Suamiku punya dua identitas? Mana yang benar?
Demi adik yang sedang tertidur panjang dalam komanya, Ellena akhirnya memutuskan menerima ajakan menikah dari seorang pria yang paling dia benci. Namun, apakah lelaki itu memang sejahat itu? Seiring berjalannya waktu, Ellena mulai meragukan itu. Akan tetapi, kehadiran sosok Darren yang tak pernah Ellena ketahui keberadaannya selama ini, seketika membuat keraguan Ellena kembali menguap. Mana sosok asli yang sebenarnya dari suaminya? Bima atau Darren?
Selamat datang di dunia percintaan yang bertabur intrik perebutan harta dan tahta!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itha Sulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27
Selesai mandi, Bima segera menuju ke lemari untuk mengambil kaos dan celana pendek selutut. Di liriknya Ellena yang nampak sudah tertidur pulas di atas ranjang. Selesai berpakaian, Bima menuju ke sisi ranjang sebelahnya untuk ikut mengistirahatkan diri. Bima tersenyum kecil sambil menggeleng ketika melihat dua bantal guling yang di taruh Ellena sebagai pembatas bagi mereka berdua. Ayolah, maksud semua ini apa ? Apa gadis itu tidak sadar kalau dialah yang lebih berbahaya jika sedang tertidur ? Tak ingin berpikir terlalu panjang, Bima memilih mendaratkan kepalanya di atas bantal dan ikut bergabung dengan Ellena di alam mimpi.
*
*
*
Di waktu yang sama, namun di tempat yang berbeda, seorang lelaki tampan, bermanik coklat, dan memiliki bulu-bulu halus yang tumbuh di sekitar rahangnya terlihat sedang mabuk-mabukan. Pria itu tak lain adalah sepupu Bima, Andra. Entah sudah gelas ke berapa yang Andra minum sekarang. Redi dan Arga hanya bisa menggeleng melihat sahabatnya itu mabuk seperti ini. Bahkan, pemandangan ini sangat langka mereka temui, mengingat Andra adalah tipe good guy yang sangat anti dengan minuman keras.
Tetapi, lihatlah yang terjadi sekarang. Mungkin benar yang orang-orang katakan. Patah hati dapat merubah seseorang dalam waktu semalam. Redi sudah mulai muak melihat Andra yang tampaknya belum ada niat untuk berhenti menenggak minuman di hadapannya. Untuk kesekian kalinya, Andra berniat memasukkan lagi cairan alkohol itu ke dalam mulutnya namun segera di rebut oleh Redi.
"Apaan sih lo ? Balikin gelas gue !". Andra berusaha merebut kembali gelasnya dari tangan Redi.
Redi segera menepis tangan Andra dan meminum cepat minuman itu hingga tandas.
"Udah cukup minumnya, Ndra ! Lo itu kenapa sih ? Gak biasanya lo kayak gini". Redi meletakkan gelas kosong itu di atas meja.
"Bukan urusan lo ! Balikin minum gue !".
"Nggak ! Jawab gue, lo kenapa ?". Kali ini nada suara Redi mulai terdengar membentak.
"Gue bilang, bukan urusan lo. Sekarang, kasih gue minum !". Balas Andra dengan ikut membentak. Andra sudah terlihat mulai agak linglung. Sepertinya efek alkohol yang di minumnya sudah naik.
"Nggak ada lagi minuman buat lo !."
"Kenapa ? Lo takut gue nggak sanggup bayar ?." Tanya Andra dengan sinis.
Redi hanya menggeleng lalu bersandar pada sofa yang di dudukinya.
"Bukan masalah itu bro ! Gue percaya lo sanggup bayar. Bahkan, kalau pun lo bilang lo nggak sanggup, gue juga bakalan tetap kasih lo minum. Itu kalo lo dalam keadaan normal, bukan kayak sekarang."
Andra tertawa sumbang seraya menatap Redi yang duduk di sampingnya.
"Maksud lo, sekarang gue nggak normal ?".
Redi tidak menjawab. Pria keturunan Arab itu hanya diam seribu bahasa. Ia tidak tahu lagi harus berkata apa agar Andra bisa mengerti. Di antara semuanya, Redi yang paling tahu bahwa berdebat dengan orang mabuk tidak akan membuahkan hasil yang baik.
"Gue tahu kenapa lo kayak gini ! Semuanya karena Bima kan ?". Kali ini Arga yang menyahut. Ia tahu betul, Andra seperti ini karena pertengkarannya dengan Bima tempo hari.
"Jangan sebut laki-laki brengsek itu di depan gue." Desis Andra galak. Mendengar nama Bima saja sudah cukup membakar emosinya.
"Lo kenapa sih ? Dia itu sepupu kandung lo. Apa pantes kalian jadi musuh kayak gini ? Belum lagi, kalian itu partner bisnis di tempat kerja. Gimana bisa CEO dan wakilnya jadi musuh bebuyutan kayak gini ?". Ujar Arga prihatin.
"Dia bukan sepupu gue. Mana ada sepupu yang ngerebut cewek yang di sukai sepupunya sendiri."
Arga dan Redi saling bersitatap. Kali ini mereka sudah mulai menemukan titik terang dari kegalauan Andra. Semuanya hanya karena satu alasan, Ellena.
"Jadi, lo beneran jatuh cinta ama cewek itu ?". Tanya Arga terkejut. Kali ini ia percaya apa yang pernah di katakan Bima adalah kebenaran.
"Iya. Gue udah cinta ama dia. Kalian gak tahu gimana senangnya gue saat gue mulai sadar kalau gue udah benar-benar jatuh cinta sama Ellena. Tapi, ternyata semuanya hancur gara-gara Bima. Dia ngerebut El dari gue !". Suara Andra terdengar frustasi. Wajah tampannya mulai memerah akibat pengaruh alkohol.
"Gue gak bermaksud bela siapa-siapa, Ndra ! Cuman menurut gue, mungkin Bima nggak tahu kalo lo naksir Ellena." Ujar Redi seraya menepuk bahu Andra.
Andra menoleh menatap Redi. "Entah dia tahu atau nggak, gue nggak peduli. Gue tahu kalau Bima cuma manfaatin Ellena. Dia gak cinta sama sekali ke Ellena. Kalian berdua tahu siapa yang ada di hati Bima sampai sekarang."
"Kita berdua tahu, tapi bisa aja kan kalau sekarang Bima udah ngelupain dia dan mulai mencintai Ellena ?."
"Nggak, Di ! Di banding kalian, gue yang jauh lebih kenal Bima. Gue tahu dia laki-laki macam apa. Sampai sekarang, cuma dia yang ada di hati Bima. Bukan Ellena."
Redi menghembuskan napas pelan."Gue nggak bisa komentar apa-apa lagi bro ! Yang pasti gue cuma bisa bilang, lo harus bisa ikhlasin Ellena buat Bima. Biar bagaimanapun, El udah resmi jadi istri sah Bima. Dia ipar lo sekarang !".
"Iya, Ndra ! Lo harus bisa move on ! Masih banyak cewek yang mau sama lo. Lo tinggal pilih aja, mana yang jadi selera lo." Ujar Arga menambahkan.
Andra hanya terdiam dengan tatapan kosong. Semua yang di katakan Redi dan Arga tidaklah salah. Semuanya benar. Namun, tetap saja bagi Andra semua itu tidak ada yang berguna. Baginya, Ellena adalah segalanya. Ia tak peduli jika Ellena sudah bersuami bahkan sekarang berstatus sebagai iparnya. Ia juga tidak peduli seberapa banyak wanita yang menginginkannya. Untuk Andra yang benar-benar sudah terperangkap dalam lingkaran cinta, semua ini bukanlah kesalahan. Yang ia bisa lakukan sekarang hanyalah menunggu Bima membuang Ellena. Dan sementara menantikan waktu itu tiba, Andra mulai berpikir untuk menerima saran Arga. Mungkin ini waktunya ia menerima cinta dari semua wanita yang menginginkannya. Bukan karena Andra ingin, tapi wanita-wanita itu bisa ia jadikan pelarian dari sakitnya menunggu Ellena terlepas dari Bima.
Apa salahnya menjadi **** boy seperti Bima, pikirnya. Bukankah hadiah yang Bima terima setelah menyakiti banyak perempuan justru anugerah seperti Ellena ? Jadi, Andra berpikir untuk menempuh jalan yang sama dengan Bima. Berharap hadiah yang di terimanya nanti juga sama. Ia tak peduli jika nanti ia hanya akan mendapat sisa dari Bima. Bagi Andra, itu tidak masalah selama yang ia terima itu adalah Ellena. Gadis yang sangat di cintainya.
*
*
*
Jam menunjukkan pukul 5.30 pagi. Ellena mulai mengerjapkan matanya perlahan. Ia merasa tidurnya sangat nyenyak malam tadi. Mungkin karena pengaruh kasur yang di tidurinya. Kasur orang kaya memang berbeda. Di saat kesadarannya mulai terkumpul kembali, ia merasakan bahwa bantalnya terasa agak lebih keras dari terakhir yang ia rasakan sebelum tidur. Aromanya juga tercium lebih maskulin, khas laki-laki. Namun, semakin El hirup, semakin ia menyukai harumnya. Tapi, lagi-lagi keanehan terjadi. Kaki dan tangannya terasa memeluk sesuatu yang jauh lebih panjang dari guling yang seharusnya. Dan, keanehan selanjutnya adalah terasa hembusan nafas teratur yang terasa di puncak kepalanya. Di tambah lagi, sebuah tangan kokoh yang melingkar sempurna di pinggangnya. Astaga, El baru tersadar ! Apa yang sudah di lakukannya ?
Ellena menggigit bibirnya seraya menutup mata. Bagaimana bisa kebiasaan buruknya ikut sampai sekarang. Alas kepala yang ia kira adalah bantal ternyata lengan Bima. Tangan dan kakinya mendekap erat tubuh pria itu. Bahkan, tangan Bima juga ikut memeluk tubuhnya. Jika ada orang yang tiba-tiba masuk, orang itu sudah pasti mengira kalau dia dan Bima adalah sepasang pengantin baru yang romantis.
Ellena perlahan melepas tangan Bima yang melingkar di pinggangnya. Kemudian , ia mulai berpindah dengan sangat hati-hati agar tidak membangunkan manusia kutub itu. Ia tidak berniat berseteru dengan Bima karena masalah ini. Karena ia sudah tahu betul bahwa ini bukan kesalahan Bima, tetapi dirinya. Ellena sudah tahu bahwa semua ini karena kebiasaan buruknya yang memang susah diam jika sedang tertidur. Akan sangat memalukan jika Bima tahu itu. Ketika sudah terbebas sepenuhnya dari dekapan Bima, Ellena menghembuskan nafas lega. Ia kemudian segera menuju kamar mandi untuk bersiap.
Bima membalik posisi tidurnya setelah Ellena masuk ke dalam kamar mandi. Masih dengan mata tertutup, sebuah senyum tersungging di wajah pria itu. Ia tahu apa yang baru saja terjadi. Dan ia membiarkan hal itu untuk menjadi rahasia untuk Ellena dan dia.