Amayra Alifya Husna, adalah seorang gadis yang baru saja menginjak kelas 3 SMA. Gadis cantik berhijab, cerdas dan disukai banyak orang. Memiliki masa depan cerah dan memiliki cita-cita mulia menjadi seorang Guru. Namun kejadian naas pada suatu malam telah mengubah nasibnya.
Amayra terpaksa harus putus sekolah karena ketahuan hamil di luar nikah oleh seorang pria mabuk yang baru saja dia temui, ia adalah seorang presdir di perusahaan Calabria grup Bramastya Zein Calabria yang sering di sapa Bram, terpaut jauh usianya dengan Amayra yang masih belia. Tidak mau bertanggung jawab atas kehamilan Amayra, Bram melimpahkan tanggungjawab kepada sang adik, yang merupakan seorang dokter muda bernama Satria Alvian Calabria baru saja lulus dari fakultas kedokteran. Sementara Bram menghilang!
Amayra yang kehilangan mimpinya berusaha menghadapi pernikahan di usia dini, dia berusaha menjadi istri yang baik dan Sholehah. Walau pikirannya masih ingin sekolah, Satria awalnya cuek dan tidak peduli pada Amayra berubah menjadi perhatian melihat sikap Amayra yang baik dan taat. Cinta pun mulai hadir diantara mereka, namun saat hubungan mulai terbina. Bram hadir kembali dalam kehidupan mereka dan mengatakan akan mengambil kembali Amayra dan anaknya dari Satria.
Kepada siapakah Amayra akan menjatuhkan pilihannya? pada pria brengsek yang meninggalkan nya di saat saat tersulit? atau pada suaminya yang bertanggungjawab untuk dirinya? Berhasilkah Amayra meraih mimpi dan cita-cita nya?
follow Ig author: Irmanurhayati41
FB :Irma Nurhayati
follow juga author nya ya ❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma Kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27. Kesempatan
...🍀🍀🍀...
Entah kenapa Amayra terlihat kesal ketika Bram berada di dekatnya. Dia bahkan mendorong pria itu, meminta nya untuk menjauh. "Pergi, jangan dekat-dekat denganku! Aku-"
Perutnya kembali bergejolak, tangannya menutup mulut. "Uwekk... uwekkk!!"
Jebblakkk!
Amayra kembali masuk ke dalam kamar mandi dan muntah-muntah. "UWEKKK.. UWEKKK!!"
Anehnya, Bram terlihat cemas dengan keadaan Amayra. Sampai-sampai dia bertanya ada apa dengan dirinya. Bram bingung sendiri. Alexis pun menghampiri nya dan menyadarkan Bram dari kebingungan itu.
Nilam meminta lagi kepada suaminya agar memberikan satu kesempatan pada Bram untuk merubah dirinya menjadi lebih baik. Alexis juga memohon kepada Cakra untuk memberikan nya kesempatan menjadi calon menantu yang baik untuk keluarga Calabria. Cakra pun memutuskan akan memberikan Bram dan Alexis satu kesempatan. Bram masih akan menjadi bagian dari keluarga Calabria, namun atas perbuatannya yang tidak bertanggungjawab dia akan dihukum.
Hukuman untuk Bram adalah pekerjaan nya di kantor dimulai dari bawah lagi, di rumah nya sendiri dia juga harus menjadi pembantu.
"Pa! Papa apa apaan sih? Hukuman macam ini? Aku sudah minta maaf pada gadis kampung itu! Kenapa aku-" Bram menatap kesal ke arah papa nya.
"Bram! Cukup! Papa tidak mau mendengar penolakan mu, kalau kamu tidak setuju silahkan angkat kaki dari rumah ini." Cakra mempersilakan Bram pergi dari rumah itu, jika memang Bram tidak mau mematuhinya.
"Bram, udah nurut aja!" bisik Nilam pada putranya.
Bram menghela napas, dia setuju untuk melakukan hukuman dari ayahnya. "Iya Pah, Bram setuju." Jawab nya sambil menganggukkan kepalanya dengan enggan.
"Oh ya dan satu lagi, kartu kredit kamu akan papa ambil, termasuk semua fasilitas! Mobil, uang, kartu kredit, jaminan kesehatan, Papa akan mengambil semuanya." ucap Cakra tegas.
Alexis terpana mendengar ucapan Cakra, dia tidak kesal dengan keadaan Bram yang tersudutkan oleh Cakra.
Alexis, tenang.. Bram tidak miskin. Dia hanya sedang dihukum oleh papanya. Dia akan mendapatkan kembali semuanya kalau dia melewati masa hukuman nya. Jika aku membujuknya untuk bisa bersikap baik, ini akan berhasil. Alexis berusaha menenangkan pikiran nya sendiri dari rasa takut.
"A-Apa? Papa, papa gak bisa gitu dong! Kalau papa ambil semua nya, aku gak akan punya uang! Lalu aku harus pergi kerja pakai apa kalau aku tidak punya mobil?" protes Bram para pria paruh baya itu.
"Papa gak peduli." Cakra langsung mengambil kunci mobil, kartu kredit, dompet yang berisi beberapa lembar uang ratusan ribu dari tangan Bram.
Cakra ingin menghukum anaknya yang tidak bertanggungjawab itu, dia ingin Bram bisa dewasa seperti anak bungsunya, Satria. Selama in Bram selalu di manja oleh nya dan Nilam, hingga tidak pernah merasakan hidup susah. Bahkan sampai usia 30 tahun, Bram masih seperti anak ABG yang tidak dewasa dan sangat kekanak-kanakan. Hal itu terlihat dari cara Bram meninggalkan Amayra setelah menodai dan menghancurkan kehidupan gadis itu.
Semoga Bram bisa menjadi lebih dewasa, itu adalah harapan Cakra. Dia juga sudah memiliki rencana agar Satria bercerai dengan Amayra, kemudian Bram lah yang harus menikahi Amayra seperti seharusnya.
Setelah pembicaraan itu usai, Cakra pergi bekerja. Sementara Bram, Nilam dan Amayra berada di dalam rumah. Amayra terus menghindari Bram ketika dia melihat ayah bayinya, itu karena dia merasa sangat mual ketika melihat wajah Bram.
"Non, non Mayra gak apa-apa? Bibi ambilkan lagi balsem ya?" tanya Dewi perhatian, dia melihat Amayra yang baru saja keluar dari kamar mandi.
"Gak apa-apa bi, udah mendingan kok." Jawab Amayra sambil tersenyum dan mengaduk-aduk adonan di baskom dengan mixer.
Kenapa ya aku semakin mual saat aku melihat om Bram? Ya Allah.. aku ini kenapa?. Amayra bingung, kenapa melihat Bram rasa mual nya semakin bertambah.
"Beneran non?"tanya Dewi cemas.
"Beneran bi, hehe. Oh ya, kalau bibi mau nyuci..lanjutkan aja bi, saya mau mengaduk adonan dulu." Amayra terlihat bersemangat, dia mengambil bubuk coklat dan memasukkan nya ke dalam sana.
"Non, maaf saya bertanya seperti ini..tapi, apa non benar-benar mau jualan kue?" tanya Dewi berhati-hati.
"Iya Bi! Tenang saja, saya sudah biasa kok jualan kue.. waktu tinggal sama ayah juga begitu." jawab Amayra sambil tersenyum.
"Bukan begitu maksud saya non, tapi apa nyonya besar akan mengizinkan nya?" Dewi khawatir bahwa hal ini akan menimbulkan masalah lagi.
"Gak apa-apa kok bi, tenang aja. Nanti saya yang bicara pada Bu Nilam." Amayra bertekad tidak mau uang sepeser pun dari keluarga itu, dia ingin mandiri dan mencari uang sendiri. Dia juga tidak berani minta pada Satria.
Hari itu dia menjajakan kue nya, setelah mendapatkan persetujuan dari Nilam untuk menjual kue. Dia dibantu oleh Dewi pergi sebuah toko kue yang ada disana. Dewi lah yang mengantarkannya, pemilik toko kue itu sangat senang karena kue buatan Amayra begitu enak setelah dia mencoba tester nya.
"Bisa gak besok saya pesan yang ini, dan yang ini di lebihin 50 biji? Bisa?" tanya Bu Melati seraya menunjuk pada kue coklat dan kue sus yang ada di kotak kue milik Amayra.
"Hem...lima puluh ya?" dia terlihat berfikir.
Kalau bikin lima puluh apa gak kebanyakan? Terus kalau aku bikinnya sendirian, pasti aku keteteran dengan waktunya.
"Bisa kok Bu, yang ini 50? Siap!" jawab Dewi sambil tersenyum pada Amayra, dia mengisyaratkan pada wanita itu bahwa dia akan membantu Amayra untuk membuat kuenya.
Dari sana Amayra langsung mendapatkan uang muka dari Bu Melati untuk pesanan kue esok hari. "Alhamdulillah ya Bi.."
"Iya, ternyata non Mayra selain cantik, pintar, jago masak lagi. Non Anna juga suka menceritakan tentang non Mayra." Dewi tersenyum sambil menatap gadis belia itu.
"Ah bibi bisa aja deh, yuk ah kita pulang Bi!" Amayra masih bisa tersenyum lebar, di dalam keadaan nya yang tidak menyenangkan itu. Dia berjalan seolah tidak ada beban. Hatinya senang karena Nilam tidak melarangnya untuk berjualan, seperti apa katanya di sekitar kompleks itu tidak ada yang mengenalinya. Amayra juga di larang menggunakan nama Calabria.
Sebenarnya kamu kasihan sekali, bagaimana bisa gadis baik seperti kamu mengalami hal buruk seperti ini? Semoga kamu bisa menemukan semua kebahagiaan mu nanti. Dewi menatap gadis itu dengan mata berkaca-kaca.
Siang itu Amayra dan Dewi jalan kaki bersama untuk kembali ke rumah Calabria. Sesampainya disana, Amayra menyapa pak Muin. Dia ingin mendapatkan kenyamanan di dalam rumah itu dengan memiliki banyak orang yang baik padanya.
Malam itu, sehabis menunaikan shalat Isya, Amayra masih menunggu Satria pulang di kamarnya. Anna menghampiri nya dan menyampaikan pesan Opanya, memintanya untuk makan malam lebih dulu karena Satria akan pulang terlambat. Amayra dan Anna berjalan menuju ke ruang makan. Dia melihat semua orang sudah duduk disana termasuk Bram dan Nilam.
"Ayo May, makan malam dulu. Satria bilang kalau dia akan pulang terlambat." ucap Cakra ramah kepada menantunya.
"I-iya pak." jawab Amayra sambil menundukkan kepalanya, dia tidak mau melihat Bram dan memalingkan wajahnya.
"Nak, kamu adalah menantuku. Sudah seharusnya kamu memanggil ku, papa." ucap Cakra pada Amayra.
"Iya Pah, maaf saya belum terbiasa." jawab Amayra.
"Gak apa-apa, mulai saat ini dan seterusnya kamu harus membiasakannya ya. Panggil mama mertuamu dengan sebutan mama ya, jangan ibu." Cakra mengingatkan pada menantu nya itu.
Bram menatap Amayra dengan tatapan tajam, dia tidak senang melihat Amayra duduk di depannya. Apa tadi dia memalingkan wajahnya dariku?
"Iya Pah.." Amayra duduk di kursi itu dan menahan mualnya.
Ya Allah kenapa aku mual lagi.
"Ayo May, makan...buat sepupuku yang ada di dalam sana juga." Anna menyemangati Amayra sambil tersenyum, dia tidak mau wanita hamil stress atau sedih.
"Kamu harus banyak makan sayur juga, dokter Bevan bilang kalau kamu gak boleh kecapean dan harus banyak makan makanan berkhasiat. Kamu harus jaga cucu papa dengan baik." Cakra tersenyum ramah.
"Iya, jangan sampai kamu pingsan lagi dan merepotkan semua orang yang ada di rumah ini!" kata Nilam dengan suara ketus seperti biasanya. Amayra tersenyum mendengar perhatian semua orang pada nya dan bayinya.
Dia pernah pingsan? Memang bayinya kenapa? Apa kandungan nya lemah? Ah.. kenapa aku bertanya-tanya seperti aku peduli padanya? Aku pasti sudah gila. Bram memikirkan keadaan wanita yang berada di depannya itu.
"Iya ma, pa, aku akan-" begitu mata Amayra dan mata Bram bertemu, Amayra kembali mual-mual.
Dia beranjak dari kursinya dan berlari menuju ke kamar mandi. Bersiap memuntahkan apa yang ada di perutnya. Bram ikut tercekat melihatnya, tapi di kembali duduk setelah melihat Anna menyusul nya.
UWEKKK.. UWEKKK... uwekkk..
"Biasanya dia hanya mual di pagi hari saja? Kenapa jadi hampir setiap saat?" tanya Nilam heran.
"Ma, apa mama gak ingat dulu saat mama hamil Bram?" Cakra mengingatkan istrinya ketika istrinya sedang mengandung Bram dulu. Nilam mengatakan bahwa saat hamil Bram dulu, Nilam selalu mual dan tidak suka dengan keberadaan suaminya. Seperti nya hal ini juga dirasakan oleh Amayra yang tidak suka dengan kehadiran Bram.
Bram tercengang mendengar cerita dari mama nya. Dia jadi yakin kalau anak yang ada di dalam perut Amayra memang anak nya. Karena Amayra yang terus mual dan tubuhnya menjadi lemas, Amayra makan di temani Anna di dalam kamar. Dengan perhatian Anna membujuk Amayra untuk makan lebih banyak karena Amayra makan sedikit.
"Ayo dong May, makan sedikit lagi deh!" Anna membujuk temannya itu.
Wanita itu menggelengkan kepalanya, "Aku benaran gak bisa makan lagi, udah kenyang."
"Nanti Dede bayinya kelaparan gimana? Kamu juga harus minum vitamin nya!" Anna mengomeli wanita yang tidak mau menghabiskan makanannya itu.
Ting Tong!
Itu pasti kak Satria.
Begitu mendengar suara Bel berbunyi, Amayra langsung terbangun dari ranjang nya. Dia melangkah pergi ke luar dari kamar dengan semangat, dia ingin menyambut suaminya.
Amayra berlari tanpa rem menuju ke arah pintu, hingga dia tak sadar kalau dia menginjak rok nya sendiri.
"Innalilahi!" ucap nya kaget, tubuhnya mulai roboh ke depan.
Cekret!
GREP!
Untunglah Satria membuka pintunya dan menahan tubuh Amayra agar tidak terjatuh. Lagi-lagi pria itu menangkapnya. Dari lantai atas, Bram melihat kedua orang yang terlihat sedang berpelukan itu. Dia bergumam sendiri, "Apa apaan ini?"
"Alhamdulillah.." Amayra merasa sangat tertolong dengan tangan kekar yang melingkar ditubuhnya itu.
Astagfirullah! Aku berpelukan lagi dengannya. Amayra berdiri tegap, menjauhkan dirinya dari pelukan Satria.
"Aku sudah ingatkan padamu, jangan lari-lari seperti itu! Kamu tidak ingat bayi yang ada di dalam perut mu?" Satria mengomeli Amayra yang selalu lari terburu-buru.
"Ma-maaf, tapi aku-"
"Sudah jangan minta maaf lagi. Ambil ini!" Satria menyerahkan kotak ponsel baru pada istrinya.
Amayra terlihat kebingungan menerima kotak ponsel itu.
...---***---...
Hai Readers! Author ada rekomendasi novel bagus nih ☺️ Mampir ya 😘 Jangan lupa Like, komen, Gift dan vote nya..
ceritanya bagus, keren banget dan banyak ilmu yang bisa diambil, semoga kakak Author selalu sehat, selalu semangat dan selalu sukses, aamiin yaa Rab...🙏🙏🙏💪💪💪