Seorang gadis remaja yang kini duduk di bangku menengah atas. Ia bernama Rona Rosalie putri bungsu dari Aris Ronaldy seorang presdir di sebuah perusahaan ternama. Rona memiliki seorang kakak lelaki yang kini sedang mengenyam pendidikan S1 nya di Singapore. Dia adalah anak piatu, ibunya bernama Rosalie telah meninggal saat melahirkan dirinya.
Rona terkenal karena kecantikan dan kepintarannya, namun ia juga gadis yang nakal. Karena kenakalan nya, sang ayah sering mendapatkan surat peringatan dari sekolah sang putri. Kenakalan Rona, dikarenakan ia sering merasa kesepian dan kurang figur seorang ibu, hanya ada neneknya yang selalu menemaninya.
Rona hanya memiliki tiga orang teman, dan satu sahabat lelaki somplak bernama Samudra, dan biasa di panggil Sam. Mereka berdua sering bertengkar, namun mudah untuk akur kembali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosseroo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertanya tentang skuter matic?
Semenjak kejadian kelam yang menimpa Lala akibat ulah Levinson, hidup gadis itu tak lagi sama. Setiap bulan, Rona bersama Samudra selalu menemaninya ke psikiater untuk menjalani konseling. Luka batin Lala terlalu dalam, namun setidaknya kehadiran Rona dan Samudra menjadi penopang yang membuatnya berani menghadapi hari demi hari.
Levinson sendiri kini sudah mendekam di balik jeruji besi. Bukti-bukti begitu kuat, terlebih dengan pengaruh keluarga Rona dan Samudra yang berdiri di belakang Lala, hukum pun tidak bisa dibelokkan. Kedua orang tua Levinson hanya bisa pasrah, meminta maaf berkali-kali, meski semua itu tidak mampu menghapus perih yang sudah terjadi.
Kini, ibu Lala mendapatkan perawatan intensif yang ditangani langsung oleh Dokter Arman—dokter pribadi yang selama ini setia merawat kesehatan keluarga besar Rona. Kehangatan perlahan kembali hadir dalam hidup Lala.
Rona merasa bersalah, karena dulu Lala menjadi sasaran pelampiasan Levinson hanya karena diam-diam menyukai dirinya. Rasa bersalah itu kini berubah menjadi tekad kuat: ia tidak ingin Lala kembali terpuruk, apalagi menjadi bahan ejekan. Maka, ia menarik Lala masuk ke dalam lingkaran pertemanannya.
Namun, hal itu tidak berjalan mulus. Erina semakin sinis melihat kehadiran Lala di gank Rona.
"Heh, loe udah nurunin standar circle apa gimana." tawa Erina meledek pada Rona.
"Maksud loe?" ketus Rona dengan tatapan elang.
"Bisa-bisanya si cupu masuk ke gank loe, apa nggak nurunin standar namanya. ck ck, "
"Se-enggak nya, hatinya dia nggak busuk kaya hati loe. Udah di bilangin, penyakit hati jangan di pelihara. Bandel banget sih!" ejek Rona balik dengan tawa kecil. Merasa dipojokkan, gadis itu semakin kesal. Erina menghentak kakinya kasar dan pergi bersama teman-teman chearleadersnya.
Sementara disisi lain. Claudia, adik sepupu Samudra, merasa iri. Ia tidak terima gadis “cupu” seperti Lala bisa dengan mudah diterima Rona, sementara dirinya selalu berada di luar.
“Kak Sam, kenapa sih kak Rona lebih milih deket sama Lala daripada aku?” rengek Claudia suatu sore.
Samudra menarik napas panjang, mencoba sabar. “Claudia, itu hak Rona. Dia punya alasan kenapa dia melindungi Lala. Kamu nggak bisa maksa.”
“Tapi aku kan adik sepupu kak Sam! Masa aku kalah sama dia?” Claudia cemberut, matanya memerah menahan kesal.
Samudra hanya bisa menggeleng. “Ini bukan soal kalah atau menang Clau. Kalau kamu mau deket sama Rona, buktikan aja kalau kamu tulus, bukan karena iri.”
****
Malam itu, suasana makan malam keluarga Rona berjalan hangat hingga tiba-tiba Pak Aris membuka suara.
“Rona, Ayah mau tanya. Ayah dapat laporan kalau kamu kemarin sempat membeli skuter matic baru. Tapi Ayah nggak lihat itu di garasi. Dimana skuter matic itu? Dan buat apa?”
Rona meletakkan sendoknya perlahan, lalu menjawab dengan santai.
"Rona beli karena ingin."
"Dek, ayah bertanya serius. Jawab yang benar." tambah Raymond, setelah menenggak segelas air.
Rona menghela nafas panjang, “Itu... Aku beliin buat temen namanya Lala, Yah. Dia dibully karena cuma bawa sepeda ke sekolah. Sepedanya sampai dihancurin. Jadi Rona beliin skuter, biar dia nggak dipermalukan lagi.”
Pak Aris menatap putrinya lama, tidak marah, tapi nadanya tegas.
“Ayah ngerti niat kamu baik, Nak. Tapi lain kali, bicarakan dulu sama Ayah. Biar Ayah tahu, dan biar nggak ada salah paham.”
Raymond langsung menimpali sambil tersenyum tipis.
“Adek kita ini memang hatinya lembut, Yah. Tapi Ayah juga bener dek, nggak ada salahnya kalau setiap keputusan besar melibatkan orang tua.”
Alina pun ikut mengangguk, menambahkan, “Iya, Rona. Kita bangga sama kamu. Cuma, komunikasi itu penting. Apalagi soal hal besar kayak gini.”
Rona menunduk sejenak, lalu tersenyum kecil.
Nenek Sindy ikut bersuara, " Ya udah si, udah terjadi juga. Lagian cuma skuter matic kok, bukan Mercy. Biarkan saja, Rona sedang belajar menjadi lebih dewasa. Jangan disalahin terus." ucapnya dengan menyuapkan nasi ke dalam mulutnya.
Pak Aris diam dan tersenyum tipis, tak akan ada yang bisa melawan nyonya besar di rumah itu. Suasana makan malam kembali hangat. Namun di dalam hati, Rona tahu—apapun risikonya, ia akan selalu melindungi orang-orang yang berharga baginya.
****
Siang itu, rumah sederhana milik keluarga Lala terasa lebih hangat dari biasanya. Ibu Lina, dengan senyum ramahnya, telah menyiapkan hidangan terbaik untuk menyambut teman-teman Lala. Memang sebelum nya, bu Lina menyuruh Lala untuk mengajak teman-temannya datang ke rumah. Meja makan penuh dengan lauk sederhana, namun aromanya begitu menggoda. Rona yang terbiasa dengan jamuan mewah di rumah besarnya, justru tampak paling bersemangat.
“Wah, Bu… enak banget rasanya. Aku suka sop buntut ini, seger!” ucap Rona dengan mata berbinar.
Ibu Lina tersipu malu. “Ah, syukurlah kalau kalian suka. Ibu senang sekali kalau masakan sederhana ini bisa kalian nikmati.”
Samudera tersenyum sambil menambahkan, “Iya, Bu. Rasanya bikin nagih. Terima kasih banyak sudah mengundang kami.”
Cika dan Rita ikut mengangguk, sedangkan Mely sampai menambah nasi dua kali. Suasana makan siang itu penuh tawa dan obrolan ringan.
Setelah perut kenyang, mereka semua pindah ke halaman. Rona langsung terpikat oleh pohon besar yang berdiri kokoh di sisi halaman. Matanya berbinar nakal.
“Sam, aku mau manjat pohon itu!” katanya antusias.
Samudera langsung mengerutkan kening. “Eh, jangan, sayang. Nanti jatuh. Bahaya.”
Rona merengut, bibirnya manyun. “Ih, aku kan jago manjat pohon… masa nggak boleh?”
Melihat wajah cemberut tunangannya, Samudera jadi gemas sendiri. Ia mendekat, lalu mencubit pelan pipi Rona. “Dasar keras kepala. Kamu bikin aku deg-degan aja.”
Yang lain hanya bisa tertawa melihat tingkah mereka.
“Wih, calon pengantin cilik mulai drama, nih!” celetuk Cika sambil menepuk-nepuk tangan.
“Sam takut kalah sama pohon kali,” tambah Rita meledek.
Sedangkan Lala menutupi mulutnya, menahan tawa. Namun Mely justru menyela, “Udah-udah, kalau Rona sampai nekat manjat, Sam pasti jadi bodyguard dadakan, kan?”
Suasana halaman kecil itu pun dipenuhi canda, tawa, dan sorak-sorai riang, membuat sore hari di rumah Lala terasa sangat berharga bagi mereka semua.
Peka dikit
terimakasih sudah di promosikan
Dah terima saja Rona