Fabian dipaksa untuk menggantikan anaknya yang lari di hari pernikahannya, menikahi seorang gadis muda belia yang bernama Febi.
Bagaimana kehidupan pernikahan mereka selanjutnya?
Bagaimana reaksi Edwin saat mengetahui pacarnya, menikah dengan ayah kandungnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Myatra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 26
Febi membiarkan saja perlakuan suaminya kepadanya, memakaikan baju, menyisir rambut, bahkan membantu mengeringkan rambutnya. Febi terlalu lelah sepagi ini sudah dikerjai dua kali oleh suaminya.
"Maaf ya, sayang, pasti kamu lelah."
Febi menjawab permintaan maaf suaminya dengan mengerucutkan bibirnya. Fabian tertawa melihatnya,
"Sudah bibirnya jangan dimonyongkan begitu, jadi pengen gigit."
Febi langsung menutupi bibirnya dengan sebelah tangan.
"Lagian, Om ganas banget, masa sekali aja nggak cukup!"
"Habis kamu itu bikin ketagihan, sayang! Semua yang ada padamu sekarang menjadi candu untuk ku" bisik Fabian lembut di telinga Febi, yang membuatnya kegelian dan meremangkan bulu-bulu halus di tengkuknya. Tangan Fabian memeluk tubuh Febi dari belakang.
Fabian memutar tubuh istrinya menghadapnya dan mengangkatnya lalu mendudukannya di ujung meja rias.
"Kamu istirahat saja di rumah, aku ke toko dulu ya, nggak akan lama, nanti siang aku pulang. Itu aku bawain timun untuk mengompres mata bengkakmu."
"Iya, aku mau tidur lagi aja. capek!"
Fabian mengecup kembali bibir Febi dengan lembut dan cukup lama, Febi pun menikmati kecupan dari suaminya. Fabian mengangkat tubuh Febi, tanpa melepaskan kecupannya, baru saat di samping tempat tidur, Fabian melepaskannya.
Fabian merebahkan tubuh Febi, dan menyelimutinya, kemudian beranjak untuk mengambil mentimun yang tadi sengaja disiapkan untuk mengompres mata istrinya.
Fabian mengecup mata Febi, kemudian menyimpan mentimun di kedua mata Febi.
"Aku berangkat sekarang ya. I love you!" Fabian mengakhiri kemesraannya pada sang istri dengan mengecup kening Febi.
Meski mata Febi terpejam dan tertutup mentimun, namun telinga Febi tetap menangkap suara-suara pergerakan di sekitarnya, termasuk saat Fabian berjalan menjauh dari tempat tidur, membuka dan menutup pintu kamar.
Setelah yakin suaminya pergi, Febi melepas mentimun dan membuka matanya, kemudian duduk menyandarkan badannya. Febi mengingat kembali percintaannya dengan Fabian barusan,
'Apa aku terlihat seperti wanita gampangan yang mudah luluh hanya dengan sedikit rayuan?' Febi membathin dalam hatinya
Febi kembali mengambil ponsel, yang sejak tadi terabaikan, memencet tombol power, kembali meneruskan niatnya untuk menghubungi kakak iparnya, Ana.
Febi mulai mengetik pesan.
"Kak Ana..." terkirim, langsung terbaca dan terlihat, Ana sedang mengetik balasan.
"Iya, Feb.."
"Ka Ana lagi sibuk?"
"**L**agi beres-beres sambil main hp," Ana mengakhiri pesannya dengan emotikon ketawa ngakak.
"Kata mamah sekarang, Febi sudah di Garut," Ana kembali mengirimi Febi pesan.
"Iya, ka sudah beberapa hari di Garut. Aku telepon kaka ya!"
Ana tak membalas pesan Febi, tapi langsung meneleponnya. Karena Ana tahu, jika Febi ingin meneleponnya, ada sesuatu yang penting yang ingin disampaikannya.
"Kenapa, Feb?"
"Ka Ana, aku mau nanya sesuatu..."
"Boleh, nanya apa?"
"Kak, apa jika seorang istri sudah menyerahkan diri seutuhnya pada suaminya, di sebut wanita muraha, gampangan?"
"Kenapa mikir gitu, Feb? Itu nggak benar, hal seperti itu bukan karena seorang istri wanita gampangan, tapi sebagai bentuk pengabdian istri pada suami, itu juga bernilai ibadah Feb. Penyatuan dua jiwa, jika dilakukan dengan pasangan yang sah, itu bernilai ibadah."
"Kakak punya lingeri?"
"Hahahaha, kenapa nanya kaya gitu? Febi mau beli lingeri? Kalau malu bisa beli online. Kakak ada sih beberapa, dulu ada teman yang ngado juga, beli sendiri juga. Iti untuk menyenangkan suami, Feb, agar makin sayang."
"Gitu ya kak. Kalau misal dibelikan suami, itu bukan berarti suami suka wanita yang seksi-seksi, kak?"
"Kayanya alamiah, Feb jika setiap laki-laki normal menyukai wanita berpenampilan seksi. Begitu pun suami-suami kita. Makanya biar mata suami tetap terjaga hanya untuk kita, sesekali kita harus memanjakan mata suami, berdandan seksi di depan suami, toh nggak pakai sehelai benang pun nggak akan dosa, Feb," Ana menjelaskan panjang lebar.
"Tapi ko malu ya, kak?"
"Awal-awal mungkin malu, tapi lama-lama ya biasa aja. Menanggalkan rasa malu dihadapan suami sangat boleh Feb."
"Makasi nasihatnya, kak."
"Iya sama-sama. Kamu sama Fabian baik-baik saja?"
"Kami baik-baik saja, kak. Makasi sudah mendengatkan curhatan aku. Kakak kapan ke rumah mamah lagi?"
"Belum tahu, Nunggu abang Chandra dapat cuti lagi. Febi kapan?"
"Week end ini mungkin pulang, kak. Senin, aku harus ke sekolah. Udah dulu, ya kak. Sekali lagi terima kasih.
"Iya, sama-sama."
Panggilan pun di akhiri keduanya.
Febi merenung, ternyata yang dikatakan suaminya memang benar, lama berpikir membuat Febi mengantuk dan tertidur.
¤¤FH¤¤
Fabian sedang sibuk karena kedatangan suplier tokonya. Fabian memilah dan memilih barang yang akan dijual di tokonya, matanya menangkap sebuah gelang yang serasi dengan cincin, liontin juga anting, modelnya yang unik membuat Fabian teringat kepada istrinya, Fabian mengambil semuanya, untuk dihadiahkan pada istri tercintanya.
Belum lama suplier pergi, Fabian kedatangan tamu kembali. Niatnya untuk pulang dan memberikan kejutan pada Febi, tertunda.
Yang datang adalah Mutia, pemilik butik pakaian yang tokonya tak jauh dari toko Fabian.
"Hai, Mut. Tumben main ke toko?" Fabian menyambut kedatangan Mutia.
Fabian melihat Mutia tak seceria biasanya. Wajahnya sedikit pias, tanpa polesan make up.
"Fab, bisa kita ngobrol berdua?" Mutia nampak seriua mengatakan itu
"Ada apa? Kayanya serius neh," Fabian masih mencoba mencairkan suasana, tetapi raut wajah Mutia tetap tak berubah.
Akhirnya Fabian menuruti Mutia. Di sinilah mereka berada, food court plaza, yang berada di lantai atas.
"Mau bicara, apa Mut?" ucap Fabian mengawali pembicaraan, karena sudah sepuluh menit berlalu, tapi Mutia tetap diam saja.
"Kamu benar sudah menikah?" tanya Mutia dengan mata berkaca-kaca.
"Iya, betul. Bukannya semalan kamu sudah kenalan sama Febi?"
"Tapi kenapa?"
"Ada alasan kami harus menikah, tapi yang pasti itu sudah jadi takdir kami."
"Lalu, aku gimana?"
"Memang kamu kenapa, mut?" Fabian tak mengerti pertanyaan Mutia.
Mutia tertawa sumbang, lebih tepatnya menertawakan dirinya sendiri.
"Apakah kedekatan kita selama ini tak ada artinya buat kamu?"
"Maksud kamu?" Fabian tetap tak mengerti arah pembicaraan Mutia.
Fabian melihat Mutia meneteskan air mata yang langsung dihapus kasar oleh tangannya.
"Aku cinta sama kamu Fabian!!"
BERSAMBUNG
Terima kasih untuk reader yang masih setia menunggu cerita ini.
Dukung author dengan like, vote, koment dan subscribe cerita ini dan cerita author lainnya.
Selamat membaca.
penasaran terus
gak enak banget dibaca
semoga bian dan Febi bahagia selalu
kan katanya sejak kecil Fabian kurang kasih sayang mama