Shana bersedia menjadi pengganti bibi-nya untuk bertemu pria yang akan di jodohkan dengan beliau. Namun siapa yang menyangka kalau pria itu adalah guru matematika yang killer.
Bagaimana cara Shana bersembunyi dari kejaran guru itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 27 Perempuan itu
.......
.......
"Siapa teman kerja Merta yang datang menemui mu malam itu?" Sebuah pertanyaan sederhana. Namun terasa penting bagi Daniel.
"Bukankah sudah aku bilang, gadis itu yang datang menemui ku. Muridku." Regas yakin ceritanya begitu jelas tadi.
"Ya. Memang yang datang menemui mu adalah gadis itu, tapi siapa sebenarnya yang mau dikenalkan Merta padamu?"
Regas mengerjap. Terasa aneh pertanyaan yang di ajukan, karena ia seperti tidak sabar untuk ingin tahu. "Itu penting?" Intonasi kalimat Regas datar, tapi begitu mengintimidasi.
Daniel tersadar. "Ehem ...." Dia merasa batuk di tenggorokannya tercekat. "Sekedar ingin tahu. Bukankah kalau begitu aku juga tahu siapa wanita itu?" Bukan itu yang ingin dibicarakan Daniel, tapi dia berhasil membelokkan tujuannya.
"Kamu bisa menanyakan pada Merta sendiri jika ingin tahu. Bukankah kalian satu perusahaan?"
"Lebih mudah bertanya padamu daripada dia." Sedikit memaksa.
"Apa dia perempuan yang kau incar?" tebak Regas asal bicara.
"Oh, bukan. Tidak. Maksudku tidak."
"Maaf, aku lupa." Regas mengakhirinya dengan nada santai.
Ini malah membuat Daniel seakan frustasi. "Kenapa bisa lupa ..." Terlihat ekspresi Daniel menyayangkan perihal ingatan Regas yang samar.
Respon yang aneh, tapi Regas enggan berpikir. Dia diam sejenak. Jujur dia lupa kalau sebenarnya dia juga perlu bertanya siapa perempuan yang sebenarnya di jodohkan Merta padanya. Namun ingatan Regas justru terus mengingat wajah Shana.
Meski awalnya ia tidak terlalu peduli, tapi ketika menemukan wajah itu di antara para muridnya, Regas jadi penasaran. Siapa gadis itu hingga bisa menipunya? Regas mulai lupa nama yang dipakai Shana untuk menemuinya. Karena yang ia ingat hanya, gadis bernama Shana.
Dia tidak marah meskipun terganggu dengan perbuatan Merta yang menginginkan dia pisah dengan Cintya. Karena dia tahu apa yang membuat Merta tidak menyukainya. Kesalahan itu.
Ah, aku lupa dengan dia. Padahal aku sangat merindukannya tadi.
***
Di kota lain tempat Cintya melakukan syuting untuk keperluan endorse-nya.
"Tahan pose itu. Sebentar ... Yak. Selesai!" teriak pengarah gaya di depan Cintya puas. "Semuanya istirahat!"
"Ahh, akhirnya syuting ini usai," ucap Maya sahabat sekaligus manajer Cintya lega. Cintya yang ada di dekatnya tidak terlalu merespon keluhan wanita itu.
"Mendapat job banyak memang lelah, tapi lebih lelah lagi ketika tidak ada job masuk, Maya. Apalagi aku yang melakukan semua itu." Sebuah sindiran.
"Kamu menyindirku? Hhh ... Iya tahu, kamu lebih lelah daripada aku." Maya mendengus lalu tergelak ringan. Cintya hanya diam seraya menatap Maya. Ini membuat perempuan itu langsung menyudahi tawanya. "Iya aku salah. Kamulah yang melakukan semua hal. Lebih banyak daripada aku." Maya tahu betul bagaimana peran dia. Tangannya menyodorkan minuman untuk Cintya.
"Baguslah."
Mereka sama-sama seorang selebgram awalnya. Namun takdir mengatakan Cintya naik lebih dulu ke atas daripada Maya. Itu yang membuat Cintya lebih terkenal di bandingkan dirinya.
Karena mereka dekat, Cintya mencoba menawarkan posisi manajer yang awalnya di pegang oleh dia sendiri pada Maya. Alhasil, semua menjadi semakin lebih baik. Mungkin memang ini jalan bagi mereka berdua.
Ponsel Cintya bergetar dengan nada dering mengalun. Tangannya terulur untuk meraih benda pipih itu. Ia melihat ada notifikasi sebuah pesan. Itu dari Regas.
"Ada waktu bertemu malam nanti?" Cintya menghela napas membaca pesan itu. Kemudian dia mengetik balasan.
"Maaf, aku masih berada di luar kota. Aku tidak bisa bertemu." Ketik Cintya. Lalu ia meletakkan lagi ponsel ke atas meja.
"Sepertinya suasana hatimu sedang buruk," kata Maya ketika seringkali melihat raut wajah Cintya muram.
"Aku lelah." Cintya menyandarkan kepalanya pada bahu sofa.
"Bukan karena Regas, kan?" tebak Maya yang akhirnya mendapat tatapan tajam dari Cintya. "Marah saja padaku, aku hanya peduli padamu." Maya tahu mood Cintya seringkali berubah-ubah.
"Dia tidak pernah menyakiti ku," sahut Cintya meyakinkan. Lalu ia meletakkan minuman di atas meja. "Justru karena itu aku merasa terbebani," lanjut Cintya dalam hati. Ada hal yang tak bisa ia perbaiki. Masa lalu yang buruk.
Maya hanya menipiskan bibir melihat Cintya terdiam.
"Sebentar lagi kita bisa pulang. Jadi bersenang-senanglah menikmati waktu di pantai ini," ujar Maya ingin menghapus suasana tidak menyenangkan barusan.
Cintya tersenyum. "Tentu saja," jawabnya pelan. Maya melebarkan matanya senang.
***
Pagi hari.
Bebi membelokkan motornya ke tempat parkir. Ada Shana yang duduk di jok belakang seraya bersandar pada punggungnya dengan malas. Tangan Bebi mengambil kunci motor setelah mesin mati.
"Hei, ayo turun." Bebi menggerakkan tubuhnya supaya Shana bangkit dari bersandarnya.
"Malas. Pengennya tiduran." Suara Shana terdengar serak. Mungkin itu anak bangun siang.
"Ya udah, tadi enggak masuk aja," usul Mia yang baru saja tiba.
Bola mata Shana bergerak pelan ke arah gadis itu. "Tidak mungkin. Nanti ada latihan voli kesukaanku." Shana mengucapkannya dengan suara di seret. Lalu ia menarik tubuhnya supaya tidak lagi bersandar pada punggung Bebi. Tentu masih dengan mode malasnya.
"Kabar kartu pelajarmu gimana?" tanya Mia. Berangsur-angsur tubuh Shana mulai tegak. Bebi pun segera turun dari motor. Takut punggungnya jadi sandaran lagi. Shana pun ikut turun dari motor.
"Masih di tahan Pak Regas," jawab Shana dengan mendengus kecil. Setelah itu mereka melangkah melewati lorong menuju ke kelas.
"Entar masuk ke tempat pertandingannya gimana kalau enggak pakai kartu pelajar?" Mia mengingatkan.
"Tau Pak Regas." Shana terlihat kesal.
"Makanya ngaku aja udah nipu Pak Regas."
"Tanpa ngaku sebenarnya kan udah jelas, dia yang menemui beliau pas waktu itu." Bebi ikut bicara.
"Betul. Mungkin geregetan aja lihat aku yang begitu kurang ajar kali ya ... Jadinya biar kapok, beliau enggak langsung ngasih kartu pelajar ku."
"Bener. Kamu emang murid kurang ajar." Mia pura-pura memarahi Shana. Gadis ini pun mencibir. Mereka pun tertawa.
Tidak lama, muncul orang yang baru saja di omongi di lorong seberang.
"Orang yang kalian omongi ada disana," ujar Bebi. Shana menoleh ke arah yang di tunjuk Bebi dengan dagunya.
"Tadi malam ketemu Pak Regas di cafe."
"Kalian ketemuan lagi?" tanya Mia.
"Bukan." Shana mendelik. Teringat lagi dia ketika pertemuan waktu itu. "Aku lagi ada tawaran kerja sambilan."
"Oh itu." Mia dan Bebi menganggukkan kepala paham. Mereka tahu kalau Shana punya kebiasaan cari uang.
"Tiba-tiba aja dia nanya aku ngapain, padahal aku udah mau kabur."
"Terus kamu jawab?"
"Tentu aja aku enggak ngomong kalau ada kerjaan."
"Kalau ada, kapan-kapan aku ikut dong." Mia ingin ikut.
"Boleh. Entar aku kabari. Aku sudah di tawari, tapi nunggu tanggalnya. Oke?"
"Sip lah ..."
.
.
ig @lady_ve.01