ada jadwal lain setelah ini."
Bianca benar-benar gelagapan saat ini. Perusahaan besar yang bahkan memiliki cabang bisnis lain di luar negeri. Bahkan perusahaan milik Dirgantara tidak ada apa-apanya.
"Tunggu! Anda menawarkan saya jabatan di perusahaan anda. Apa masih berlaku?" Tanya Bianca menahan malu. Kala semua orang yang berada dalam ballroom mulai membicarakannya.
"Dia mendengarnya?"
"Jadi dia pura-pura pingsan."
"Jangan-jangan tingkah polosnya dari tadi cuma drama."
"Aku yakin dia hanya bermaksud mempermalukan kakaknya. Tapi memang apa salahnya korban pelecehan? Korban pelecehan dipaksa, mereka juga tidak ingin."
"Memalukan mendiskriminasi kakak sendiri."
"Ratu drama..."
Itulah kalimat dari orang-orang yang didengarnya samar. Tapi itu sepadan jika dirinya mendapatkan setidaknya jabatan direktur.
Jemari tangannya mengepal, seharusnya yang dipermalukan saat ini adalah Cheisia. Mengapa jadi dirinya?
"Aku memang merekrut penipu untuk memegang jabatan tinggi. Agar perusahaanku lebih maju. Tapi aku tidak merekrut penipu yang tidak setia, bagaimana jika suatu hari nanti kamu berniat merebut perusahaanku? Kakak angkatmu saja kamu permalukan di hadapan umum..." Cibir Albert penuh senyuman, kembali melangkah pergi.
Tawa semua orang terdengar, pastinya tawa samar, hanya untuk menjaga etika. Bagaimana bisa ada orang yang menipu, membuat drama di acara pernikahannya?
Bianca benar-benar malu, seharusnya ini menjadi hari terbaik dalam hidupnya. Mengapa dapat seperti ini!?
"Bianca! Tante benar-benar kecewa, pura-pura pingsan untuk menarik perhatian..." Elisa melangkah meninggalkannya. Menarik putranya Hazel untuk pergi meninggalkan sang menantu.
"Argh!" Teriak Bianca berlari dengan cepat meninggalkan ballroom.
Pada akhirnya tawa tamu undangan tidak terelakkan. Bagaimana tidak, ini memang pesta pernikahan akan dikenang tahun ini oleh orang-orang kalangan atas yang hadir. Tapi bukan sebagai pesta pernikahan terbaik, melainkan pesta pernikahan paling dramatis.
*
Malam menjelang, seharusnya ini menjadi malam pertamanya. Namun, Hazel hanya ragu, duduk seorang diri di balkon kamar.
Sejenak dirinya meraba daerah perutnya. Sebagian hati Bianca berada dalam dirinya. Aroma red wine dari kamar pengantin.
Dirinya tidak ingin mabuk sama sekali. Sedikit pun tidak diminum olehnya. Jemari tangannya mengepal, mengingat bagaimana Cheisia menarik tangan Neil, bahkan tersenyum hanya dengan rayuan lawas yang konyol.
Sedangkan Bianca? Mengenakan pakaian yang dilengkapi dengan banyak tali. Terdapat lapisan tipis di bagian luar, setipis saringan tahu. Kulitnya begitu mulus terlihat, semulus jalan tol yang baru selesai diaspal.
Kita anggap saja benar-benar cantik. Berusaha keras menenangkan diri, Hazel tidak mungkin marah padanya. Mengingat bagaimana Hazel menyayangi dirinya.
Setelah ini tinggal melahirkan penerus untuk kedua perusahaan. Menyingkirkan adik Hazel yang saat ini masih SMU. Agar segalanya hanya jatuh ke tangan dirinya dan anaknya kelak. Menjadi seorang nyonya tunggal, tanpa ada gangguan.
"Hazel..." Bianca memeluknya dari belakang.
Seharusnya dirinya bahagia bukan? Hambar, itulah perasaan Hazel saat ini. Berbeda dengan saat bergelut bersama wanita lain, membuat Cheisia merasakan rasa sakit dirinya saat mengetahui Cheisia dilecehkan orang tidak dikenal, membuat Cheisia menderita karena berani menyakiti Bianca. Itulah tujuannya.
Tapi saat ini, isi fikirannya kosong. Bianca yang berpura-pura pingsan? Amarah Fania? Ditambah dengan bagaimana Cheisia pergi tanpa menatap sedikit pun padanya. Tersenyum pada pria lain, bahkan pria yang jauh dibawah dirinya.
"Hazel..." Panggil Bianca lagi menegang pipi Hazel agar berbalik menatap dirinya.
Tangan sang pemuda diarahkan untuk memeluk tubuhnya. Mendekatkan bibirnya, hanya berjarak beberapa centimeter mendekat.
"Ke... kenapa tidak ada?" Pertanyaan Hazel, membuat Bianca membuka matanya.
Tangan pemuda yang meraba area perut Bianca.
"Hazel?" Tanya Bianca tidak mengerti.
"Bukankah kamu mendonorkan hati untukku. Dimana bekas operasinya?" Pertanyaan Hazel membuat Bianca terdiam, mengapa seharian ini masalah selalu hadir.
"Bekasnya sudah menghilang. Lagipula sudah sekitar 10 tahun lalu. Jadi wajar kalau ---" Kalimat Bianca disela.
"A...aku... maaf...aku sakit kepala." Hanya itulah yang diucapkan Hazel, menepis tangan Bianca. Keluar dari kamar pengantin dengan cepat.
Sementara Bianca berdiri terdiam. Bagaimana caranya? Apa Hazel meragukannya?
*
Kacau, fikirannya benar-benar kacau saat ini. Menyetir tidak tentu arah. Beberapa kali hampir menabrak hingga perlahan berhenti di tengah kemacetan.
Hazel menghela napas berkali-kali. Mengapa sesakit ini? Seakan belahan jiwanya menghilang, seakan hatinya tidak lagi utuh.
Penyelamatnya? Dirinya berfikir ini akan berakhir dengan dirinya yang bahagia setelah menikahi Bianca.
Tapi... mustahil tidak ada bekas operasi.
Matanya menelisik mendengarkan tawa. Dua orang yang melangkah di trotoar, memakan sosis jumbo dengan olesan saus dan mayonaise.
"Neil! Jangan berkata seperti itu lagi!"
"Tapi daku benar bukan? tidak ada yang lebih bersinar dari dikau. Bahkan bulan pun kalah."
Cheisia tertawa, bahkan naik ke punggung Neil tanpa diminta. Digendong oleh pemuda itu menuju entah kemana.
Kebahagiaan? Apa itu kebahagiaan? Dirinya bagaikan tersesat di tengah gunung seorang diri...
Semoga kamu baik baik saja
Dengan adanya orang baik yg menyelamatkanmu