NovelToon NovelToon
Misteri Permainan Takdir

Misteri Permainan Takdir

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / CEO Amnesia / Pengasuh
Popularitas:874
Nilai: 5
Nama Author: Sagitarius-74

Maya yang kecewa dengan penghinaan mantan suaminya, Reno, mencoba mencari peruntungan di kota metropolitan.. Ia ingin membuktikan kalau dirinya bukanlah orang bodoh, udik, dan pembawa sial seperti yang ditujukan Reno padanya. "Lihatlah Reno, akan aku buktikan padamu kalau aku bisa sukses dan berbanding terbalik dengan tuduhanmu, meskipun dengan cara yang tidak wajar akan aku raih semua impianku!" tekad Maya pada dirinya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sagitarius-74, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BU RATNA, ADA APA DENGANMU?

35 tahun, waktu yang terasa begitu cepat berlalu bagi bu Ratna. Ada satu kenangan yang selalu menghantuinya, sebuah bisikan samar yang seringkali muncul di sela-sela kesadarannya. Kenangan saat ia melahirkan.

Saat itu, antara sadar dan tidak, di tengah rasa sakit yang luar biasa setelah melahirkan, ia seperti mendengar suara pak Herman, berbicara dengan seseorang. Kalimat itu begitu jelas terngiang di telinganya,

"Tukarkan bayi ini dengan bayi laki-laki!"

Bu Ratna menggelengkan kepalanya, berusaha mengusir lamunan itu. "Ah, aku tak boleh ingat itu terus! Mungkin itu hanya halusinasiku saja!"

Mungkinkah itu hanya halusinasinya? Seperti yang selalu dikatakan pak Herman setiap kali ia mencoba menanyakan masalah itu.

"Itu hanya halusinasi kamu, Ratna. Kamu terlalu lelah waktu itu," begitu kata pak Herman dengan nada lembut namun tegas, jika Bu Ratna menanyakan masalah suara tersebut.

Namun, keraguan itu selalu ada. Setiap kali ia menatap wajah anaknya, setiap kali ia melihat gerak-geriknya, ada sesuatu yang terasa tidak pas. Apakah benar ia telah membesarkan anak yang bukan darah dagingnya? Pertanyaan itu terus berputar di benaknya, menciptakan labirin keraguan yang tak berujung.

"Ah, tapi sudahlah. Mudah-mudahan itu hanya halusinasiku saja seperti yang Mas Herman bilang. Toh aku sudah sangat menyayangi Pram. Dia lebih dari sekedar anakku!" akhirnya Bu Ratna membuang jauh-jauh keraguan dalam hatinya.

Bu Ratna menghela napas panjang. Ia tidak ingin termakan oleh keraguan yang belum tentu benar. Ia mencintai anaknya sepenuh hati, apa pun yang terjadi. Mungkin, memang benar apa kata pak Herman. Itu hanyalah halusinasinya belaka, buah dari rasa sakit dan kelelahan yang luar biasa saat melahirkan.

"Pram, maaf, Ibu gak akan panggil kamu Made. Karena itu bukan namamu. Ngomong-ngomong, sekarang kamu tinggal dimana?" Bu Ratna mulai memfokuskan diri mendekati Made kembali.

"Aku tinggal di rumah kontrakan yang tak jauh dari sini. Hanya lima menit jalan kaki juga udah nyampai," jawab Made.

Ia menjawab tanpa menoleh ke belakang dimana Bu Ratna sedang berdiri memperhatikannya. Made sibuk dengan pekerjaannya, mengepel lantai kafe.

Ada keinginan Bu Ratna untuk memeluk Pram, melepas rasa bahagia dan haru akan anugerah Tuhan, anaknya selamat dari kecelakaan mematikan itu. Tapi itu tak bisa ia lakukan, Pram anaknya tak ingat apa-apa tentang hubungan mereka.

Melihat anak kesayangannya bekerja keras, hati Bu Ratna sakit, mengingat Pram anak kesayangannya, apalagi status Pram sebagai Bos besar.

Bu Ratna geleng-geleng kepala melihat Pram memegang alat pel dan menggosok lantai kafe.

 "Lho, apa ini semua kamu yang kerjakan? beres-beres kafe emang tugasmu, Pram? Harusnya itu tugas OB, bukannya kamu! Mana si Maya bos-mu itu?" Bu Ratna berkacak pinggang, ia memeriksa ke semua sudut kafe, mencari Maya.

"Maya!" Bu Ratna berteriak-teriak nyaring, tubuhnya mondar-mandir mirip setrikaan.

Tak lama kemudian, terdengar sahutan dari luar kafe, "Iya Bu.." ternyata Maya dari tadi sedang fokus memeriksa laporan beberapa perusahaannya di laptop miliknya. Ia duduk di teras kafe dengan laptop dan beberapa berkas dihadapannya.

Bu Ratna bergegas keluar, ia melipat kedua tangannya di dada. Matanya menatap sinis Maya.

"Heh, Maya! Kamu enak-enakan duduk, sementara Pram bekerja keras membersihkan lantai kafe. Emang kamu siapa? Mikir! kamu cuma cewek miskin yang numpang hidup dari kekayaan anakku! Harusnya kamu yang pel! Bukan anakku!" bentak Bu Ratna, suaranya menggelegar.

"Bu, maaf, aku gak tahu Made melakukan itu. Lagipula aku gak nyuruh dia, Bu. Itu Made yang mau sendiri. Harusnya dia udah pulang, ini sudah jam 10 malam. Basanya besok dikerjakan OB sebelum jam kafe buka," jawab Maya.

" Alah, alasan!!" Bu Ratna mengambil berkas dihadapan Maya lalu melemparkannya ke bawah lantai. "Ngapain lagi kamu so sibuk!"

Maya tak membalas walau hatinya sakit. Ia meraih berkas berceceran yang tak jauh dari kursi tempatnya duduk.

Beberapa menit kemudian, Made datang dengan membawa secangkir kopi panas. Sepertinya Made berinisiatif membuat kopi untuk Maya, agar ia tak loyo disaat memeriksa laporan yang bertumpuk.

Bu Ratna terkejut melihat Made memberikan kopi tersebut pada Maya. Tanpa ada buruk sangka pada Bu Ratna, Maya tersenyum pada Bu Ratna dan Made, lalu ia menerima kopi dari tangan Made.

Made dengan hati-hati menghampiri Maya, secangkir kopi panas mengepul di tangannya. "Ini, Bu Maya, kopinya," kata Made sambil tersenyum.

Maya tersenyum balik, "Terima kasih, Made. Kamu memang selalu tahu apa yang aku butuhkan."

Namun, belum sempat Maya menerima cangkir itu, tiba-tiba...

"PLAK!"

Bu Ratna, dengan wajah masam, menepis cangkir kopi itu hingga isinya muncrat ke wajah Maya. Maya menjerit kesakitan, memegangi wajahnya yang memerah.

"Astaghfirullah!" seru Made kaget. "Bu Ratna, apa yang Ibu lakukan?!" Made menatap tajam Bu Ratna, ia tak menyangka Bu Ratna tega melakukan itu pada Maya.

Bu Ratna menyeringai puas. "Rasain luh! Biar tahu rasa!" ucapnya sinis, lalu berbalik pergi meninggalkan mereka berdua dengan hati puas.

Made panik melihat Maya yang kesakitan. "Bu, ibu tidak apa-apa? Ya Tuhan, merah sekali wajahmu. Tahan ya, saya obati."

Dengan sigap, Made memapah Maya ke dapur. "Mak Eroh pernah mengajarkan ramuan tradisional Bali untuk luka bakar. Semoga ini bisa membantu," gumam Made.

"Ramuan apa, Made? Aku takut..." lirih Maya sambil terisak.

"Tenang, ini alami dan aman. Waktu saya masih di Bali, saya pernah kena knalpot panas, diobati pakai ini juga sembuh," jawab Made menenangkan.

Made kemudian mengambil beberapa bahan dari lemari dapur: lidah buaya segar, madu asli, dan sedikit minyak kelapa.

 "Lidah buaya ini untuk mendinginkan kulitmu, madu untuk mencegah infeksi, dan minyak kelapa untuk melembapkan," jelas Made sambil mengoleskan campuran itu dengan lembut ke wajah Maya.

"Perih..." keluh Maya.

"Tahan sebentar ya. Ini akan meredakan panasnya kok. Sambil saya bacakan do'a, biar cepat sembuh," kata Made sambil membisikkan do'a yang diajarkan Mak Eroh.

Setelah beberapa saat, Maya mulai merasa lebih baik. Wajahnya tidak semerah tadi, dan rasa perihnya mulai berkurang. "Terima kasih, Made. Kamu memang penyelamatku," ucap Maya terharu.

Made tersenyum lega. "Sudah kewajiban saya untuk menolong Bu Maya. Sekarang istirahat ya, biar cepat pulih. Biar kertas kerja dan laptop nanti saya bereskan kedalam."

" Iya," jawab Maya pelan. Ia mengangguk lemah, matanya tak lepas menatap wajah Made. Rasa kagumnya makin bertambah.

Maya semakin merasakan getaran aneh di hatinya berada dekat Made. Sentuhan lembut saat Made mengobati luka bakarnya, perhatian tulusnya, semua itu membuat Maya merasa seolah waktu berputar kembali ke masa lalu, saat mereka masih menjadi sepasang suami istri yang bahagia.

"Made, terima kasih banyak ya. Kalau tidak ada kamu, entah bagaimana jadinya aku," ucap Maya tulus, sambil menatap mata Made lekat-lekat.

Made tersenyum lembut. "Sudah kewajiban saya untuk menolong sesama. Apalagi Ibu bos saya."

"Andai saja kamu ingat siapa aku sebenarnya, Made. Andai saja kamu tahu bahwa aku ini istrimu, ibu susu dari Riko, anakmu." pikir Maya resah.

Hati Maya terasa perih. Ia sangat merindukan Pram, suaminya yang hilang ingatan. Ia ingin sekali Pram kembali, bukan hanya sebagai Made, karyawan di kafenya sendiri, tapi sebagai suami yang sangat mencintainya.

Maya tahu, ia harus melakukan sesuatu. Ia tidak bisa hanya berdiam diri dan berharap keajaiban datang. Ia harus membantu Made memulihkan ingatannya.

"Made, apa kamu tidak merasa ada yang aneh dengan dirimu? Apa kamu tidak merasa ada bagian dari dirimu yang hilang?" tanya Maya hati-hati.

Made mengerutkan kening. "Entahlah, Bu Maya. Kadang-kadang saya merasa seperti ada memori yang kabur, tapi saya tidak tahu apa itu. Saya hanya ingat nama saya Made, dan saya tinggal di Bali."

Maya menggenggam tangan Made. "Made, namamu sebenarnya Pram. Kamu suamiku, dan Riko adalah anak kita. Kamu mengalami kecelakaan beberapa waktu lalu, dan itu menyebabkan kamu hilang ingatan."

Made terkejut. Ia menatap Maya dengan tatapan kosong. "Saya... Pram? Suamimu? Anak?"

Maya mengangguk, air mata mulai membasahi pipinya. "Iya, Made. Kamu Pram, suamiku. Tolong, ingatlah kembali. Aku sangat merindukanmu."

Made memegangi kepalanya. "Saya tidak tahu... Saya tidak ingat apa-apa. Kepala saya sakit sekali."

Maya segera memeluk Made. "Tidak apa-apa, Mas Pram. Pelan-pelan saja. Aku akan selalu ada di sini untuk membantumu mengingat semuanya."

Maya bertekad, ia akan melakukan segala cara untuk mengembalikan ingatan suaminya.

Ia akan menceritakan semua kenangan indah mereka, menunjukkan foto-foto lama, dan membawa Made ke tempat-tempat yang dulu sering mereka kunjungi bersama. Ia yakin, dengan cinta dan kesabaran, Pram akan kembali.

Tanpa Maya sadari, ternyata ada sepasang mata yang memperhatikan mereka berpelukan..

1
Tie's_74
Walaupun karyaku ini ada beberapa adegan dewasanya, tapi ada pelajaran kehidupan yang bisa diambil, kalau dalam hidup ini kita jangan menilai orang dari luarnya saja. Bisa jadi orang yang kita pandang rendah, ternyata dia mempunyai kemampuan diatas kita. Selain itu pelajaran yang dapat diambil dari cerita ini, kita jangan cepat menyerah dengan keadaan, dan harus selalu semangat.. Yakinlah kalau dibalik cobaan pasti akan ada hikmahnya. Ok gess, selalu semangat ya.. 🥰🤗
Tie's_74
Dari bab ini, bisa dipetik pelajaran, bahwa dalam hidup ini kita jangan cepat menyerah. Sesulit apapun Tuhan berikan ujian pada kita, kita jangan cepat menyerah dan selalu semangat menjalani hidup. Karena laut pun tak selamanya pasang, ada masanya surut. Begitupun dengan kehidupan kita. Ada saatnya kita di uji, tapi bila kita tak cepat menyerah, yakinlah kalau badai akan segera pergi, berganti dengan balasan yang setimpal dari Tuhan akan Perjuangan kita. Akan indah pada waktunya.. Untuk para pembaca setiaku, selalu semangat ya.. Semoga kita sehat selalu dan diberikan rezeki lancar, Aamiin.. /Heart/
Tie's_74
Dari bab ini, kita bisa ambil pelajaran, jangan menilai orang dari luarnya ya guys.. Dengan usaha dan kerja keras, yakinlah bahwa hidup kita akan lebih baik. dan tentunya, kita harus percaya diri.. 😁.. Selalu semangat untuk semua pembaca setiaku. 🙏🏻🤗
Tie's_74
Makasih Kaka komennya.. 🙏
Codigo cereza
Terharu banget
Tie's_74: makasih komennya, Kaka 🙏🏻🤗
total 1 replies
Hao Asakura
Ceritanya keren, bahasanya juga mudah dimengerti!
Tie's_74: makasih komennya kakak... 🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!