Pertempuran sengit di hutan Daintree menjadi titik balik dalam perburuan harta karun misterius. Bernard dan timnya terjebak dalam wilayah musuh yang menyamar sebagai suku pedalaman. Pertarungan demi pertarungan membuat mereka harus memilih antara bertahan hidup atau menjadi korban dari permainan berbahaya ini.
Kini, badai sesungguhnya mulai datang. Musuh bukan lagi sekadar kelompok bersenjata biasa—tapi sebuah kekuatan tersembunyi yang bergerak di balik layar, mengintai setiap langkah Bernard dan sekutunya. Hujan, malam, dan hutan gelap menjadi saksi pertarungan antara nyawa dan ambisi.
Sementara Bernard berjuang sendirian dalam keadaan terluka, Garrick dan tim bergerak semakin dekat, menghadapi ancaman yang tak lagi sekadar bayangan. Di sisi lain, Pedro menyusup ke dalam lingkaran musuh besar—mendekati pusat rencana penyerangan terhadap Alexander dan kekuatan besar lainnya.
Apakah Bernard dan timnya akan berhasil keluar dari hutan maut itu? Atau justru badai dendam dan ambisi akan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRAXX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
"Brengsek! Kenapa harus berakhir seperti ini?" gumam Cortez seraya berjalan maju. Tubuhnya terus didorong oleh pasukan Rebel. Ia melihat pasukannya juga mendapatkan perlakuan yang sama dengannya. "Larson, kau berhutang banyak penjelasan padaku. Akulah yang akan menghabisimu."
Di saat yang sama, pasukan Xander dan anggota keluarga Hillborn berhenti melakukan pengejaran. Mereka menatap kepergian Larson, Cortez, serta pasukan keduanya dari puncak pohon. Suasana hutan yang ramai dengan adu senjata dan adu serangan perlahan sepi.
Pasukan Xander dan keluarga Hillborn menyebar ke sekeliling hutan atas perintah Xander dan Morgan. Beberapa anggota pasukan Larson, Cortez, dan Rebel terlihat terbaring di beberapa tempat. Di saat pasukan gabungan Larson, Cortez, dan Rebel masih bergerak di lorong-lorong rahasia. Mereka sama sekali tidak mengetahui adanya perselisihan di antara pasukan mereka.
Sementara itu, Rebel baru saja sampai di Royaltown. Ia masih berada dalam perjalanan menuju kediaman Hector. Rasa lelahnya bercampur amarah dengan kejadian hari ini.
Rebel melihat pasukannya yang sedang menggiring Cortez dan pasukannya. Ia tertawa meski dadanya masih terasa sakit karena amarah. Tangannya menekan sebuah tombol dan layar seketika menunjukkan keadaan hutan dan sepanjang jalanan yang sepi.
"Brengsek! Aku dan pasukanku kehilangan jejak Larson dan pasukannya. Mereka berhasil melarikan diri dengan cepat. Dia dan orang asing yang bersamanya tampaknya bisa mengalahkan pasukanku dan pasukan Cortez dengan mudah." Rebel memijat kepalanya yang berdenyut sangat keras.
Rebel memejamkan mata.b"Seberapa lama lagi aku akan berada di jalanan? Aku sudah sangat kelelahan dan membutuhkan waktu untuk beristirahat."
"Anda akan tiba di lokasi sepuluh menit lagi, Tuan. Sayangnya, terjadi demonstrasi besar-besaran di beberapa ruas jalan sehingga menghambat pergerakan kita," ujar sopir.
Rebel berdecak. "Bangunkan aku ketika aku sudah tiba di lokasi."
"Aku mengerti."
Rombongan mobil terjebak macet parah di ruas jalan. Terlihat elemen mahasiswa dan persatuan pekerjaan menutup sebagian besar jalan. Mereka membakar ban hingga menimbulkan asap hitam ke sekeliling. Tak lama setelahnya, polisi membubarkan paksa para demonstran sehingga menimbulkan kerusuhan. Para mahasiswa dan buruh lari kocar-kacir. Polisi menangkap beberapa orang yang diduga sebagai pemimpin demo.
Rombongan mobil mengambil jalur berbeda. Meski terkesan lambat karena padatnya lalu lintas, Rebel akhirnya tiba di lokasi setengah jam kemudian.
Rebel meregangkan badan ketika turun dari mobil. Ia melihat banyak pengawal yang sudah menyambutnya di sisi kiri dan kanan. "Mereka terlihat cukup kuat."
Hector muncul dari rumah bersama beberapa pengawal. Ia sudah lama menunggu kehadiran Rebel di tempat ini. "Aku sudah menanti kehadiranmu, Rebel."
Rebel mengembus napas panjang, melewati para pengawal. "Aku ingin beristirahat sekarang. Berikan aku tempat nyaman dan seorang wanita untuk menemaniku."
"Aku sudah menyiapkan semua yang kau butuhkan, tapi kau hanya akan mendapatkannya jika kau sudah memberikan aku informasi."
"Brengsek! Aku tidak akan bisa berkonsentrasi jika aku kelelahan. Beri aku waktu setidaknya dua jam untuk beristirahat."
Hector tertawa. "Usia memang tidak akan bisa berbohong. Baiklah, aku menghargai perjuanganmu untuk sampai di tempat ini. Kau mendapatkan apa yang kau mau.”
"Tunjukkan aku tempatnya sekarang."
"Ikuti aku." Hector berjalan ke dalam ruangan.
Rebel mengikuti Hector, mengamati keadaan ruangan, menaiki tangga, tiba di depan sebuah ruangan. "Ini rumah yang cukup bagus. Kau juga sepertinya membina beberapa pengawal muda."
"Ya, tempat ini adalah salah satu tempat favoritku. Aku melihat banyak hal menarik di tempat ini." Hector membuka pintu. "Beristirahatlah dan gunakan waktumu dengan sebaik mungkin. Hugh masih dalam perjalan dan ... brengsek!"
Rebel sudah memasuki kamar sebelum Hector menyelesaikan ucapannya. Ia tersenyum dan bersiap untuk beristirahat.
Hugh tiba di lokasi beberapa saat kemudian. Ia terkejut ketika mendengar Rebel mengunjungi Vistoria. Pikirannya dipenuhi dengan berbagai pertanyaan. Tidak mungkin pria menyebalkan itu datang jika tidak memiliki informasi penting.
"Di mana Rebel sekarang?" tanya Hugh dengan napas terengah-engah.
"Dia sedang beristirahat. Dia membutuhkan waktu untuk mengembalikan tenaga setelah melewati perjalan jauh. Dia tampaknya sudah melewati hari yang sangat berat." Hector meneguk minuman. Ia bisa memahami bagaimana panik dan penasarannya Hugh sekarang karena ia juga merasakan hal yang sama.
"Brengsek!" Hugh menjatuhkan tubuh ke kursi, mengembus napas panjang. "Aku akan menghabisinya jika dia tidak memberikan informasi penting apapun padaku."
Hector dan Hugh menunggu dengan tidak sabaran. Keduanya sama sekali tidak mengobrol selama satu jam lebih. Beberapa menit sekali mereka menyuruh pengawal untuk memeriksa keadaan Rebel.
"Waktu kita semakin menipis. Demonstrasi besar-besaran akan dilakukan dua minggu lagi.
Rencana untuk menurunkan Luka Vane sudah semakin dekat, begitupun dengan penyerangan ke kediaman Alexander. Kita sudah menyiapkan pasukan secara besar-besaran. Akan tetapi, kita tidak tahu apa yang akan terjadi," ujar Hector.
Hugh memijat keningnya yang berdenyut kencang. "Kegagalan ayahku lima tahun lalu terus menghantuiku hingga saat ini. Jika kita gagal, maka kita tidak memiliki kesempatan apapun lagi untuk membalas."
"Kita mungkin akan mati, tetapi tidak dendam dengan hasrat dendam kita. Jika kita tidak bisa menghancurkan Alexander, maka keturunan kitalah yang akan menghancurkannya."
Hector berbincang mengenai beberapa rencana, dan Hugh mendengarkannya dengan saksama. Keduanya berdiskusi sampai tidak menyadari Rebel sudah berada di dekat mereka.
Rebel tampak segar sekarang. Pria itu duduk, meneguk minuman hangat. "Kalian tampaknya sangat serius sampai tidak menyadari kehadiranku. Bukankah kalian sedang menunggu kehadiranku?"
Hector dan Hugh sontak berdecak.
"Kau membuatku menunggu sangat lama, Rebel. Sekarang, katakan informasi yang ingin kau sampaikan padaku," ketus Hector.
Rebel menarik napas panjang. "Aku baru saja mendapatkan pengkhianatan dari salah satu sekutuku. Dia adalah Larson, putra dari mantan musuhku yang beberapa waktu lalu masih menjadi sekutuku. Dia pernah berurusan dengan Leandro dan Leonel yang ingin membalaskan dendam pada Alexander. Sayangnya, rencana mereka gagal total dan Larson harus tertangkap oleh pasukan Alexander.
Larson kembali bersama dengan lima orang dan sosok Larvin ke Solvenith. Dia mengatakan jika dia berhasil lolos dari pengawasan pasukan Alexander."
"Aku mendengar kabar kegagalan Leandro dan Leonel." Hugh mengetuk-ngetuk meja.
"Lolos dari pengawasan pasukan Alexander setelah berhasil tertangkap pasukannya?" Hector terkejut. "Itu cukup mencurigakan."
"Aku mencurigai gerak-gerik Larson, begitupun dengan sosok Larvin. Dugaanku nyatanya benar. Sosok Larvin adalah tiruan palsu yang nyaris sempurna. Dua dari orang yang dibawa Larson nyatanya berkhianat, begitupun dengan sosok palsu Larvin. Aku mengerahkan pasukanku untuk menghabisi mereka, tetapi mereka berhasil melarikan diri. Aku juga menggerakkan pasukanku untuk menghancurkan pasukan Larson, tapi...."
"Jangan menggantungkan ceritamu, Rebel." Hugh menggebrak meja.
"Tapi, sebuah pasukan asing membantu mereka. Aku mencurigai Cortez yang juga sempat mengatakan jika dia berhasil lolos dari pengawasan Alexander."
"Jadi, kau menduga Larson dan Cortez membelot pada Alexander?" terka Hector.
"Brengsek! Kenapa kau tidak menceritakan hal ini pada kami secepatnya?!" Hugh mengepalkan tangan erat-erat. "Informasi ini sangat penting sehingga tidak seharusnya kau menyembunyikannya dari kami. Alexander memiliki kemampuan untuk mengubah bawahannya dengan riasan yang sangat sempurna."
"Dengarkan aku!" Rebel menggebrak meja. "Dibandingkan Cortez, aku lebih mencurigai Larson. Alexander kemungkinan memaksa Larson untuk memata-mataiku dengan menjadikan Larvin sebagai sandera. Orang-orang yang bersama Larson adalah orang-orang pilihan Alexander untuk mengawasi pekerjaan Larson.”
"Itu berarti Alexander kemungkinan sudah mengetahui jika kau bekerja sama dengan kami." Hector menggebrak meja.
"Dasar brengsek!"
"Aku belum menyelesaikan kata-kataku." Rebel mengembus napas panjang, menyodorkan secarik foto. "Aku mendapatkan foto itu di bawah kediaman Larson dan Larvin. Larvin ternyata memiliki saudara kembar identik."
Hector mengambil foto, mengamati kedua anak laki-laki di dalam foto. "Mereka terlihat sangat mirip. Lalu, di mana saudara kembar Larvin sekarang?”
"Aku baru mengetahui kabar ini beberapa saat lalu. Aku belum mendapatkan informasi mengenai saudara kembar Larvin. Aku sempat menduga jika Larvin berhasil selamat karena ditolong oleh saudara kembarnya, sedang Larson tertangkap oleh pasukan Alexander. Tapi, dari sanalah aku mendapatkan kecurigaan lain.
Larson dan Larvin mungkin sengaja membelot pada Alexander dengan beberapa kesepakatan.
Kemungkinan lainnya adalah Larson, Larvin, atau saudara kembar Larvin memiliki hubungan dengan Alexander."
Hector dan Hugh sontak terkejut, saling menatap satu sama lain.
Hector menggebrak meja. "Dasar sialan! Kau mengatakan semua kecurigaan itu setelah kau bersenang-senang dengan seorang wanita dan tertidur pulas di kamar. Kau seharusnya mengatakan hal ini sejak awal."
"Kau seharusnya sadar jika informasi ini sangat penting, Rebel. Jika kita salah dan lambat bertindak, Alexander mungkin saja sudah menghabisi kita." Hugh menatap tajam.
"Dengarkan aku sialan! Ada kemungkinan jika Alexander sudah meretas semua ponsel dan sistem milikku. Larson dan orang-orang Alexander kemungkinan sudah mempersiapkan itu semua dengan baik. Jika aku mengatakan kecurigaanku pada kalian melalui ponsel, kemungkinan besar Alexander akan mengetahuinya. Aku harus bersusah payah sampai membahayakan nyawaku untuk menemui kalian hanya untuk menyampaikan informasi ini!"
Hector dan Hugh berdecak.
Sementara itu, Bernard, Garrick, Rick, Rome, Ben, Ken, dan beberapa pengawal sedang berkumpul di sebuah ruangan. Mereka menyaksikan pertempuran antara kelompok yang dipimpin Donald dengan kelompok Pedro.
"Ini kabar yang sangat mengejutkan. Miguel berada di pihak musuh sekarang. Beruntung, dia hanya sedang menjalankan tugas. Kita akan kesulitan jika dia benar-benar menjadi lawan kita," ucap Garrick.
"Ya." Bernard menghembuskan napas panjang. "Aku sangat berharap pasukan khusus segera mendapatkan informasi lain mengenai kelompok itu."
Bernard mengamati beberapa orang yang bergerak di hutan melalui layar. "Kita harus mempersiapkan perjalanan kita dengan sebaik mungkin. Kali ini kita harus mencapai petunjuk terakhir dan mendapatkan apa yang menjadi tujuan kita.”
Semakin seru..
Tiap episode perburuan harta karun membuat penasaran..
Bravo Thor.