Tidak ada sugarbaby yang berakhir dengan pernikahan.
Namun, Maira berhasil membuktikan bahwa cinta yang tulus kepada seorang pria matang bernama Barata Yuda akhirnya sampai pada pernikahan yang indah dan sempurna tidak sekedar permainan di atas ranjang.
"Jangan pernah jatuh cinta padaku, sebab bagiku kita hanya partner di atas tempat tidur," kata Bara suatu hari kepada Maira. Tai justru dialah yang lebih dulu tergila-gila pada gadis ranum itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Telah Berdua
Sepanjang perjalanan pulang kuliah yang kesekian, tepatnya beberapa hari dari pertemuan terakhir dengan Rangga waktu itu, kini di dalam mobil yang sedang melaju di badan jalan, Maira hening dalam lamunannya.
Lebih baik memang memberi tahu Rangga semuanya. Daripada kejadian seperti Arya dulu terulang. Daripada, Maira harus terluka karena dua orang.
"Anda baik-baik saja, Nona?" tanya Sofia sambil menatap cermin yang tergantung.
"Lebih baik dari yang kau bayangkan," sahut Maira singkat.
Hening lagi.
Mas Bara, kenapa belum pulang? Maira menekan tombol send.
Masih ada pekerjaan. Jangan lupa makan, Bee. Balasan Bara.
Mas Bara juga.
Iya, Bee. Mas sayang padamu.
Maira memeluk ponselnya erat. Bara sudah satu minggu berada di luar negeri. Maira jadi rindu sekali.
"Kapan mas Bara pulang," gumam Maira pilu.
Sofia hanya menarik nafas mendengar gumam lirih itu. Baik Bara atau Maira, keduanya saling mencintai. Namun, Sofia bisa mengerti mengapa Bara tak kunjung memberi kejelasan tentang hubungannya dengan Maira.
Sementara Maira, ia belum banyak tahu tentang masa lalu Bara. Meski ia tahu Bara trauma akan pernikahannya, namun, cerita yang sebenarnya ia tidak pernah tahu.
"Bibi Sofia, aku mau membeli sesuatu."
"Biar saya yang membelinya Nona. Sebutkan saja apa barang yang Anda inginkan."
"Tidak Bibi, aku ingin memilihnya langsung. Kau temani saja aku."
"Baiklah, kemana kita nona?"
Sofia menuruti Maira setelah gadis itu menyebutkan tempat tujuannya. Ia juga setia menjaga nona muda kesayangan tuan Bara itu kemana saja melangkah.
***
Maira menatap dasi yang baru saja ia beli tadi dengan tersenyum senang. Ia ingin memberikan ini pada Bara jika lelaki itu telah pulang kelak.
Sofia kembali memperhatikan itu diam diam. Ada senyum kecil tercetak di bibirnya.
Mereka sampai beberapa menit kemudian. Maira segera masuk ke dalam rumah, Ia melangkah riang menuju kamarnya. Dan saat ia membuka pintu, ia dikejutkan dengan seorang lelaki yang sedang berbaring di atas ranjangnya.
Maira menghambur, memeluk Bara erat. Ia naik ke atas tubuh Bara yang masih telentang itu.
"Mas Bara bangun!" Maira mencubit-cubit pipi Bara. Lelaki itu masih saja memejamkan mata. Maira gemas sekali, Bara pasti sedang berpura-pura tidur.
Bara memajukan bibirnya, menunggu Maira mengecupnya. Selama ini, selalu ia yang memulai duluan. Maira menatap bibir itu lama sampai akhirnya ia mulai menyatukan bibirnya sendiri dengan bibir Bara.
Lengan Bara melingkari tubuh Maira yang masih berada di atasnya. Ia melepaskan ciuman itu perlahan.
"Apa ada rindu untukku?" tanya Bara dengan mata yang tak lepas dari Maira.
Maira perlahan mengangguk.
"Sungguh?"
"Iya, Mas Bara, aku sepi tanpamu," gumam Maira jujur. Bara menatapnya tersenyum.
Bara membalikkan tubuh gadis itu, ia balik menindih Maira. Tubuhnya terasa berat namun begitu mendamba.
Maira masih saja sama, meski kadang kesal dan benci karena Bara selalu menggantung hubungan mereka, cintanya terlalu besar. Mengalahkan itu semua.
Mana bisa Maira menjauh dari pria yang telah merobek kesuciannya ini? Satu-satunya pria yang telah menidurinya. Satu-satunya pria yang membuat ia merindu siang malam. Maira memang sudah jatuh cinta pada pria dewasa bernama Bara ini.
"Bee, aku merasa tak asing melihatmu. Seperti sudah lama pernah menatap matamu ini," gumam Bara sambil terus mengecup bibir Maira.
"Mungkin kita pernah bertemu di kehidupan sebelumnya, Mas Bara..." sahut Maira puitis yang di telinga Bara terdengar begitu manis.
"Ya, kau tak asing," balas Bara dengan mata yang terpejam.
***
Bara menatap Maira yang masih tertidur dengan tubuh berselimut itu dengan pandangan lain. Ada sedih, cinta, juga kecewa yang menjadi satu.
Di tangannya ada ponsel genggam milik Maira. Ia memang sengaja membuka isi ponsel, penasaran dengan panggilan telepon yang masuk ke nomor maira.
"Rangga." Ia berbisik nyeri.
"Mas Bara." Maira menatap Bara dengan mata sudah tergenang air. Apalagi saat Bara juga menatapnya dengan tatapan kecewa yang teramat nyata.
Bara meletakkan kembali ponsel itu. Ia berjalan mendekati Maira sesaat lalu mengecup kening gadis itu pilu. Bara tidak marah seperti biasa. Dan itu membuat Maira semakin terkurung dalam rasa bersalah.
"Mas." Maira memeluk Bara dari belakang ketika Bara sedang termenung di tengah jendela yang terbuka.
"Apa, Bee?" sahut Bara lemah. Ia sudah berjanji tidak akan pernah memaki Maira lagi.
"Maafkan aku." Maira terisak. Ia tahu ia sudah salah merespon Rangga selama Bara tinggal pergi.
Maira sempat berpikir, di luar negeri kemarin Bara pasti akan dekat dengan perempuan lagi. Apalagi mereka sedang berjauhan. Namun, dugaannya salah. Bara betul menjaga dirinya dari sentuhan perempuan lain. Bara sudah berubah. Ia hanya masih trauma dengan masa lalunya dan sedang berusaha bangkit, tapi Maira malah menambah masalah.
Bara tidak menjawab, ia berbalik secepat mungkin. Ditariknya gadis yang sedang merasa bersalah itu ke dalam pelukan eratnya.
"Apa kau menyukainya?" tanya Bara dengan suara bergetar.
"Tidak." Maira menggeleng.
"Jujurlah padaku, Bee. Apa saja yang sudah kalian lakukan dibelakangku," erang Bara putus asa, namun tubuhnya malah semakin erat mendekap Maira.
"Mas Bara aku tidak pernah memberikan apapun pada Rangga. Apalagi tubuhku. Hanya kau yang boleh menyentuhnya."
Bara melepaskan pelukannya. Ia mengangkat Maira, kembali meletakkannya di ranjang. Kembali diselaminya tubuh Maira. Dikecupnya semua inci agar tidak ada yang berani menyentuh tubuh gadisnya.
Maira meremas rambut pria itu dengan nafas terengah-engah. Ia tidak menolak meski Bara mulai memperkuat gerakan juga remahannya. Kalau ini hukuman, Maira akan menerimanya.
"Jangan merespon siapa pun lagi, Maira. Tolong, buktikan padaku kau dan Sabrina memang berbeda," gumam Bara dengan nafas sudah tersengal.
Maira tidak menjawab, Namun ia ingin Bara tahu, bahwa ia hanya mencintai lelaki itu saja. Bukan lelaki lain.
"Mas Bara..." Maira melenguh.
"Bee... Ayo kita menikah," gumam Bara dengan puncak kenikmatan yang akan segera ia raih. Bersamaan dengan Maira yang tertegun mendengar kalimat ajakan Bara barusan, bersamaan dengan itu pula Bara kembali menyiram tubuh gadis itu dengan cintanya.
Bara jatuh lunglai di atas tubuh Maira. Mata itu kemudian terpejam, Bara tertidur pulas. Meninggalkan Maira dalam pertanyaan yang masih bersarang di kepala dan otaknya.
"Mas Bara, apa aku sedang bermimpi?" tanya Maira pelan. Ia menepuk pipinya sendiri.
"Sakit, aku tidak bermimpi," gumam Maira lagi. Ia memeluk Bara mengecup pipi dan kening lelaki yang sudah terlelap itu berulang kali.
"Ku mohon ucapkanlah saat kau terbangun kelak, Mas," bisik Maira tepat di telinga Bara.
Dan kalau pun ini mimpi, lebih baik ia tak usah bangun lagi. Jika benar ini mimpi maka ini adalah mimpi paling indah dalam sepanjang sejarah hidupnya, Bara mengajaknya menikah.
untungnya Kevin mati....kl ngga perang Baratayudha beneran
Tuhan pasti memberikan kebaikan yg terbaik dibalik kejadian yg menimpa kita.
teruslah berpikir positif atas segala kejadian.
memang tdk mudah...
semangat kak💪
othor keceh comeback again, apa kabare si Beben kak??????😂😂
masi kah pake pempers?????
ada notif langsung gassss.....
apa kabar mak, moga mak Julie yg cantik mem bahenol selalu sehat2 dan lancar semuanya Aamiin🤲
biar semangat up nya...🥰🥰🥰