Menjalin bahtera rumah tangga selama delapan tahun bukanlah waktu yang sebentar bagi seorang Marisa dan juga Galvin.
Namun pernikahan yang dilandaskan perjodohan itu tak membuat hati Galvin luluh dan memandang sosok sang istri yang selalu sabar menunggu.
Adanya buah hati pun tak membuat hubungan mereka menghangat layaknya keluarga kecil yang lain.
Hingga suatu hari keputusan Marisa membuat Galvin gusar tak karuan.
Instagraam: @iraurah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iraurah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Datang
Sudah lima hari Marisa berada di Jogja, ia sangat menikmati hari-hari tanpa ada gangguan dari siapapun. Setiap hari Marisa mengunjungi tempat-tempat indah yang bisa membuat pikirannya teralihkan dari semua masalah yang sedang ia hadapi.
Tak jarang Marisa pun pergi berbelanja kebutuhan selama di Jogja, sebagai seorang wanita Marisa jarang sekali melakukan hal semacam ini.
Saat di jakarta ia lebih banyak mengurusi kebutuhan rumah dan juga cafe, dan sekarang Marisa menuntaskan seluruh keinginan yang belum ia penuhi.
Tetapi hari ini Marisa sengaja tidak kemana-mana, ia lebih memilih diam di hotel mengistirahatkan tubuhnya dari pagi hingga malam.
Tadi siang ia sudah melakukan video call bersama Devano melalui ponsel Arini, Devano juga kelihatannya baik-baik saja dan tidak merengek pada Marisa agar ia cepat pulang ke Jakarta.
Marisa bersyukur karena di situasi seperti ini Devano bisa mengerti dirinya meski Marisa mengatakan alasan yang bukan sebenarnya kenapa ia pergi ke Yogyakarta, biasanya Devano sama sekali tidak bisa berlama-lama jauh dari Marisa apalagi dalam jangka waktu satu minggu.
Marisa pun berjanji akan memberi oleh-oleh sebagai hadiah agar Devano senang saat nanti Marisa pulang, bocah itu pun nampak sangat gembira tak sabar ingin segera mendapatkannya.
Marisa segera mencatat barang yang akan diberikan pada Devano ke dalam daftar belanjaan, wanita tersebut tak henti-hentinya tersenyum sambil terus mengingat wajah manis sang putra saat tadi siang.
Setelah itu Marisa bangkit dan pergi ke dapur untuk membuat susu hangat sebelum ia tidur, dengan kimono tidurnya ia berjalan ke arah ruangan tersebut dan mulai meracik minuman favorit.
Marisa menuangkan susu kental manis ke dalam gelas dan mencampur nya dengan air panas, Marisa dapat mencium aroma segar dari minuman yang tengah ia aduk sampai kedua benda cair itu menyatu dengan sempurna.
Marisa meminum beberapa teguk hingga menyisakan setengah gelas, cuaca hari ini begitu dingin ditambah AC yang selalu menyala dua puluh empat jam membuat Marisa membutuhkan asupan energi untuk malam ini agar tubuhnya tetap terasa bugar.
Marisa menyibak helaian rambut yang terurai panjang agar tak menganggu saat ia meniup asap yang berasal dari minumannya.
Ting Tong!
Ting Tong!
Suara bel berbunyi nyaring hingga ke areaa dapur, Marisa dalam sekejap meletakkan gelasnya dan menoleh ke arah pintu, ia ingin memastikan jika bel itu memang berasal dari kamarnya.
"Siapa yang menekan bel?" Gumam Marisa berpikir.
Ting Tong!
Ting Tong!
Bel pun berbunyi kembali, mau tidak mau Marisa harus membuka pintu untuk melihat siapa yang datang, ia lalu meninggalkan minumannya dan berjalan ke arah sumber suara.
Ting Tong!
Ting Tong!
"Ya.... Sebentar..... " Teriak Marisa.
Marisa mempercepat langkahnya menuju pintu tersebut, ia pun dibuat penasaran siapa orang yang berulang kali menekan bel di sana, benar-benar tidak sopan!
Tangan lentik Marisa mulai menempel pada handel pintu, karena kerusuhan itu Marisa bahkan tidak sempat melihat seseorang dari balik celah kecil yang menempel pada pintu hotelnya.
Dan saat ia membuka benda penghalang itu seketika Marisa terbelalak tak percaya.
Deg!
"Galvin...?!"
***
"Eyang, papah kok tidak kesini? Apa papah masih kerja?" Tanya Devano yang kini sedang bermain di ruang tengah bersama Arini.
"Tadi papah bilang sedang ada urusan, mungkin urusan pekerjaan. Eyang juga tidak tahu karena papah mu tidak memberitahu eyang" Jawab Arini jujur, tadi siang Galvin sempat menelponnya dan memberitahu jika dia tidak akan pulang dan bertemu Devano malam ini, Galvin mengatakan ia sedang ada urusan penting yang harus ditangani tanpa memberitahu urusan apa itu.
Arini pun mengiyakan karena Arini tahu jika Galvin memang sering mempunyai urusan mendadak, namun saat ia bertanya apakah itu urusan pekerjaan Galvin justru terdiam dan buru-buru mematikan telepon mereka.
"Yahhh..... Padahal Devano ingin bermain dengan papah" Lirih Devano dengan wajah cemberut.
Arini mendekat dan mengelus pucuk kepala cucu satu-satunya itu, ia paham apa yang dirasakan Devano pasti Devano bosan jika harus bermain sendirian.
"Memang Devano mau main apa? Kan ada eyang, main dengan eyang saja yuk!" Ajaknya pada sang cucu.
Devano menggeleng lesu dan semakin menekuk wajahnya.
"Devano mau bermain polisi-polisian, nanti kalau eyang lari-lari eyang bisa jatuh" Ucap Devano.
Arini tersenyum lembut sembari terus mengelus kepala Devano penuh kasih sayang.
"Papah tidak bisa terus-menerus menemani Devano bermain, kasihan papah jika harus bermain kejar-kejaran papah pasti capek apalagi papah habis pulang bekerja.
Makanya Devano harus punya teman baru" Ujar Arini.
Devano mengerutkan alisnya dan menatap wajah sang nenek yang masih terlihat cantik meski dimasa tuanya.
"Teman baru?? Siapa memang?" Tanya Devano tidak mengerti.
Arini menunduk dan membisikkan sesuatu di telinga Devano.
"Adik baru"
"Hahh??? Adik baru???" Mata Devano membola ketika mendapat pernyataan dari arini.
"Iya, adik baru. Kalau Devano punya adik Devano bisa bermain dengannya setiap hari. Bahkan bukan hanya bermain saja, tapi Devano juga bisa tidur bersama dan belajar bersama. Jadi Devano tidak akan kesepian lagi" Tutur Arini merayu Devano dengan kata-kata.
"Benarkah?? Tapi bagaimana cara Devano supaya punya adik baru?" Tanya Devano dengan kepolosannya.
"Minta pada papah dan mamah mu, bilang pada mereka kalau Devano ingin seorang adik agar Devano tidak kesepian lagi kalau papah dan mamah tidak ada" Jelas Arini.
"Begitukah, eyang?? Devano ingin adik eyang! Nanti kalau papah mamah sudah pulang Devano ingin minta adik...!!" Seru Devano penuh semangat, ia sudah bisa membayangkan bagaimana serunya mempunyai adik kecil yang akan menemani Devano bermain semua permainan.
"Bagus kalau begitu, eyang sangat mendukung Devano punya adik baru. Nanti eyang ajak kalian jalan-jalan, Devano mau??"
"Mau eyang mauuuu.......!!"
***
"G-galvin... Kau.... Disini?!"
Lirih Marisa tak percaya, orang yang tadi menekan bel pintu ternyata adalah Galvin, suaminya sendiri!
Pria berbadan kekar nan tinggi tersebut berdiri menjulang di hadapannya, menatap Marisa dengan tatapan datar yang sulit diartikan.
Tubuh Marisa bergetar tak karuan, melihat kedatangan suaminya hati marisa dibuat kacau dan berdebar.
Nafasnya memendek seolah rongga paru-parunya menyempit untuk menghirup oksigen yang ada.
"Ke-kenapa.... Kau... A-ada disini?" Cicit Marisa terkejut.
"Nanti akan aku jelaskan, sekarang aku sangat lelah. Bisakah kau mempersilahkan aku masuk?" Ujar Galvin tanpa beban.
Marisa langsung terjaga dan menatap Galvin dengan tatapan bingung, bingung karena Galvin yang tiba-tiba datang dan juga menginginkan masuk ke dalam kamar hotelnya. Sebenarnya ada apa ini??
Lama Marisa terdiam sampai Galvin pun berujar kembali.
"Apa yang kau pikiran kan? Kau tidak mengizinkan ku masuk?"
"Apa...? Emm...maksudku I-iya.... Si-silahkan masuk"
Dengan terpaksa akhirnya Marisa pun membuka pintu untuk mempersilahkan Galvin masuk.
Pria itu pun melangkah dengan santai dan menduduki sofa yang tersedia di sana.
Sedangkan Marisa masih berdiri mematung dengan sejuta kebingungan nya.