Fahira Azalwa, seorang gadis cantik yang harus menelan pahitnya kehidupan. Ia berstatus yatim piatu dan tumbuh besar di sebuah pesantren milik sahabat ayahnya.
Selama lima tahun menikah, Fahira belum juga dikaruniai keturunan. Sementara itu, ibu mertua dan adik iparnya yang terkenal bermulut pedas terus menekan dan menyindirnya soal keturunan.
Suaminya, yang sangat mencintainya, tak pernah menuruti keinginan Fahira untuk berpoligami. Namun, tekanan dan hinaan yang terus ia terima membuat Fahira merasa tersiksa batin di rumah mertuanya.
Bagaimana akhir kisah rumah tangga Fahira?
Akankah suaminya menuruti keinginannya untuk berpoligami?
Yuk, simak kisah selengkapnya di novel Rela Di Madu
By: Miss Ra
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Ra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 26
Sore harinya, Zidan pulang tepat pukul lima sore sampai di rumahnya. Dia sudah disambut oleh Viola yang memang sedang menyusun rencananya bersama Fahira. Zidan dengan wajah lelah memasuki rumah itu sambil mengucapkan salam.
"Assalamualaikum---"
"Waalaikumsalam, Mas. Kau sudah pulang?" sambut Viola antusias sambil mengumbar senyumnya.
"Iya, Fahira mana? Apa dia sudah pulang?" tanya Zidan menoleh ke sana kemari mencari keberadaan istri tercintanya itu.
"Mbak Fahira belum pulang. Mungkin sebentar lagi, kau mau dibuatkan kopi, atau teh?" sahut Viola mengalihkan pembicaraan.
"Nanti saja, aku mau mandi dulu," ujarnya, lalu melangkah pergi menaiki tangga.
Viola hanya bisa menatap kepergian pria itu hingga hilang dari pandangannya. Viola akhirnya kembali menyusun rencana, dia menghubungi Fahira melalui pesan bahwa Zidan telah pulang dan mencari keberadaannya.
"Mbak, Mas Zidan mencari mu," ucapnya melalui pesan.
"Baik Vio, nanti aku akan mempersiapkan alasanku saat Bang Zidan menghubungi aku," balasnya.
"Oke."
Tak lama selepas Magrib, Zidan turun menuju ruang keluarga menghampiri Viola yang juga sedang duduk santai di sana. Viola yang melihat Zidan mengembuskan napas kasarnya di sofa, kembali menawarkan minuman untuknya.
"Kau mau dibuatkan apa, Mas? Kopi, atau teh?" tanya Viola sambil memakan camilan.
"Buatkan aku teh saja," sahutnya, masih fokus pada ponselnya.
"Baiklah, tunggu sebentar."
Viola bangkit dan melangkah menuju dapur untuk membuatkan teh. Di dapur, Viola memberi perintah pada Bi Inah untuk menyiapkan makan malam kesukaan Zidan, dan diangguki oleh Bi Inah.
"Baik, Non."
Viola membawa dua cangkir teh ke ruang keluarga dan menaruhnya di atas meja dengan lembut.
"Ini, Mas, tehnya."
"Hem, terima kasih, Vio," sahutnya, masih saja fokus dengan ponselnya.
Tak juga dibalas pesannya oleh Fahira, Zidan akhirnya menelepon istri tercintanya itu. Cukup lama berdering tak juga diterima, akhirnya Zidan kembali menghubungi yang kedua kalinya.
"Halo, Assalamualaikum, Bang---"
"Waalaikumsalam, Aira. Kamu di mana? Kenapa sudah jam tujuh kamu belum juga pulang? Abang mengirim pesan juga tidak dibalas? Kau di mana, Sayang?" balas Zidan memberondong pertanyaan.
"Aira masih di rumah Pak De, Bang. Sepertinya Aira enggak bisa pulang. Di sini hujan badai, bahkan di ujung jalan sana ada pohon tumbang dan jalanan ditutup." Jawaban Fahira membuat Zidan khawatir.
Pria itu berdiri dari duduknya karena terlalu cemas. Bagaimana ada badai? Sedangkan di rumahnya langit begitu sangat cerah dan terlihat banyak bintang bertebaran.
"Kau jangan mengada-ada, Aira! Abang tidak suka kalau kamu bohong!" ujarnya dengan wajah cemas.
"Aira nggak bohong, Bang. Kalau nggak percaya, Abang bisa lihat berita televisi sekarang."
Mendengar itu, Zidan segera menyambar remot di atas meja dan mencari saluran berita. Dan benar saja, hujan badai disertai angin kencang membuat beberapa pohon besar tumbang ke tengah jalan dan akhirnya polisi yang bertugas memberi perintah bahwa jalanan menuju arah pulang ke rumah Zidan ditutup total.
"Halo, Bang. Bang, apa kau sudah melihat beritanya?" tanya Fahira di balik telepon.
"Iya, Abang sudah melihatnya. Kau sengaja datang ke sana agar tidak bisa pulang malam ini, Aira?" balas Zidan dengan suara lirihnya. Zidan curiga Fahira sengaja merencanakan sesuatu agar tidak bisa pulang malam ini.
"Astaghfirullah, Bang, jangan suuzan. Aira kan juga nggak tahu akan ada hujan badai di sini. Maafin Aira, Bang. Aku sudah menyuruh Bi Inah untuk menyiapkan makan malammu, Bang. Jangan telat makan, ya. Aira tutup dulu teleponnya, masih banyak petir. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam---" sahutnya lirih dan tubuhnya luruh di atas sofa.
Jika tahu akan begini keadaannya, dia tidak akan memberikan izin padanya untuk pergi. Zidan melamun memikirkan Fahira, sedangkan Viola sedang menyiapkan makan malam untuk suaminya itu.
"Mas, makan malam sudah siap," ucap Viola membuyarkan lamunan Zidan.
"Kau saja yang makan, aku tidak lapar," sahutnya, kemudian berlalu pergi.
Viola yang sudah sebal dengan tingkah pria itu yang selalu menghindarinya, segera mencegah kepergiannya. Viola berdiri di hadapan Zidan yang akan melangkah menaiki tangga.
"Kau boleh menghindariku, Mas, tapi kau tidak bisa menghindari waktu makan malammu sesuai perintah Mbak Fahira. Kalau kau tidak mau makan, maka aku akan pergi dari rumah malam ini juga dan jangan berharap aku kembali!"
Zidan menatap lekat wajah Viola dan akhirnya menuruti perintahnya untuk makan malam. Zidan melangkah menuju meja makan dan setelah duduk, dia menerima piring yang berisi nasi juga lauk setelah Viola mengambilkannya.
Viola lalu duduk makan malam dalam diam, keduanya tak ada yang bicara. Viola sesekali melirik ke arah Zidan karena ingin melihat gerak-gerik pria itu setelah memasukkan bubuk prgsng di minuman air putih Zidan. Dia berharap rencananya berhasil sesuai rencananya bersama Fahira.
Satu jam berlalu, Viola sengaja menemani Zidan di ruang keluarga yang sedang fokus dengan laptopnya. Dia terus melihat gerak-gerik pria itu yang sesekali mengibaskan tangannya di wajah karena sedikit kepanasan.
"Huuuft--- Panas sekali. Apa AC-nya tidak berfungsi?" tanya Zidan dengan wajah merah menahan rasa panas.
"Masih nyala kok, tapi kayaknya rusak, deh. Aku juga sedikit kepanasan," sahut Viola pura-pura tidak tahu.
Semakin lama rasa panas itu semakin membara. Viola yang melihat keringat bercucuran di tubuh suaminya segera membantu pria itu untuk membuka bajunya.
"Mau aku ambilkan minum?" tanya Viola pura-pura panik.
"Baiklah."
Viola berlari menuju dapur mengambil air minum dan kembali menambah obatnya agar Zidan semakin panas dan tidak akan berhenti saat di ranjang bersamanya nanti.
Viola memberi air minum pada Zidan dan membuat pria itu meneguk habis air putihnya tanpa sisa. Dia sudah menyuruh Bi Inah untuk istirahat dan semua pintu dikunci agar tidak ada yang mendengar suaranya di dalam kamar nanti.
Dan ternyata benar, Zidan semakin kewalahan. Viola sedikit menyentuh bahu Zidan untuk mengusap keringat yang terus keluar dari tubuhnya. Namun, sentuhannya itu membuat Zidan kalap.
Dia justru menarik tangan Viola dan mencium bibir wanita itu dengan brutal, membuat Viola sedikit mengeluh kesakitan. Viola mendorong dada Zidan untuk menghentikan pagutan sesaat.
"Jangan di sini, kita ke kamar saja."
Viola membantu Zidan melangkah menaiki tangga, namun lagi-lagi langkahnya terhenti karena Zidan terus saja menyambar wanita itu dengan paksa karena efek obat tersebut. Akhirnya Viola berhasil membawa Zidan ke kamarnya.
Viola juga tak lupa mengunci pintunya, dan membuka pakaiannya hingga tak tersisa. Zidan yang melihat itu mendorong tubuh Viola hingga terjatuh di atas kasur. Zidan yang sudah kalap tak menghiraukan erangan demi erangan yang Viola keluarkan.
Baginya saat ini, dia ingin menuntaskan hasratnya hingga titik penghabisan meskipun sampai pagi asalkan dirinya bisa menuntaskan semuanya malam ini.
...----------------...
Bersambung....
ko jadi gini y,,hm
jalan yg salah wahai Zidan,emang harus y ketika kalut malah pergi k tempat yg gak semestinya d datangi,Iyu mah sama aja malah nyari masalah..
dasar laki laki
drama perjodohan lagi