Malam itu di sebuah ruang VIP karaoke, seorang CEO perusahaan besar sekaligus pemilik tempat hiburan malam, merenggut kesucian Nisa dalam keadaan mabuk.
"Sakit Andreassss,,,,!!" Teriak Nisa.
Pikirannya kalut dengan kejadian mengenaskan yang sedang menimpanya.
"Hentikan.!! Kau ib liss.!! Lepaskan aku.!!"
Nisa begitu frustasi dengan kejadian itu. Kebencian dan rasa sakitnya pada Andreas, membuat Nisa bertekad untuk membalas dendam pada laki - laki yang telah merenggut paksa kesuciannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
"Kamu yakin mau tidur di apartemen Andreas malam ini.?" Tanya Mella sedikit berbisik. Takut Andreas akan mendengar ucapannya, karna laki-laki itu sedang memasukkan barang-barang Nisa ke dalam mobilnya. Sementara Nisa dan Mella berdiri tak jauh dari mobil Andreas.
Nisa mengangguk meski sebenarnya dia juga ragu jika harus menginap di apartemen Andreas sekalian besok dia dan Andreas akan melangsungkan pernikahan.
"Andreas bilang ada 2 kamar di apartemennya yang kosong, aku bisa memakai salah satu kamar itu." Tutur Nisa.
Dia hanya berharap Andreas tak membohonginya tentang 2 kamar yang kosong di sana.
Nisa tentu enggan untuk tidur satu kamar bersama Andreas, meski setelah menikah mau tidak mau harus tidur di kamar yang sama.
"Besok sore jangan lupa bersiap lebih awal. Andreas sudah menyuruh orang untuk menjemput kamu nanti dan mengantar ke tempat resepsi,," Pesan Nisa. Tiba-tiba matanya mulai berembun, menatap Mella dengan berkaca-kaca. Ada perasaan sedih harus keluar dari kontrakan dan jauh dari Mella. Takut sahabatnya itu akan mengalami kesulitan dan dia tidak akan di sampingnya. Sedangkan Mella bukan tipe orang yang gampang meminta bantuan karna lebih memilih untuk menanggungnya sendiri.
"Nggak usah mulai deh," Tegur Mella sembari menyikut lengan Nisa. Dia menyadari sahabatnya itu akan menangis karna wajahnya sudah terlihat sendu.
"Ini bukan acara perpisahan, lagian setelah nikah kita bakal sering ketemu kan di ruko,," Ucapnya lirih.
Nisa mengangguk paham, tapi tetap saja merasa berat untuk tinggal jauh dari Mella.
"Kalau ada apa-apa, jangan lupa cerita ke aku ya," Pinta Nisa. Dia ingin selalu ada untuk Mella, seperti Mella yang selalu ada untuknya sejak pertama kali menginjakkan kaki di kota ini.
"Kebalik kali Nis, harusnya aku yang bilang seperti itu."
"Kamu harus tetap hati-hati." Kata Mella.
"Udah sana buruan, itu Andreas udah nungguin," Mella mengarahkan pandangannya ke arah Andreas, membuat Nisa ikut menatap ke sana dan melihat Andreas yang sudah duduk di depan kemudi.
Nisa memeluk Mella sebelum akhirnya pergi dan masuk ke dalam mobil Andreas.
"Sepertinya akan turun hujan,," Kata Andreas sambil menyodorkan beberapa lembar tisu pada Nisa dengan raut wajah meledek.
Nisa yang sadar kalau Andreas sedang menyinggungnya, seketika memasang wajah cemberut. Tapi dia juga mengambil tisu dari tangan Andreas.
"Mella satu-satunya teman yang aku punya di kota ini." Nisa mengulas senyum tipis. Tisu yang di berikan oleh Andreas hanya dia mainkan saja karna dia berusaha untuk tidak menangis di depan Andreas. Nisa tak mau menunjukkan sisi lemahnya di depan laki-laki itu.
"Really,,?" Andreas memastikan.
Wanita yang dia ajak bicara mengangguk cepat.
"Ada banyak pekerja di tempat karaoke, kenapa nggak berteman sama mereka." Ujar Andreas.
Rasanya aneh kalau memang Nisa hanya memiliki 1 teman di kota sebesar ini.
“Kamu tau sendiri seperti apa mereka." Jawab Nisa. Dia tak bisa berteman dengan orang-orang yang mungkin saja akan menjerumuskannya ke hal-hal negatif. Sedangkan hampir semua pekerja di tempat karaoke itu memiliki pekerjaan sampingan.
"Bukankah dia juga sama seperti mereka.?"
"Mella pengecualian, karna aku hanya percaya padanya." Sahut Nisa cepat.
"Dia menjagaku dengan sangat baik, meski dia sendiri sudah terjerumus."
"Aku percaya dan membuktikannya sendiri." Kata Andreas. Ucapannya mengarah pada sesuatu yang pernah dia dapatkan dari Nisa.
Hal itu membuat Nisa terdiam. Masih merasa sakit jika membahas sesuatu yang telah di ambil oleh Andreas.
"Maaf, aku nggak bermaksud seperti itu," Andreas menggenggam tangan Nisa, menatap penuh sesal pada wanita itu.
"Nggak masalah. Memang benar." Nisa mengukir senyum kaku.
"Aku menjaganya untuk suamiku kelak, tapi sudah di ambil lebih dulu oleh calon suamiku." Nisa menatap lekat wajah Andreas, ingin melihat apakah laki-laki itu masih merasa menyesal atau justru sebaliknya.
"Sepertinya aku sangat beruntung,," Ucap Andreas dengan seulas senyum.
...****...
Nisa mengikuti langkah Andreas. Laki-laki itu membawa Nisa ke salah satu gedung apartemen mewah.
Dia berhenti di depan salah satu pintu yang terletak di lantai paling atas.
"Di sini saja." Ucap Andreas pada petugas keamanan yang membawakan 2 koper besar milik Nisa.
"Baik tuan." Laki-laki paruh baya itu menurunkan kedua koper dengan meletakkannya di dekat pintu.
"Terimakasih,," Kata Nisa sebelum petugas keamanan itu pergi. Karna Andreas hanya diam saja tak mengatakan apapun, hanya memberikan beberapa lembar uang pada petugas itu.
"Biasakan bilang terimakasih Ndre,," Tegur Nisa lirih.
Andreas hanya menoleh dengan tersenyum tipis, dia mengajak Nisa masuk menarik koper milik Nisa untuk di bawa,masuk ke dalam.
"Mereka lebih butuh uang daripada ucapan terimakasih." Andreas baru menanggapi perkataan Nisa setelah masuk dan menutup pintu.
"Kamu bisa tidur di sana." Andreas menunjuk salah satu pintu kamar. Lalu mengajak menarik koper menuju ke kamar tersebut.
"Sejak kapan kamu tinggal disini.?" Tanya Nisa sembari mengamati semua sudut apartemen yang di lengkapi dengan barang-barang mewah dan design yang elegan.
"5 tahun yang lalu, setelah aku menyelesaikan studi di New York."
Andreas membuka pintu kamar. Nisa masih mengikutinya di belakang.
"Jadi sejak dulu kamu jarang tinggal di rumah.?" Nisa terus mengajukan pertanyaan pada Andreas. Dia ingin tau lebih banyak tentang kehidupan laki-laki itu di usia remajanya.
Mungkin saja lebih berat dari yang di bayangkan oleh Nisa.
"Rumah yang mana.? Tempat tinggalku hanya disini." Nada bicara Andreas terdengar penuh amarah. Begitu juga dengan sorot matanya.
Seolah ada kejadian buruk yang membuat Andreas menjadi emosional saat membahasnya.
"Aku mau mandi dulu. Nanti saja membereskan barang-barangmu, biar aku bantu." Ujar Andreas kemudian bergegas keluar meninggalkan Nisa seorang diri di kamar itu.
alurnya menarik...
konfliknya buat emosi naik turun...
ga bs berhenti baca...penasaran terus...
jadi dendam mana yang didustakannnnn....👍👍✊️